28. New Addiction

8.4K 417 13
                                    

Ketika hari mulai larut, semua kegiatan yang ada di muka bumi terhenti sementara untuk beristirahat. Meskipun kegelapan mendominasi seluruh tempat, tapi sinar rembulan yang terlihat sangat cantik mampu memberikan sedikit cahaya untuk menyinari sekelilingnya. Angin malam yang dingin membuat tubuh membeku, hanya kehangatan yang mampu mencairkan segala kengerian malam yang mencekam.

Ketika semua orang tertidur lelap mengistirahatkan tubuh, namun tidak bagi sebagian orang yang memiliki hasrat berbeda ketika jam telah menunjukan tengah malam. Ketika aura dingin menembus kulit, ketika kegelapan mampu membuat gairah naik ke permukaan dan memberikan reaksi yang berbeda terhadap setiap jengkal tubuh. Dan hanya sinar rembulan yang mampu memperlihatkan tubuh erotis tersebut menggeliat di bawah kegelapan.

Di saat jemari besar mulai menyibakan kain yang menempel di tubuh sintal yang hanya bisa terdiam dan bergerak jika diperintahkan, menikmati setiap sentuhan yang telah lama ia tunggu. Degub jantungnya tak karuan, bukan karena gugup karena ia harus menerima perlakuan erotis dari pria yang ia kagumi sedari dulu, namun khawatir jika pria itu akan menghentikan permainan di saat dirinya sudah terlanjur dilanda gairah, seperti yang sudah-sudah terjadi.

Vanessa melenguh, merasakan kecupan di bahunya yang terbuka serta remasan di pinggul. Namun dengan sigap Leonard membalikan tubuhnya sehingga berhadapan langsung dengan pria yang membuat tubuhnya panas saat ini.

Leonard membekap bibir Vanessa menggunakan jemarinya, berbisik di telinganya agar tidak menimbulkan suara yang dapat terdengar oleh orang lain. Meskipun Vanessa ragu rumah sebesar ini suara dapat terdengar, setelah itu bibir Leonard bermain di telinga dan lekuk leher Vanessa. Memberikan kecupan basah yang menyebabkan geli di sekitarnya.

Bagaimana mungkin Vanessa dapat menahan desahannya jika diperlakukan seperti ini, sentuhan Leonard membuat Vanessa ingin berteriak nikmat dan meminta ingin diperlakukan lebih. Vanessa ingin Leonard memperdalam kecupan di lehernya, namun saat tangan Vanessa ingin menggapai tengkuk leher pria itu, Leonard menangkap kedua tangannya dan menahannya di belakang tubuh Vanessa.

Dan gadis itu pikir, ini hanya bagian dari permainan. Namun Leonard melakukan hal itu karena ia tidak ingin tubuhnya disentuh oleh siapapun. Vanessa terpekik, saat Leonard menjatuhkan tubuhnya ke atas ranjang dengan sekali dorongan. Membiarkan tubuh tanpa sehelai benang itu tereskpos sempurna di bawahnya, meski dalam kegelapan Leonard dapat melihat tubuh Vanessa sedikit menggeliat di bawah pantulan sinar rembulan.

Benar-benar indah, pikir Leonard.
Ia pikir gadis remaja tidak semenggairahkan ini, namun ia salah ketika bertemu dengan gadis yang dulu selalu mencuri pandang kepadanya.

"Buka kakimu!" Titah Leonard, Vanessa mengernyit. Ia tidak mengerti, namun pria itu berkata demikian dan Vanessa sudah terbakar gairah karena sudah terlalu lama tubuhnya dipermainkan oleh Leonard.

Saat Vanessa membuka kedua kakinya, Leonard hampir tidak dapat bergerak. Seluruh tubuhnya seakan tertuju pada satu arah yang membuyarkan pikirannya, nafasnya naik turun, sungguh ia tidak dapat menahan sesuatu yang ingin meledak hanya karena gadis belia yang masih sangat... merah jambu.

"Mainkan dirimu!" Kata Leonard, lagi-lagi Vanessa bingung.

"Mainkan seperti saat kau menungguku di rumah kayu!" Katanya lagi, Vanessa sedikit malu karena Leonard ternyata tahu bahwa saat itu ia memainkan dirinya sendiri karena pria itu tak kunjung datang. Dengan wajah memerah, Vanessa mengarahkan jemarinya.

Menggigit bibirnya sendiri karena tak kuasa menahan malu sekaligus nikmat, memainkan miliknya sendiri dan diperhatikan oleh pria itu adalah hal yang benar-benar gila. Vanessa tak habis pikir Leonard akan melakukan hal itu padanya, namun semakin Vanessa memainkan miliknya sendiri tubuhnya semakin terbakar gairah. Dan semakin Vanessa menggeliat, Leonard tersenyum puas melihatnya.

Melihat gadis itu mendongakan kepala seraya menahan desahannya, pemandangan yang sangat indah baginya. Leonard bahkan tidak tahu apakah ia mampu menahan dirinya sendiri atau malah akan terjerumus di atas peraduan bersama gadis itu. Karena Leonard khawatir akan menyakiti Vanessa dengan gaya bercintanya yang terbilang tak wajar. Dan Vanessa masih baru dalam urusan seks.

"Mr. Watson...?!"

Seketika lamunan Leonard buyar, mendengar suara merdu gadis itu memanggil namanya di saat klimaksnya hampir tercapai.

"Ya...?" Sahut Leonard, kali pertama Vanessa mendengar suara pria itu begitu lembut karena gairah yang menggebu. Seolah menunggu pelepasan Vanessa sekarang juga, dan Vanessa senang mendengar suara lembut Leonard yang jarang sekali terdengar.

"Mau pipis..."

Leonard menyunggingkan senyum lebar, menggemaskan. Gadis itu bahkan tidak mengerti jika dirinya akan mencapai klimaks sebentar lagi, ia hanya merasakan nikmat dan sesuatu ingin keluar dari dalam tubuhnya. Dan Vanessa mengartikan hal itu sama seperti membuang air seni.

"Mau kubantu?" Tanya Leonard, Vanessa sedikit ragu bercampur malu.

Namun belum sempat Vanessa meng-iyakan hal itu, tubuh Leonard sedikit membungkuk. Lututnya tertumpu di atas ranjang dan jemarinya mulai menyentuh Vanessa.

"Kau sangat basah, babygirl..." bisik Leonard, sentuhan pertama membuat kepala Vanessa lagi-lagi mendongak nikmat. Jemari besar dan kasar serta wajah Leonard yang begitu bergairah membuat Vanessa tak sadar jika ia semakin melebarkan kedua kakinya.

Leonard makin menggila menyadari hal itu, Vanessa menggeliat di bawahnya hanya dengan sedikit sentuhan dan perintah. Tak pernah semenarik ini bermain dengan seorang wanita, tak pernah secandu ini. Leonard seolah ingin memakan Vanessa malam ini juga, meski dalam hatinya ia berusaha keras untuk menahannya agar tak menyakiti gadis itu.

Dan pada akhirnya, Vanessa mencapai klimaks setelah meneriakan nama Leonard tanpa embel-embel 'Watson' lagi. Gadis itu benar-benar mencapai gairah yang telah lama ia tunggu bersama Leonard, tanpa jeda seperti yang biasa pria itu lakukan. Tubuh sintalnya basah oleh peluh.

Dadanya terlihat naik turun karena pelepasannya yang sangat banyak hingga membanjiri jemari besar Leonard, pria itu hanya menyeringai puas. Puas ketika sudah membuat gadis itu merasakan nikmat karenanya, kedua mata Vanessa tertutup. Tubuhnya lemas namun saat Leonard mendaratkan kecupan di antara bagian dada dan leher, Vanessa kembali membuka kedua matanya.

Tepat di atasnya, pria itu menyunggingkan senyum. Senyum yang jarang sekali ditunjukan oleh Leonard di sela wajahnya yang selau datar tanpa ekspresi.

"Kau bahagia Mr. Watson?" Tanya Vanessa, pria itu mengangguk.

"Cara membuatku bahagia tidak sulit bukan?" Tanyanya, Vanessa balik mengangguk, kini ia paham.

Di sela keringat Vanessa, Leonard mengecup dahi gadis itu. Memberikan relaksasi kepada Vanessa agar lebih nyaman saat Leonard melancarkan aksinya, ia harus lebih lembut di saat kali pertama bagi Vanessa. Karena tentu saja ia tidak ingin gadis itu terkejut dan berakhir takut hingga meninggalkan dirinya, walaupun ia tahu Vanessa tidak akan mungkin memiliki kekuatan untuk meninggalkan Leonard.

Leonard hanya ingin momen pertama yang dirasakan Vanessa dapat membangunkan semangat gadis itu pasal seks, gairah Vanessa ternyata lebih liar di balik wajah polosnya. Dan Leonard ingin sekali menjelajahi hal itu sedikit demi sedikit.

Tak lama kemudian, Vanessa merasakan ngilu di sekitar selangkangannya. Ketika ia melihat ke arah Leonard, pria itu hanya menyunggingkan senyum.







***

To be continue

29 September 2020


***

Baru pemanasan 👀

Dating His FatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang