INDIGO

1.1K 200 8
                                    

Perjalanan pulang itu diliputi ketegangan antara Gris dengan kedua orang tuanya, terutama mamanya. 'Komik' menjadi biang perseteruan itu. Perseteruan yang lama terkubur, kini terkuak kembali. Atau sebenarnya biang perseteruan itu tidak terkubur sepenuhnya. Hanya saja Gris cukup pandai menyembunyikannya.

Malam itu pun Gris dipaksa kedua orang tuanya untuk bertandang ke Mama Susi. Mama Susi adalah psikolog yang selama ini mengatasi masalah Gris. Sementara bagi Gris, Mama Susi menjadi musuh besarnya. Bagi Gris, Mama Susi ibarat monster pencabut nyawa. Bagaimana tidak, dia memaksa pergi Seila dari kehidupannya. Padahal sekuat apapun Mama Susi, sebenarnya dia tidak sepenuhnya bisa menjauhkan Seila dari kehidupannya. Mama Susi hanya sekedar mengendalikan intensitas kehadiran Seila dalam hidupnya.

Dulu sekali, jika Gris akan dibawa ke Mama Susi, dia akan berontak. Pak Usman dan kakaknya selalu dilibatkan untuk mengatasi Gris. Mereka akan mengawal Gris dengan memegangi tangan dan kakinya. Kalau tidak Gris akan melarikan diri.

Di ruang praktik Mama Susi, mereka bertiga menghadap. Mama Susi menyambutnya dengan senyum lembut. Raut wajahnya yang ke-ibu-an, membuat seseorang akan nyaman bercakap dengannya. Dia tanyakan kabar mereka, terutama pada Gris. Gris hanya menunduk.

"Ada yang bisa saya bantu?" tanya Mama Susi.

"Mam, rupanya Seila mendekati Grislagi. Ya, kami minta bantuan pada Mama untuk mengajak dialog Gris. Berilah pengertian padanya," kata mama Gris.

Gris yang menjadi objek pembicaraan tertunduk begitu mendalam. Mama Susi mengernyit menatapnya.

"Bisakah kami ditinggalkan berdua saja?" pinta Mama Susi pada orang tua Gris. Kedua orang tua Gris mengangguk, kemudian meninggalkan ruangan.

"Ceritakan padaku Gris?" tanya Mama Susi setelah di ruangan tinggal mereka berdua.

Gris mengangkat wajahnya menatap mata Mama Susi. "Apa yang harus aku ceritakan, Mam?" tanya Gris kemudian.

"Tentang Seila?"

"Bukankah Mama sendiri yang telah mengusirnya dari diriku?!" pembelaan Gris berbalut kemarahan.

"Aku ingin menolongmu, Gris. Coba kamu renungan. Kehadirannya lebih banyak memberi kamu kebaikan atau keburukan?"

"Dia telah mengajariku banyak hal, Mam. Dia mengajariku tentang kemandirian, dan seni."

"Ceritakan padaku?"

Terpancinglah Gris. Kemudian dia ceritakan bagaimana hubungannya dengan Seila selama ini di kota S. Menurutnya Gris telah membangkitkan kesenangannya yang pernah hilang tentang menggambar komik. Bahkan dia ceritakan pula kalau dirinya akan membangun proyek menerbitkan komik. Dia ingin proyek ini disokong oleh kedua orang tuanya. Dia katakan pula, kalau proyek ini berhasil, dia tidak perlu lagi bergantung pada orang tuanya persoalan pembiayaan kuliah.

"Orang tuamu masih sanggup lho Gris membiayaimu. Kenapa kamu harus repot-repot cari biaya sendiri? Jangan-jangan kuliahmu nanti yang malah terbengkelai," saran Mama Susi.

"Kapan saya bisa mandiri kalau tidak mulai belajar dari sekarang, Mam?"

"Itu betul. Tapi apakah selama ini Seila pernah menemuimu di tempat terbuka?"

"Maksud Mama?"

"Di tempat yang diketahui banyak orang?"

"Dia lebih sering menemuiku di kamar, Mam. Sekali saja dia pernah aku minta menemuiku di hutan. O, ya, kemarin dia menjumpaiku di toilet," jawab Gris disambut anggukan.

"Okey. Bisa kamu panggilkan mama dan papamu. Kamu boleh menunggu di luar," pinta Mama Susi.

"Jadi bagaimana dengan Seila, Mam?"

Gris dan SeilaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang