11

11K 2.5K 840
                                        











15 menit lagi menuju pergantian shift nya Arin. Sua kebetulan yang nemenin Arin juga udah beberes karena udah nggak ada pasien baru masuk. Tinggal follow up aja sih. Tapi, baru mau gerak jalan ke pasien yang masih di bed resis, masuk lah seorang pasien baru yang nggak asing banget di mata Arin.

Melihat ada satu perawat yang mengikuti pasien, langsung di tahan sama Arin. "Biar aku aja, mbak." ujar Arin kemudian mengambil tensi meter yang ada di tangan perawat Jiwoon.

"Oh, nggak papa dok?" tanya nya.

"Nggak papa mbak Jiwoon. Temen aku itu. Istirahat aja mbak." kata Arin lagi kini tersenyum sebelum akhirnya menuju ke bed yang sudah terisi pasien yang katanya temennya.

Ketika tirai di buka, Arin udah masang muka masam, mengeluarkan penlightnya dan mukul dahi temennya, "Yer!" Seru Arin.

"Auw, Rin! Kok lo sih yang jaga." Sungut nya sambil mengusap dahi nya yang nyut nyut an karena di pukul penlight sama Arin.

"Makan apa lagi lu?" Sungut Arin.

"Ini kalau di visum lumayan nih bisa gue tuntut lo, Rin." Kata Yeri.

Arin yang kesel langsung nepuk bibirnya Yeri, "tuman!" kata Arin. "Makan apa lagi? seafood?" tanya Arin kemudian memasang manset di lengan Yeri yang dari tadi anak nya mengangguk.

"Kan gue udah bilang ke lu kan, Yer. Kurang - kurangin makanan yang kaya gitu. Hati - hati, jaga pola makannya." Kata Arin.

"Enak, Rin. Mau gimana lagi dong?" jawab Yeri yang berhasil di lirik tajam oleh Arin.

"Sejak kapan makanan berkolesterol tinggi itu nggak enak?" sungut Arin yang setelah melihat tensi Yeri kemudian menutup tensi meter.

Mata Arin menatap Yeri lekat, "Ya udah sih, Rin. Tinggal bikinin resep juga." Kata Yeri sambil mengusap lengan Arin.

"Lo kira resep makanan?" Kata Arin. "Mana yang sakit?" Tanya Arin lagi.

"Nih, sini pegel banget. Pusing banget kepala." Kata Yeri sambil memijit lehernya nya.

"Kurang - kurangin lah, Yer. Masih muda juga kolesterol lo tinggi banget gitu." Jelas Arinsambil terus menatap Yeri.

"Iye, iye, Rin."

Arin kemudian terdiam, sesekali melirik ke sekitar yang sepi, lalu kembali menatap Yeri, "Yer? Lo inget Jeno nggak sih?" Tanya Arin.

Yeri menautkan dahi nya sambil mikir, "Jeno? Jeno...adik nya mantan lo tuh?" Tanya Yeri.

Arin memutar kedua mata nya malas, kenapa kata mantan harus di sebut? "Iya, inget kan?" Tanya Arin.

"Yang naksir lo juga itu kan?" Tanya Yeri memperjelas.

"Ini tensi meter kalo gue lempar ke lo lumayan bikin kepala benjol sih Yer."

"Psikopat banget ini dokter." Sungut Yeri mencoba menahan tangan Arin yang sudah melayangkan tensi meter ke arah Yeri. "Kenapa? Ketemu Jeno?" Tanya Yeri intonasi suara nya sedikit meninggi.

"Suara lo bisa di kecilin dikit nggak sih Yer?" Arin panik sampai lihat sekitar, walau sebenernya ketutup tirai sih.

"Ketemu dimana?" Tanya Yeri tidak memperdulikan perkataan Arin barusan.

"Ya, di rumah sakit." Jawab Arin.

"Periksa bocahnya?"

"Dokter, goblo!" Kesal Arin. "Bikin emosi aja lo!" Kata Arin.

"Lah? Sialan! gue kan cuma tanya. Emang nya gue tahu Jeno itu dokter?" Seru Yeri yang berhasil di bekep Arin mulut nya, "Kecilin dikit suara lo!" Kata Arin menekan suara nya di telinga Yeri.

[4]Cotton Candy Skies ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang