Seorang pria duduk di meja bar, kedua tangannya menggenggam gelas berisi minuman dengan kadar alkohol yang tinggi. Mengenakan kemeja berwarna biru yang sangat pas membalut tubuh kekarnya, terutama bahu besar miliknya. Leonard menghabiskan setiap malam berada di bar seusai pulang bekerja, menegak alkohol dan pulang ke rumah dalam keadaan mabuk.
Rutinitas Leonard berubah semenjak bertemu dengan gadis itu. Leon adalah pecinta kopi, biasanya pulang bekerja ia akan duduk di kafe milik temannya dan menikmati kopi paling lezat yang pernah ia cicipi. Sayang sekali jika di kafe tersebut ada sesuatu yang mengganggu pikirannya, sebuah candu yang sama ketika ia ingin mencicipi segelas kopi.
Ia ingin mencicipi Vanessa...
Tapi seperti ada banyak hal yang menggagalkan keinginan Leonard untuk dapat mencicipinya. Mulai dari rasa kekagumannya pada gadis itu, hingga kesalahan-kesalahan kecil yang kerap dilakukan Vanessa. Leon paham jika Vanessa masih belia, gadis itu masih labil dan tidak dapat menahan gairahnya yang begitu energik.
Leon sampai putus asa, ia bukan pria hidung belang suka menggagahi anak kecil seperti Vanessa. Ia bahkan tidak tahu harus memulai dari mana, membelikan gadis itu lolipop? Kau bercanda!
Leon menghusap kasar wajahnya sendiri, selama bertemu dengan Vanessa ia sama sekali belum pernah mengencani satu wanita pun, apalagi meniduri mereka.
Leon adalah pria dewasa yang normal, gairah dan keinginannya sewaktu-waktu dapat muncul. Kini Leon memiliki seorang gadis yang bisa ia pergunakan kapan saja sesuai keinginan karena sudah terikat dengan kontrak yang ia buat sendiri. Tapi mengapa di dalam hatinya ia masih ragu untuk melakukannya? Takdirkah? Atau Leon memang benar-benar tak tega menyakiti tubuh mungil yang halus bak porselen tersebut dengan gaya bercintanya yang terbilang kasar sekaligus menyimpang.
Di sisi lain, Leon juga tidak ingin menyalurkan nafsu birahinya kepada wanita lain. Seperti halnya, wanita-wanita yang ada di dalam bar ini yang mencuri pandang ke arahnya. Tidak, Leon tidak tertarik.
Sepertinya Leon tidak memiliki ketertarikan terhadap hal lama dan malah memiliki candu yang baru, kepada Vanessa.
"Mr. Watson!" Seruan seseorang memanggil nama belakang Leon, mendengar suara gadis ia lalu berbalik dan mendapati gadis cantik berdiri di sebelahnya dengan ekspresi terkejut.
"Ahh, Audrey..." sapa Leon, gadis itu mendekat ke arahnya. Leon masih duduk di kursi dan gadis itu menenteng tas di bahu kirinya, seperti selesai berbelanja.
"Apa yang kau lakukan di sini Audrey? Ini sudah larut malam." Tukas Leon.
"Well, kau tahu... girls night..." balas Audrey seraya tersenyum lebar dan menarik kursi tepat di sebelah Mr. Watson. Padahal di dalam hati Audrey berdecak, bahwa ia baru saja menghabiskan uang Mr. Watson dengan Vanessa. Dan si pemilik uang tersebut secara tiba-tiba bertemu dengannya saat Audrey ingin menyendiri.
"Bagaimana denganmu Mr. Watson, beralih dari kopi ke minuman alkohol. Apa kau baik-baik saja?" Tanya Audrey, gadis itu menyibak rambut pirangnya ke belakang bahu. Memperlihatkan lekukan leher jenjang dan dadanya yang menantang, rambut pirang mengingatkan Leonard akan Vanessa. Namun Audrey memiliki rambut pirang yang lurus, sedangkan Vanessa bergelombang di bagian ujungnya.
Leonard hampir kehilangan kewarasannya saat ini...
"Ya, alkohol ternyata lebih baik dari kopi." Jawab Leonard, ia sama sekali tidak tahu apa yang ia katakan. Karena pengaruh alkohol yang sudah menemaninya berjam-jam duduk di dalam bar, dan Audrey bisa melihat wajah dan kedua mata Mr. Watson mulai memerah.
Sebenarnya, Audrey tidak perduli dengan orang tua ini selain kenyataan bahwa Mr. Watson meliliki banyak uang. Audrey tipe gadis yang cuek seperti, 'tidak memiliki banyak uang, tidak akan kuhiraukan'.
Namun, malam ini ia khawatir dengan keadaan Mr. Watson. Dan cerita yang Audrey dengar dari Vanessa, sepertinya hubungan keduanya tidak terlihat baik.
"Mr. Watson dimana kunci mobilmu?" Tanya Audrey.
"Oh, jangan khawatir aku kemari ditemani sopir pribadi." Balas pria itu, meskipun begitu Audrey tetap saja khawatir.
Mr. Watson sempat mengernyit bingung ketika Audrey tiba-tiba saja meninggalkannya dan pergi keluar bar, namun sebenarnya yang ia lakukan adalah mencari sopir pribadi Mr. Watson dan berusaha membawa pria itu pulang ke rumahnya. Keadaan Mr. Watson sepertinya tidak baik dan sopir pribadi Mr. Watson menyetujuinya.
Meskipun Mr. Watson, Audrey dan sopir pribadinya sempat beragumen, akhirnya Mr. Watson mengalah dan memilih untuk pulang dari pada menimbulkan keributan di dalam bar. Dari yang Audrey lihat Mr. Watson benar-benar mabuk, cara berjalannya sempoyongan. Tidak seperti biasanya pria itu memiliki kharisma dan wibawa yang khas saat berjalan.
"Kau ikut?" Tanya Mr. Watson saat pria itu telah menduduki jok bagian belakang, Audrey sempat menolak. Namun ia ingin memastikan Mr. Watson baik-baik saja, dan akhirnya Audrey memasuki mobil Mr. Watson duduk di samping pria itu.
Sepanjang perjalanan Mr. Watson mulai meracau tak jelas, berbicara soal gedung-gedung pencakar langit yang mereka lewati. Dan memprotes tentang laju kendaraan yang dikendarai oleh sopir pribadinya sendiri, Audrey menggelengkan kepalanya terheran. Mr. Watson bisa saja memukul sopir pribadinya jika keadaannya semabuk ini.
Pria itu mabuk dalam keadaan tenang, tapi siapa sangka ketenangannya dapat mengganggu orang lain dengan berbagai kalimat yang pedas dan tidak senonoh. Sangat berbanding terbalik dengan Mr. Watson yang biasanya selalu tegas dan berwibawa.
Audrey membantu membawa barang-barang Mr. Watson saat sopir membantu pria itu untuk berjalan, memasuki rumah megah kedua mata Audrey hampir terbelalak melihatnya. Kamar Mr. Watson terletak di lantai satu, sangat luas meski terlihat simpel untuk ukuran pria kaya raya sepertinya.
"Kau mau kuantar pulang nona?" Tanya si sopir.
"Tidak, terimakasih. Aku bisa pulang sendiri..." jawab Audrey, sopir itu langsung pergi begitu saja setelah itu. Audrey meletakan barang-barang Mr. Watson di atas meja, seperti jas kerja dan kopernya. Setelah itu ia akan pergi.
"Audrey!" Seru Mr. Watson, Audrey terdiam sejenak. Pria itu terbaring lemah di atas ranjangnya akibat alkohol, dan Audrey paham betul ketika seseorang mabuk pasti akan melakukan sesuatu hal yang mengerikan. Bisa saja Mr. Watson memperkosanya saat ini juga.
"Aku akan pulang sekarang juga Mr. Watson." Balas Audrey.
"Tidak, jangan Ness... aku akan membayarmu." Tukas Leonard, Audrey mengernyit heran. Mr. Watson menyebut nama Vanessa meski ia tergiur dengan bayaran, Audrey berpikir beberapa saat. Hingga akhirnya, ia memutuskan menutup pintu kamar Mr. Watson dan berjalan perlahan menuju pria itu sambil menjatuhkan tas serta melepaskan mini dressnya.
"Berjanjilah padaku kau akan membayarku seperti Vanessa, Master Watson yang terhormat..."
***
To be continue
8 Juli 2020
Warning ⛔
Next chap adegan dewasa
![](https://img.wattpad.com/cover/195380857-288-k477830.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Dating His Father
RomanceBertemu dengan seorang Sugar Daddy yang mengikat kehidupan Vanessa dengan sebuah kontrak bukanlah hal yang mudah, awal dari keinginan untuk dapat hidup terjamin dengan cara yang cepat karena tekanan kehidupan di kota yang keras ternyata membawa Vane...