18. Slutty Girl

10.2K 431 27
                                    

"Audrey, dari mana semalam?" Tanya Vanessa.

Semenjak sore kemarin, Vanessa tak menemukan Audrey di kamarnya. Dan pagi ini, gadis itu muncul secara tiba-tiba melalui pintu belakang seperti mengendap.
Itu aneh...

"Biasa... melakukan hal yang biasa ku lakukan." Jawab Audrey datar, namun pandangannya merasa risih ketika Vanessa melayangkan pertanyaan seperti itu.

Menurut Vanessa, Audrey tak biasanya mengendap seperti maling. Gadis itu memang sering pulang pagi, demi 'pekerjaan sampingan' yang biasa dia lakukan. Tapi tidak pernah mengendap, Audrey adalah sosok gadis yang frontal. Dan bersembunyi bukanlah ciri khasnya, atau ada yang sedang disembunyikan.

"Baiklah, aku harap kau baik-baik saja. Wajahmu pucat sekali hari ini.." ujar Vanessa lalu meninggalkan Audrey.

Audrey hanya diam, di balik kediamannya ia memperhatikan Vanessa dari ujung kepala hingga kaki. Melihat tubuh sintal yang tengah sibuk membersihkan setiap meja yang ada di sana, kedua mata Audrey terfokus pada buah dada ranum milik Vanessa. Begitu indah dan menantang, tidak seperti miliknya yang tidak terlalu besar dan hal itu cukup membuat Audrey cemburu.

Entahlah, semenjak kejadian semalam ia menganggap Vanessa sebagai saingannya. Perasaan Audrey kepada Vanessa berubah seketika setelah menyadari bahwa Mr. Watson sangat berharga untuk diperebutkan, well akan Audrey lakukan jika itu perlu.

Drrtt...

Ponsel Audrey tiba-tiba bergetar, ia mengusap layar dan terkejut ketika melihat sebuah pesan masuk. Mr. Watson memberikan beberapa dollar ke rekening bank Audrey, seketika membuat dahi gadis itu mengernyit. Bertanya-tanya dalam hati, apakah semalam Mr. Watson benar-benar menyadari bahwa yang menemani pria itu adalah dirinya, bukan Vanessa.

Itu artinya Mr. Watson hanya menganggapnya sebagai Vanessa...

Sial!

Audrey mengumpat dalam hati, hanya karena gadis itu masih suci bukan berarti dia merasa istimewa di mata Mr. Watson. Jika Mr. Watson merasa bosan dengan Vanessa, pria itu akan menyingkirkan gadis itu selamanya. Karena Vanessa tidak memiliki skill apapun dalam menggoda pria, apalagi di atas ranjang. Tidak seperti Audrey, ia menyunggingkan senyum jahat.

"Hai Ness... bagaimana hubunganmu dengan Mr. Watson? Sudahkah kau berhubungan dengannya?" Goda Audrey ketika Vanessa membersihkan meja di dekat meja kasir yang diduduki Audrey.

"Tidak, mungkin dia sedang sibuk." Balas Vanessa yang masih sibuk membersihkan meja sebelum kafe dibuka.

"Sibuk dengan gadis lain maksudmu?" Audrey tersenyum jahat, memainkan sebelah alisnya yang terukir rapi.

Seketika Vanessa terdiam, ia tak menjawab juga tak ingin melihat Audrey. Vanessa terlalu lemah dalam urusan perasaan, terlebih dengan Mr. Watson. Dan ia tidak ingin membebani pikirannya dengan pertanyaan Audrey barusan, lagipula ia hanya pemuas nafsu Mr. Watson. Bukan urusannya kalau Mr. Watson sedang bersama gadis lain atau tidak, Vanessa berusaha mematuhi kontrak yang dibuat pria itu.

Tak lama kemudian, Mr. Clark membuka kafe. Beberapa pengunjung memasuki kedai kopi tersebut dan dengan sigap Vanessa melayani mereka semua. Audrey tersenyum puas, ia bangga setelah mempermainkan perasaan Vanessa yang terlalu lemah karena Mr. Watson.

"Hey, jangan terlalu dipikirkan. Aku hanya bercanda..." ucap Audrey saat ia mengantar pesanan seseorang dan melewati meja kasir.

"Ya Audrey, aku tahu.. aku hanya berusaha bersikap netral, kau tahu kan bagaimana perasaanku?" Kata Vanessa, Audrey mengangguk. Senang rasanya bisa mengetahui masalah orang lain dan bersikap baik meski di dalam hati Audrey ingin menjauhkan gadis itu dari Mr. Watson.

"Kau tahu aku selalu mendukungmu." Kata Audrey tersenyum seraya memegang tangan Vanessa, dibalas senyuman tulus dari gadis itu. Well, beberapa orang pernah berkata. Jika musuh terburuk di dalam hidup ini bukanlah orang jauh, melainkan orang-orang terdekat. Dan kesalahan Vanessa adalah ia terlalu terbuka mengenai hidup dan perasaannya kepada orang lain, meski orang itu adalah sahabatnya sendiri.

Serigala yang mengaku sebagai sahabat...

Pada saat jam istirahat, Audrey pun senantiasa mendengarkan keluh kesah Vanessa. Memasang wajah ramah tidak seperti biasanya, kebaikan Audrey terlihat berlebihan. Seseorang yang seolah memperlihatkan kebaikannya adalah seseorang yang tidak benar-benar tulus, tidak seperti Audrey yang dulu.

Mendengarkan kisah pilu sahabatnya seolah ia adalah pendengar yang baik, namun dia hanya menjadi pendengar karena ingin mengetahui masalah sahabatnya. Bukan karena ingin membantu memecahkan masalah, tapi hanya ingin tahu.

"Lalu, saat kau siap berhubungan dengannya. Apakah kau juga benar-benar siap melepas gelar perawanmu, Ness?" Tanya Audrey penasaran, ingin tahu seberapa dalam perasaan Vanessa terhadap Mr. Watson, dan setelah Audrey mengetahuinya, ia akan menyusun rencana.

"Ya, aku siap Audrey..." ujar Vanessa dengan mantap, seolah-olah gadis itu telah yakin dan tidak bimbang seperti hari-hari kemarin. Semakin membuat hati Audrey kian memanas.

"Lalu, bagaimana jika ternyata Mr. Watson tidak hanya memiliki kontrak denganmu?"

Lagi-lagi Vanessa terdiam, Audrey memang pandai memainkan lidahnya guna memperkeruh hati Audrey. Namun Vanessa kembali ke pemikiran awal, dan itupun atas ajaran Audrey.

"Semua ini hanya bisnis, Drey. Aku menghormati kontrak yang ia buat dengan tidak mencampuri urusannya." Balas Vanessa, meski di dalam hati Vanessa merasa iri jika ada gadis lain yang ikut menyenangkan Mr. Watson.

Tak lama kemudian, sebuah limousin memasuki parkiran kedai kopi milik Mr. Clark. Vanessa dan Audrey sama-sama terkejut, mereka tahu kendaraan mewah itu milik siapa.

Bak tersambar petir di siang bolong, Mr. Watson sudah lama tak muncul di kafe milik Mr. Clark. Tapi hari ini, pria itu terlihat lebih segar dari biasanya. Lebih tampan dan lebih.... panas...

Terutama bahu besar yang tertutup kaos ketat.

"Apa dia tidak bekerja hari ini?" Ujar Vanessa perlahan, ketika keduanya masih menatap takjub ke arah pria yang umurnya sudah tidak muda lagi itu.

"Entahlah, kau jaga kasir ya..." tukas Audrey, seketika langkahnya maju membuka pintu ketika Mr. Watson memasuki kafe.

Vanessa menaikan sebelah alisnya, melihat Audrey melenggang anggun ke arah Mr. Watson dan tersenyum ke arah pria itu.

Sedikit menyipitkan kedua matanya, Vanessa menyadari kejanggalan yang ditunjukan oleh Audrey. Audrey memang jalang, Vanessa akui itu. Tapi semakin lama, gadis itu semakin menganggapnya sebagai saingan. Untuk mendapatkan uang atau hanya seks dari Mr. Watson, entahlah... semua gadis memang sangat menggilai pria tua itu.

Dengan senyum ramah, Audrey menarik kursi di samping Vanessa yang masih berdiri di tempatnya saat ini. Namun Mr. Watson tak urung duduk di sana dan malah memesan segelas kopi kegemarannya seperti biasa.

"Aku akan mengambilkan pesananmu Mr. Watson..." ucap Audrey dengan suara manja, entah ini sebuah kesengajaan atau bukan. Tapi Audrey tidak pernah semenjijikan itu jika di hadapan Mr. Watson.

Sementara pria itu, akhirnya menatap Vanessa yang berdiri mematung.

"Dan kau... malam ini ikut ke rumah ku!" Titah pria itu.

***

To be continue

22 Juli 2020

Dating His FatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang