Don't be a silent readers
Happy Reading 👑Jenice menyandarkan tubuhnya disamping pintu ruangan Putra Mahkota. Arah pandangannya lurus dan terlihat kosong seperti sedang berputus asa. Berbagai macam pemikiran sudah mengitari benaknya. Mulai dari bagaimana caranya Zetania mengirim dirinya dan ketiga temannya kemari? Sampai bagaimana perasaan Putra Mahkota yang melihat ayahnya mati ditangan pelayannya sendiri? Lalu, apakah alasan Zetania memintanya untuk membunuh Raja disini? Sempat terlintas dipikirannya bahwa Zetania meminta kepadanya untuk membunuh Raja bukan karena kekejaman pria berumur itu. Tetapi karena sesuatu yang belum dia ketahui.
Jenice menghela napas panjang, apakah kehidupannya yang cukup harmonis harus berakhir dengan tragis didunia ini? Perempuan itu merangkup wajahnya menggunakan kedua telapak tangan, sungguh rasanya dia ingin menangis sekarang. Apakah semua masalah ini bersumber dari segala dosanya dimasa lalu? Seperti orang-orang bilang bahwa hukum karma itu berlaku. Setiap perbuatan yang manusia lakukan mempunyai berkat dan resiko yang berbeda. Jenice menghentak-hentakkan kakinya, faktanya manusia memang tidak pernah bisa lepas dari dosa termasuk dirinya.
"Sebenarnya apa yang sedang kau pikirkan dari tadi?" Suara berat itu berhasil menghentikan hentakan kaki Jenice. Dia menolehkan kepalanya menatap Putra Mahkota yang sedang mengerutkan keningnya. Sebenarnya Winston sudah berdiri disamping Jenice sejak tadi, tetapi pelayannya itu tidak menyadari.
Jenice menggelengkan kepalanya. "Bukan apa-apa."
"Ibuku pernah berkata kalau menceritakan masalah yang sedang menimpamu kepada seseorang itu akan mengurangi beban." ujar Winston.
"Situasinya terlalu rumit. Semua orang tidak akan bisa menceritakan sesuatu yang terlalu sulit untuk diungkapkan." sahut Jenice setelah mengalihkan pandangannya. "Ayo, berangkat latihan." ajak perempuan itu yang hanya mendapat angukan kepala dari Winston.
"Hari ini kita latihan diluar ruangan." ucap Winston tanpa mengalihkan pandangannya dari koridor panjang. Jenice yang berjalan berdampingan dengan lelaki itu mengernyitkan dahinya. "Kenapa tiba-tiba?"
"Pangeran Archer mengusulkan itu kepadaku.." Lelaki itu terdiam sebentar. "Tetapi mengapa firasatku tidak enak?"
"Kalau anda ragu, kenapa menyetujui permintaannya?" Putra Mahkota hanya terdiam seperti tidak memiliki niat menjawab pertanyaan Jenice. Alasan paling dasar mengapa Winston menyetujui usulan Archer mungkin hanya karena dia berpikir bahwa itu adalah ide yang bagus. Lagipula menurutnya latihan didalam ruangan membuatnya sedikit tidak nyaman.
"Jangan ragu dalam mengambil sebuah keputusan karena biasanya itu akan membawa anda pada kegagalan." Jenice menolehkan kepalanya dan menatap Putra Mahkota yang juga sedang menatap dirinya. "Dan sebaiknya anda jangan terlalu berharap atau menganggap bahwa firasat anda itu benar. Nyatanya pikiran dan perasaan itu harus sejalan. Anda tidak bisa selamanya mengandalkan pikiran ataupun perasaan. Karena ada harus memilih keduanya bukan salah satunya."
"Lalu, bagaimana jika firasatku benar adanya?" tanya Putra Mahkota yang semakin memperdalam tatapan keduanya. Jenice bungkam seribu bahasa, kemudian perempuan itu mengalihkan pandangannya. "Kalau firasat baik anda terjadi, bersyukurlah. Tetapi kalau firasat buruk yang terjadi, terimalah nasib anda."
Jenice melangkahkan kakinya meninggalkan Putra Mahkota, melewati Putri Scarlet dan Putri Charlotte yang sedang bertengkar dengan Pangeran Delwin serta Pangeran Louvian. Perempuan itu duduk bersebelahan dengan Arlene yang baru saja menyapanya.
"Kenapa wajahmu kusut sekali?" tanya Jane sembari memasang wajah penasaran. Manik mata Jenice melirik Jane sebentar kemudian dia mengedikkan bahunya. Membuat sahabat karibnya sejak kecil itu berdecih pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
KILL THE KING
Fantasy[Akan direvisi setelah tamat ya bos!] Mimpi adalah pengalaman alam bawah sadar yang mustahil terjadi didalam dunia nyata. Tetapi siapa yang menyangka, bahwa hanya dengan mimpi seorang wanita bersama ketiga temannya tertimpa malapetaka? Zetania, s...