Don't be a silent readers
Happy Reading 👑
Jenice mengedarkan pandangannya dengan tatapan bingung kearah seluruh penjuru tempat yang sedang dipijaknya. Ruangan besar dengan meja panjang beserta jajaran kursi yang jika dihitung harganya terbilang mahal. Jenice mengalihkan pandangannya dan menatap seseorang yang mengajaknya kemari dengan raut wajah bertanya. Sedangkan yang ditatap hanya sibuk dengan lembaran-lembaran yang berada dihadapannya.
"Kenapa anda mengajak saya kemari, Putra Mahkota?" tanya Jenice setelah mendudukan tubuhnya pada kursi yang berhadapan dengan Winston dan mengambil sebuah roti yang dihidangkan diatas meja.
Winston menatap Jenice dengan tatapan tajam membuat perempuan itu mengerjapkan matanya beberapa kali. Bahkan dia sampai menunda untuk menggigit roti yang terlihat sangat enak. "Tidak ada yang menyuruhmu duduk dan tidak ada yang memperbolehkanmu untuk makan roti tersebut. Kembalikan." titah Putra Mahkota sembari menunjuk jajaran roti lainnya menggunakan sorot mata.
Jenice terdiam sebentar, beberapa detik kemudian dia mulai menggigit roti yang diambilnya tanpa meminta sebuah izin. "Kalau sudah digigit, apakah tetap harus dikembalikan? Lagipula manusia diharuskan untuk menikmati makanan sembari duduk 'kan? Jadi saya akan berdiri setelah saya menghabiskan roti yang sangat enak ini." Jenice menarik kedua sudut bibirnya sembari menatap raut wajah murka Sang Putra Mahkota. Jenice harus balas dendam atas kejadian kemarin.
Jenice menolehkan kepala saat indera pendengarannya mendengar suara pintu terbuka. Perempuan itu langsung menampilkan raut terkejut saat menemukan ketiga Pangeran beserta ketiga temannya. Jenice melayangkan senyuman ramah pada Pangeran Archer, tatapan sinis pada Pangeran Louvian serta senyuman canggung kepada Pangeran Delwin. Setelah menyapa ketiga Pangeran dengan cara yang berbeda, perempuan itu segera bangkit berdiri untuk menyapa ketiga temannya.
"Selamat pagi, Putra Mahkota." sapa Pangeran Delwin sembari menundukkan kepalanya dengan sangat hormat. Winston mengangukkan kepalanya sekali sembari menampilkan senyuman tipis. Kemudian lelaki yang akan menjadi penerus Kerajaan tersebut menyuruh saudara tirinya untuk duduk.
"Aku tidak akan terlalu basa-basi mengingat kita memiliki kegiatan masing-masing." ucap Winston sembari menatap ketiga Pangeran secara bergiliran. "Seperti surat yang kusampaikan kepada Kak Archer, kita akan menampilkan sebuah tarian pedang pada puncak acara ulang tahun Raja." lanjutnya.
Louvian mengangkat tangan kanannya, seperti orang yang ingin melontarkan pertanyaan. Winston menatap Louvian dengan tatapan bertanya. "Kenapa.. Kakak memutuskan untuk mengadakan acara tersebut? Aku 'kan tidak bisa bermain pedang."
"Ibu Qerline dan Kak Archer mengusulkan sebuah acara yang menarik, jadi kupikir siapa tahu kita memberikan sebuah kejutan kepada para tamu undang. Tidak papa Louvian, kita akan berlatih bersama-sama. Jika kau merasa kesulitan, kau boleh meminta tolong kepada Kak Archer, Delwin atau bahkan aku." Ucapan Winston langsung memanyunkan bibir Louvian.
"Lalu kenapa Kakak mengadakan pameran lukisan Delwin?" tanya Louvian lagi yang langsung mendapat sebuah jitakan keras dari Delwin. "Sudah kubilang panggil aku kakak!" kesal Delwin.
Louvian memutar bola matanya malas. "Padahal umurku dengannya tidak terpaut jauh." gerutu Louvian dengan nada pelan.
Winston mengerjapkan matanya beberapa kali melihat pertengkaran kecil yang dibuat oleh Delwin dan Louvian. "Apakah kau sedikit keberatan jika aku mengadakan pameran itu?"
Louvian mengangukkan kepalanya dengan cepat. "Bukan sedikit, tetapi sangat keberatan. Ayolah itu sangat membosankan!" Lagi, lelaki berwajah imut itu mendapatkan sebuah jitakan dari Delwin.
KAMU SEDANG MEMBACA
KILL THE KING
Fantasy[Akan direvisi setelah tamat ya bos!] Mimpi adalah pengalaman alam bawah sadar yang mustahil terjadi didalam dunia nyata. Tetapi siapa yang menyangka, bahwa hanya dengan mimpi seorang wanita bersama ketiga temannya tertimpa malapetaka? Zetania, s...