9

360 99 1
                                    

"Jadi Sihyeon udah tau kalau lo tau?" tanya Doyeon dari seberang telfon.

Hendery menganggukan kepalanya. "Iya, Doy."

"Jadi lo gimana, Dery? Lo gak papa? Lo mau kemana? Mau ke Dufan? Gue temenin deh!"

"Kagak usah anjir, ngapain." jawab Hendery. "Lagian lo bukannya mau ke ulang tahunnya Eunwoo?"

"Iya sih hehehe, malam ini acaranya."

"Yaudah, have fun lah sama Eunwoo. Gue gak papa kok, serius." balas Hendery.

Tak lama kemudian Hendery mematikan telfonnya. Lalu Hendery berniat turun dari mobil untuk menghampiri satu tempat.

Sesampainya di sana, Hendery langsung mengetuk pintunya. Tak lama kemudian pintunya terbuka dan menunjukkan sosok perempuan.

Perempuan itu adalah Sihyeon.

Dan tempat yang Hendery kunjungi adalah rumah gadis itu.

"Hendery," ujar Sihyeon kaget ketika melihat Hendery ada di teras rumahnya.

"Siapa, Sihyeon?" tanya seorang wanita paruh baya yang tiba-tiba datang menghampiri mereka berdua.


Katakan lah Hendery, Sihyeon, dan Ibunya Sihyeon kini tengah duduk di ruang tamu sembari ditemani secangkir teh hangat.

"Wah, Sihyeon gak pernah loh bawa temen laki-lakinya ke sini." kata Ibunya Sihyeon.

Hendery tersenyum canggung. "Salam kenal, Tante. Nama saya Hendery."

"Salam kenal juga, Nak Hendery." balas Ibunya Sihyeon.

Sihyeon meringis pelan. "Dery, jangan-jangan lo ya yang dimaksud Ibu kost?"

"Yah, ketahuan." balas Hendery.

"Eh? Jadi Nak Hendery yang ngelunasin uang kost kita?" tanya Ibunya Sihyeon.

Hendery mengangguk sembari tersenyum tipis. "Benar, Bu."

Memang, tadi saat Hendery ke rumah Sihyeon, Hendery gak sengaja berpapasan sama Ibu kost rumah Sihyeon. Dan pada saat itu juga Hendery langsung melunasi uang sewa mereka.

"Lo kenapa sih?" balas Sihyeon.

"Lo yang kenapa?" balas Hendery balik.

"Terima kasih ya, Nak Hendery. Kami anggap ini sebagai hutang. Suatu hari nanti, kami akan membayar hutangnya." kata Ibunya Sihyeon.

Hendery spontan menggeleng. "Nggak, Bu. Nggak perlu dibayar. Hendery ikhlas bantuin Sihyeon dan Ibu."

Sihyeon meringis pelan karena merasa tidak enak hati. "Hendery,"

Tiba-tiba saja Ibunya Sihyeon terbatuk, membuat atensi Sihyeon dan Hendery terarah kepada wanita itu.

"Bu? Ibu kenapa?!" ujar Sihyeon panik sembari menghampiri Ibunya dan merangkul bahunya.

"Sihyeon, lebih bagus Ibu lo kita bawa ke rumah sakit." kata Hendery.

Lagi-lagi Sihyeon meringis. "Tapi Deryㅡ"

"Jangan kebanyakan mikir. Ayo!" desak Hendery.





Hendery dan Sihyeon kini tengah menunggu di depan UGD. Sedari tadi Sihyeon tidak bisa berhenti menangis. Membuat Hendery semakin bingung harus berbuat apa.

Tak lama kemudian Dokter keluar dari UGD. Sihyeon dan Hendery spontan berdiri untuk menghampiri Dokter tersebut.

"Bagaimana keadaan Ibu saya, Dok?" tanya Sihyeon di sela isak tangisnya.

"Radang paru-paru Ibu kamu semakin parah. Sekarang beliau benar-benar membutuhkan perawatan intensif, tidak bisa hanya mengandalkan obat-obatan lagi." jawab Dokter.

Mendengar itu, Sihyeon tak dapat membendung air matanya. Gadis itu hanya bisa memijat keningnya yang sangat pusing.

"Dokter, tolong siapkan ruang inap dan lakukan pengobatan yang terbaik." kata Hendery.

"Pasti kami akan melakukan yang terbaik. Saya juga sudah meminta perawat untuk menyiapkan ruangan. Permisi." pamit Dokter tersebut lalu pergi meninggalkan Hendery dan Sihyeon.

Hendery berjalan menghampiri Sihyeon dan memeluk gadis itu erat. Jari jemari Hendery tergerak untuk mengusap surat kecoklatan gadis itu.

"Lo gak perlu khawatir ya, gue bakal bantuin lo. Gue bakal tanggung biaya pengobatan nyokap lo. Gue bakal temenin lo." kata Hendery.

Sihyeon hanya bisa menangis di pelukan Hendery. Ia tidak biasanya lemah seperti ini. Ia tidak suka orang membantunya. Ia tidak suka kelihatan lemah. Tapi kembali lagi, sekarang Sihyeon benar-benar tak berdaya.

"Makasih, Hendery." ucap Sihyeon pada akhirnya.

Hendery hanya tersenyum simpul sembari mengusap pundak gadis itu. Sekarang Hendery paham. Sangat paham. Hendery paham alasan mengapa Sihyeon harus bekerja seperti itu.

Hidup gadis itu tidak lah mudah.











"Iya, Mr. Yuta. Aku baik-baik aja. Aku pulang agak malaman ya." kata Hendery ketika Mr. Yuta menelfonnya.

"Agak malaman gimana. Sekarang udah jam 12 kurang!"

"Yaudah pokoknya Dery bakal pulang! Mr. Yuta gak usah bawel." balas Hendery kesal lalu mematikan sambungannya pada Mr. Yuta.


Hendery menoleh ke arah Sihyeon yang tengah tertidur di atas sofa. Tangan Hendery tergerak untuk membentangkan selimut dan mengenakan selimut itu di tubuh Sihyeon.

Tiba-tiba ponsel Hendery berdering. Ketika melihat nomor tak dikenal masuk, Hendery spontan mengerutkan keningnya.

"Halo?" panggil Hendery.

"Dery, ini gue Arin!" seru Arin dari seberang telfon.

"Arin? Lo kenapa? Kok nelfon gue?" tanya Hendery kebingungan.

"Dery, Doyeon ada sama lo gak?"

"Kagak. Doyeon bukannya malam ini ke ulang tahun si Eunwoo itu?" balas Hendery.

"Ih serius?!" pekik Arin. "Nyokap nya Doyeon telfon gue, katanya Doyeon belum pulang juga. Gue juga udah coba telfon Doyeon tapi gak diangkat, padahal panggilannya masuk."




Astaga.


Seketika perasaan Hendery tidak enak. Doyeon pasti tidak dalam keadaan baik-baik saja. Hendery harus menemukan Doyeon.

Tapi... Hendery sudah berjanji untuk bersama dengan Sihyeon.














Tidak. Doyeon dalam bahaya.

"Iya, Rin. Gue bakal coba cari Doyeon."






"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
² hendery's diary ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang