K.O.

1.3K 235 5
                                    

Ketika memasuki ruang Mr. Johan, Seila seakan sudah merasa yakin seyakin-yakinnya kalau karya Gris akan diterima. Sebagaimana permintaan Mr. Johan, coretan komik harus mirip dengan hasil karyanya. Itu bukan permintaan mudah. Permintaan yang hampir tidak mungkin dipenuhi. Adakah dua coretan dua manusia itu sama? Coretan tangan manusia ibarat sidik jari, tidak ada kesamaan, melainkan hanya identik saja.

Sampai di depan meja Mr. Johan, Seila melihat Mr. Johan masih kecut. Seakan dia enggan melayani Seila. Tetapi Seila tetap berusaha mencairkan keadaan dengan senyum manisnya. Mr. Johan masih sibuk dengan laptopnya. Seakan mengabaikan keberadaan Seila.

"Saya boleh duduk, Mister?" tanya Seila. Mr. Johan mempersilakan hanya dengan mengangkat tangannya. Sikapnya sangat dingin, masih sibuk dengan laptopnya.

"Kemarin kamu sama sekali tidak ke kantor," kata Mr. Johan saat Seila sudah mengambil posisi duduk di depannya.

"Ada kalanya seorang seniman tidak mood mengerjakan sesuatu. Dan kemarin saya tidak mood," kata Seila sangat ringan. Seakan-akan Mr. Johan teman akrabnya. "Apalagi Mister tidak mewajibkan saya untuk selalu ngantor, kan?"

"Terus kamu ke sini mau apa?" tanya Mr. Johan ketus. Masih mencermati laptopnya, seakan-akan di sana ada sesuatu yang penting.

Seila membuka gulungan kertas terikat karet gelang hasil kerja Gris, barulah Mr. Johan menutup laptopnya. Seila menyodorkan gambar itu pada Mr. Johan. Mr. Johan mengamatinya dengan ekspresi datar. "Memangnya apa istimewanya gambar ini?" tanya Mr. Johan.

"Mister Johan tidak tanya, itu hasil kerja siapa?" Seila memancing.

"Mengapa harus aku tanyakan kalau setiap saat saya menerima jenis gambar ini tiap harinya? Tidak ada yang baru kan dengan gaya coretanmu ini?" tanyanya kemudian menaruh kertas itu di meja. Bekas gulungan kertas membuat kertas itu tergulung sendiri.

"Mister. Itu bukan hasil kerja saya. Itu hasil kerja Gris," kata Seila.

"Apa?" tanya Mr. Johan kembali membuka gulungan kertas itu. Dia cermati kembali setiap coretan yang ada di sana. "Seberapa banyak kamu ikut campur pada gambar ini. Apakah kamu hanya ingin menyenangkanku? Bagaimana kamu bisa membohongi saya yang sudah sekian tahun bergelut dengan dunia coret-mencoret?" tanya Mr. Johan menyiratkan senyum sinis.

"Mister Johan boleh tidak percaya. Sekarang yang penting tentang tawaran Mister itu. Mister tetap bisa memenuhi permintaan menurut script, sementara saya bisa memuaskan diri dengan hasil karyaku sendiri, dengan namaku sendiri. Bagaimana?" tanya Seila berani bertatap dengan mata bosnya.

"Artinya, kamu akan mengerjakan dua pekerjaan sekaligus? Tidak, tidak. Itu hasilnya tidak akan maksimal. Pikiran itu ada batasnya. Demikian juga imajinasi. Dalam kondisi capai, maka yang terjadi hanya kekacauan. Hasilnya asal jadi. Kalau sudah begitu, menurun pula kepercayaan klien pada perusahaan karena kamu hanya akan menghasilkan karya yang sekedarnya," kata Mr. Johan balik menatap tajam Seila.

"Apakah Mister Johan mengatakan itu sebagai hasil kerja sekedarnya?" tanya Seila tidak terima.

"Tidak. Tapi ini kan hanya satu halaman. Apa artinya komik satu halaman dikerjakan dalam satu hari? Ringan Sel, pekerjaan sangat ringan. Penggambar komik yang ada di sini pun tidak akan keberatan kalau targetnya hanya satu halaman."

"Lantas maunya Mister?"

"Tetap seperti kesepakatan semula. Kamu fokus pada pekerjaan order saja."

"Maksud saya. Dengan cara apa agar Mister percaya kalau gambar ini hasil kerja Gris?" tanya Gris dipenuhi rasa jengkel.

"Bawa dia kemari. Saya ingin tahu secara langsung bagaimana dia mencoretkan alat gambar ke kertas gambar."

"Boleh. Akan saya buat kesepakatan untuk saya datangkan ke kantor. Tetapi Mister juga perlu tahu, dia orangnya serius kuliah. Dia sebenarnya tidak ingin ke kantor. Tapi kalau untuk sekali saja, saya akan coba untuk membujuknya."

Gris dan SeilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang