Kalau tau caranya menghargai penulis, boleh pencet vote atau coment ya hihihi😁
Chapter ini bakal lebih ngefeel kalo dibaca sambil dengerin lagu a thousand years - Christina perri
Suasana tegang kini menyelimuti Dirga. Dirga dengan setelan putih tulang adat jawa, duduk di dampingi sang Mama dan Ario. Menenangkan diri sebelum bertemu pasangan yang ia harap dapat sehidup semati dengannya. Mempersiapkan diri sebelum mengucapkan ijab qabul yang telah ia tunggu-tunggu sejak lama.
"Jangan terlalu tegang Ga, nanti kamu malah lupa loh kalau terlalu tegang. Rileks aja. " Ujar Ario melihat Dirga yang tampak gugup dan gelisah.
"Deg-degan aku iki. Sampean kan dulu juga kaya gini. " Jawab Dirga membela diri.
"Kamu aja ulang ijab qabul sampai 2x, Yo. Coba sekali lagi kamu lupa, mungkin gagal kawin kamu sama Riska kan. " Tambah Mama membela anak lelakinya.
"Aku kan kasih saran doang Mah, biar pengalamanku gak terulang ke Dirga. "
Dirga hanya memutar bola mata mendengar penuturan Ario. Ia menoleh pada sang Mama ketika tangannya di genggam perlahan lalu dielus dengan lembut. Saat itu juga rasanya hati Dirga kembali tenang. Apalagi kala sang Mama memeluknya, mengusap rambutnya dengan penuh kasih sayang.
"Mas."
Dirga hanya bergumam menjawab panggilan kesayangan dari sang Mama. Mengingat momen pertama kali saat kedua orang tuanya memanggil dirinya dengan sebutan tersebut.
"Ibu kamu perempuan, adik kamu dua-duanya juga perempuan. Mama minta satuu ajaaa, Mas." Mama masih tetap mengusap rambut Dirga. Dirga pun masih memeluk sang Mama sambil menunggu lanjutan kalimat dari Mamanya.
"Jagain istri kamu nanti kaya kamu jagain Mama sama adik-adik kamu. Jangan sakiti dia, perlakukan dia dengan lembut. Kamu marah kan kalau ada orang yang sakiti Mama dan adik kamu? Ya begitu juga rasanya keluarga Aliya kalau tau anaknya disakiti orang. Bisa kan, Mas? Cuma ini amanah dari Mama. Mama cuma minta itu aja. "
Perlahan Dirga melepas pelukan dari Mama, menatap wajah sang Mama dengan lembut lalu mengangguk mengiyakan amanah dari sang Mama yang begitu sederhana namun bermakna.
Di lain tempat namun masih dalam suasana yang sama, Aliya menatap pantulan dirinya di cermin. Wajah putih bersihnya telah dirias tanpa meninggalkan kesan natural yang selalu menjadi ciri khas Aliya.
Aliya masih tidak menyangka bahwa kali ini dirinya yang akan melepas masa lajang. Seringkali ia diundang ke acara pernikahan teman-temannya, tanpa membawa gandengan dan akan selalu mendapat pertanyaan "kapan menyusul?"
Lamunannya buyar ketika sang Ibu memasuki kamarnya, tak lupa di belakang sang Ibu ada Ayahnya yang tersenyum bangga.
"Anak Ibu cantik banget ya." Puji sang Ibu pada Aliya.
"Anak Ayah juga itu, Bu." Ujar Ayah tak terima.
Aliya hanya tersenyum tipis menanggapi kedua orangtuanya.
"Ibu bangga sama Yaya, Ibu sama Ayah merasa berhasil mendidik kamu sebagai wanita. Yaya bisa jaga diri dengan baik sampai akhirnya menikah." Ungkap Ibu Aliya.
"Yaya, kamu memang sudah jadi istri orang nanti, tapi bukan berarti tugas Ayah buat jagain kamu sudah selesai. Kamu masih putri kecilnya Ayah, selamanya. Kalau Dirga sampai macem-macem sama Putrinya Ayah, Aliya tau kan harus ngadu sama siapa?"
Hanya sebuah anggukan yang Aliya berikan pada Ayahnya. Wajahnya tertunduk ke bawah, membiarkan satu tetes air lolos dari pelupuk matanya.
"Loh loh kok nangis sih, gak boleh nangis. Ini hari bahagia Aliya. Itu nanti bulu matanya copot loh kalau kena air, jadi ondel-ondel kamu malahan, bukan jadi manten." Canda Ayah Aliya mencairkan suasana. Ayah lalu menghampiri Aliya dan memeluknya erat.
Ibu sangat tau. Walau masih bisa bercanda sekalipun, Ayah tengah berusaha keras menahan air mata, merasa berat harus melepas Putri semata wayangnya.
🤵👰
Suasana tegang di gedung acara berlangsung, kini berganti menjadi riuh ketika salah satu keluarga dari pihak mempelai wanita memberitahu bahwa mereka telah tiba di lokasi.
Perasaan gugup dan gelisah yang tadi Dirga rasakan, seketika redup ketika melihat calon istrinya mengenakan setelan kebaya berwarna putih tulang, sama sepertinya. Sementara kedua keluarga dengan seragam dress code berwarna biru navy.
Jantung Dirga berdebar lebih cepat ketika Aliya sudah duduk tepat di sampingnya. Aliya terlihat berkali lipat cantiknya ketika dilihat dari dekat. Dengan wajah yang dipoles natural berpadu elegan.
Beragam kamera handphone mengitari mereka, seakan sudah bersiap merekam momen sakral tersebut. Pujian pun tak henti-hentinya keluar dari pihak kedua keluarga. Pujian untuk Aliya yang tampak begitu manis, Dirga yang terlihat gagah ataupun pujian untuk keduanya yang tampak begitu serasi.
Rasa gugup yang tadinya hilang, kini kembali melanda Dirga ketika penghulu mulai menuturkan ijab.
"Saudara Bagas Dirgantara Bin Galih Dirgantara, saya nikahkan engkau dengan Ananda Aliya Radinka Binti Prabu Pradipta dengan maskawin berupa seperangkat alat salat dan uang senilai 212 ribu 930 rupiah dibayar tunai. "
Dirga memejamkan mata sebentar lalu melihat ke arah Papa, mama serta Ayah dan Ibu Aliya, tatapan mereka seakan memberi Dirga keyakinan dan kepercayaan penuh.
"Saya terima nikah dan kawinnya Aliya Radinka Binti Prabu Pradipta dengan mas kawin tersebut, tunai. "
Dan dalam satu helaan nafas, Dirga berhasil mengucapkan qabul tanpa hambatan ataupun pengulangan. Aliya yang berada di sebelahnya pun terlihat speechless. Sampai-sampai, ia tak sadar bahwa lelaki di hadapannya tengah menyodorkan tangan untuk dicium. Setelah mencium tangan Dirga, Aliya dapat merasakan kecupan hangat di keningnya. Kecupan yang ia dapatkan selain dari Ayah dan Farel, menandai babak baru kehidupan Aliya dan Dirga sebelum menjalani manis asin kehidupan pernikahan.
🤵👰
End gak nih?
Beneran pada mau extra part?
Aku kasih deh
Tapi kalo lebih dari 50 comment ya wkwkwkwk
Samawa ya Mas Dirga dan Mbak Aliyaaa horaii
KAMU SEDANG MEMBACA
My Wedding
RandomPertemuan singkat yang berakhir dengan akad💙 "Ga, kalo kamu mau kenalin calon istri kamu ke Mama, Pastikan dulu dia sudah baik dan bener. Kalo enggak, ya nanti Mama carikan aja deh." - Mama Dirga, 2019