20. Decision

6.8K 421 18
                                    

Saat Leonard mengambil sebuah keputusan...

Meskipun itu salah di mata orang lain, ia akan tetap mengambilnya. Beberapa orang berpikir bahwa ia hanya pria kesepian yang ditinggal mati oleh mendiang istri. Ya, itu benar. Tapi yang sebenarnya terjadi saat ini adalah ia memiliki sebuah candu yang baru, pada gadis belia, anak kecil, entahlah. Leonard tidak dapat mendeskripsikan gadis itu.

Jemarinya membuka pintu, saat ia memasuki kafe yang sudah seperti rumah kedua baginya semua mata melirik ke arah Leonard. Terutama para wanita dan gadis-gadis pelayan cafe yang melihat tubuh besar itu terbungkus kemeja yang rapih, Leonard sedikit risih ketika terus dipandang seperti itu. Seolah ia adalah pria penari striptis yang biasa menggoda wanita.

Tidak!

Leonard kemari bukan untuk menarik perhatian siapapun karena ia tidak membutuhkan hal itu, ia kemari hanya untuk berbicara serius dengan Clark. Sahabat lamanya, bukan untuk berbicara soal kopi pria itu yang begitu nikmat. Tapi seperti berbicara sebagai pria dewasa.

Yang meminta anak gadisnya...

Tok... tok... tok...

"Masuk!"

Leonard membuka pintu, pria gendut yang umurnya sama sepertinya itu duduk di meja kerjanya dengan aroma kopi menguar wangi di setiap sudut ruangan. Sepertinya Clark terkejut dengan kedatangan Leonard secara langsung menemuinya di ruangan pribadi Clark. Terlihat dari sudut alis pria itu yang sedikit terlipat.

"Kemari untuk memesan kopi lagi?" Tanya Clark.

Leonard menghembuskan nafas kasar, menarik kursi dan duduk berseberangan dengan Clark. Bersandar di sana dengan raut wajah sedikit gelisah, Leonard tidak tahu harus memulai dari mana. Namun ia harus segera mengatakan hal ini sebelum terjadi masalah antara dirinya dan Clark, karena Vanessa.

"Berbicara soal kopi, kau tahu aku sangat menyukai kopimu Clark. Sangat membuatku candu, tapi kau tahu apa lagi yang membuatku candu akan tempat ini? Pelayanmu." Ujar Leonard, Clark menyunggingkan senyum setelah mendengar hal itu. Pria gendut itu lalu berdiri dan menuangkan kopi panas ke dalam dua cangkir.

"Mungkin kopi ini bisa membuatmu sedikit rileks, aku sangat paham dengan tempat kecil ini Leo. Dan aku sangat paham kenapa orang-orang datang kemari setiap harinya..."

"...anak-anak muda yang sekedar menngobrol, wanita karir yang menyukai rasa kopi, hingga pria putus asa yang ku pikir tidak akan pernah bangkit dari kematian istrinya." Ujar Clark, pria itu ramah dan bijaksana. Leonard sempat berandai bisa menjadi seperti Clark, hidupnya yang santai tidak seperti Leonard yang memiliki ambisi tinggi.

"Tapi, setelah melihat gelagat anehmu dan gadis itu. Aku menyadari satu hal..."

"Leon, aku paham dia memiliki masalah keuangan semenjak kepergian orang tuanya. Dan aku paham kalian berdua hanya mencari sebuah pelampiasan atas kehilangan orang-orang yang kalian cintai, tapi Leon..."

"...dia hanya anak kecil, yang tidak pantas melakukan hal seperti itu." Jelas Clark panjang lebar, asap kopi mengudara menerpa wajah Leon yang datar menatap ke arah Clark. Pria gendut itu secara tidak langsung berbicara seolah ia tidak menyetujui hubungannya dengan Vanessa.

Padahal di sisi lain, Vanessa bukan hanya sekedar pelampiasan. Leonard tidak tahu, mengapa gadis itu membuatnya terus memikirkannya selalu.

"Tapi Clark-"

"Tidak Leon! Kau harus segera bangkit dari keterpurukan, ketika istrimu telah pergi bukan berarti kau harus menghancurkan martabat gadis belia yang tidak mengerti apapun seperti Vanessa!" Cecar Clark, ia telah berusaha baik kepada Leon. Meskipun pria itu adalah sahabatnya sendiri namun Leon harus berpikir jernih, Vanessa memiliki masa depan. Gadis itu bisa saja menemukan pria yang bertanggung jawab dan membahagiakannya, bukan seperti Leon yang memberikan banyak harta benda namun tidak mengerti bagaimana caranya memperlakukan wanita dengan baik.

Brak!

"Dengan atau tanpa ijinmu, aku telah mengambil Vanessa. Kau beruntung aku masih berbaik hati menyampaikan hal ini padamu, mulai hari ini Vanessa berhenti bekerja di sini!" Leonard menggebrak meja, ia segera keluar dari ruangan Clark meski Clark terus memanggil Leon dan melarang pria itu.

Clark hanya bisa menghembuskan nafas panjang, berharap semoga ini bukan awal dari kehancuran gadis itu. Menjadi simpanan pria tua yang kaya kelihatannya adalah hal yang menyenangkan, namun setelah semuanya berakhir akan menjadi malapetaka dan kesedihan yang tidak mudah berakhir. Clark sering melihat hal ini, gadis muda yang ditinggal oleh Sugar Daddy mereka menjadi gelandangan, dan yang lebih parah mereka akan menggugurkan kandungan mereka. Tragis, tapi seperti itulah kehidupan.

Clark lalu menutup kembali pintu ruangannya, ia sudah berjanji kepada Adam Smith untuk menjaga putri kandungnya. Namun hari ini ia melanggar janji tersebut karena ambisi Leonard.

Tapi jika Vanessa butuh tempat untuk bernaung, pintu kafe masih terbuka lebar untuk gadis itu.

Sementara tak jauh dari ruangan Clark, Audrey mendengar semuanya. Tubuhnya merosot ke lantai, Mr. Watson benar-benar telah memilih gadis itu dari pada dirinya.

Segila itukah Mr. Watson pada Vanessa?

Apa yang membuat gadis itu istimewa?

...

Cekle...

"Maaf, ada yang bisa kubantu?" Ujar Vanessa kepada seseorang.

Pagi ini rumah baru yang diberikan oleh Mr. Watson padanya diketuk beberapa kali oleh seseorang, Vanessa berpikir itu adalah Mr. Watson. Namun pria itu memiliki kunci cadangan, jadi tidak mungkin jika Mr. Watson mengetuk pintu rumah terlebih dahulu. Mengingat pria itu yang memiliki rumah ini.

Dan saat Vanessa membuka pintu, seorang pria muda yang tampan dengan postur tubuh tinggi berdiri di depannya. Netra kecoklatan yang indah menatap Vanessa dari ujung kepala hingga kaki, dengan warna rambut yang senada. Kaos oblong serta celana jeans, Vanessa dapat menilai jika pria itu memiliki umur yang sama dengannya. Meskipun wajah pria itu sangat mirip dengan Mr. Watson.

"Oh, maafkan aku... ku pikir rumah ini masih kosong." Ujar pria itu, Vanessa hanya mengangguk. Ia tidak tahu harus berkata apa sebab Vanessa tidak mengerti asal usul rumah ini.

"Aku tidak tahu jika akhirnya rumah ini terjual juga, kau baru di sini?" Tanya pria itu, Vanessa masih tak bergeming. Mencari jawaban dan lagi ia masih bertanya-tanya siapa pria yang memiliki suara halus dan lembut ini.

"Perkenalkan, namaku Nathan..." ujar pria yang akhirnya Vanessa ketahui bernama Nathan tersebut seraya mengulurkan jemarinya. Sangat ramah, sangat baik dan sangat tampan. Vanessa bahkan tidak yakin jika di kota ini masih ada orang yang baik dan ramah selain Mr. Clark.

Senyum yang ditunjukan Nathan sangat tulus, Vanessa tidak pernah melihat senyum seperti ini semenjak Ayahnya meninggalkan dirinya untuk selamanya.

Meski ragu, akhirnya Vanessa membalas uluran tangan Nathan.

Terasa hangat.

"Vanessa..." ujarnya, pria itu membalasnya dengan senyuman. Senyuman yang sangat mirip dengan senyuman Mr. Watson.




***

To be continue

4 Agustus 2020

Dating His FatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang