"Ness, kau terlambat sarapan pagi." Ujar Nathan, Vanessa terdiam bingung.
"Sarapan? Di meja makan?" Tanyanya, baru saja ia selesai memberi arahan kepada beberapa maid untuk membersihkan rumah dan menata perabotan agar terlihat sedikit berbeda.
"Tentu saja, ayo!" Nathan menarik lengan Vanessa.
Pagi ini ia dikejutkan dengan ketukan pintu di kamarnya, dan pria yang selalu tampan dengan senyum manis itu sudah berada di hadapan Vanessa dengan setelan kerja rapi. Tidak seperti biasanya, Nathan akan mengenakan kaos santai atau celana jeans. Tapi hari ini, pria itu mengenakan setelan kantor yang rapi dengan sepatu mengkilap.
Vanessa menilai Nathan cukup tampan mengenakan setelan yang mirip seperti milik Mr. Watson, hanya saja ia belum terbiasa dengan perubahan Nathan. Bagaimanapun, Vanessa turut bahagia dengan keputusan Nathan dan berbaikan dengan Ayahnya. Mr. Watson...
Pria itu sudah duduk rapi di meja makan dengan sarapan dan koran pagi, jam tangan bermerk melingkar di antara pergelangan tangan yang berurat dan terlihat keras. Vanessa melihat tangan dan jemari yang entah mengapa terlihat menggiurkan dari pada sarapan yang telah tersaji di atas meja makan.
Vanessa menundukan wajah, saat Mr. Watson menyadari dirinya terus memerhatikan pria itu. Perasaan kikuk semakin menjadi ketika Vanessa yang memiliki pekerjaan sebagai kepala maid namun harus duduk di meja makan bersama pemilik rumah, ia rasa ini bukan hal yang lumrah. Ingin bertanya kepada Nathan, namun ia tak ingin mengganggu suasana pagi yang tenang dan damai ini. Apalagi mengingat tempramen Mr. Watson yang buruk.
"Anggap saja kau bagian dari keluarga, selagi Daddy mengijinkannnya itu tidak masalah." Ujar Nathan yang paham kegelisahan Vanessa.
Sementara gadis itu hanya mengangguk, di rumah ini ia tak bisa merasa bebas seperti di rumahnya yang dulu atau di kafe tempat ia bekerja. Semakin dirinya berdekatan dengan Mr. Watson, pergerakannya semakin sempit. Walaupun dalam hati Vanessa menyukai hal yang dapat membuat hidupnya merasa terhimpit dan hanya Mr. Watson yang dapat mengendalikan hidupnya.
Ini bukan soal materi lagi, tapi tentang gairah yang mengganjal di leher dan ingin segera dituntaskan...
"Ayo Nate..." ujar Mr. Watson, pria itu terlihat sangat bersemangat karena anak laki-laki semata wayangnya akhirnya memutuskan untuk bergabung dengannya. Ini adalah hari pertama Nathan bekerja, sekaligus awal yang baru bagi kehidupan mereka berdua.
Tak pernah terbesit di benak Leonard ia akan seakrab ini dengan Nathan semenjak kepergian istrinya, harusnya ia berterimakasih pada apapun yang telah dilakukan Vanessa terhadap Nathan. Namun lagi-lagi rasa egois dan kesombongan Leonard begitu tinggi, ia melewati Vanessa begitu saja seusai menyambar jas dan tas kerja yang tergeletak di atas meja makan.
Seolah menganggap tak ada gadis itu duduk di meja makan, bebeda sekali dengan sikap Nathan yang selalu baik dan ramah padanya. Nathan bahkan sempat pamit sebelum pergi kepada Vanessa, Nathan tidak pernah memperlakukan Vanessa seperti maid yang lain, lebih seperti sahabat.
"Selamat bekerja di hari pertama..." ujar Vanessa seraya membenarkan setelan kerja pria itu.
Leonard yang sempat melirik hal itu hanya bisa mendengus kesal, "ayolah Nate, Daddy ingin memperkenalkanmu ke semua staff dan kepala divisi!" Seru Leonard, Nathan segera menyusul Ayahnya. Saat itu juga Vanessa melihat lirikan tajam dari Leonard seolah memperingatkan Vanessa akan sebuah hal.
Hari ini Nathan meminta Vanessa mendekor ulang rumah besar ini, agar tidak terlihat suram dan sepi. Dibantu beberapa maid, Vanessa tidak bisa diam begitu saja dan hanya memberi arahan. Vanessa ingin ikut bergerak dan tentu saja hal tersebut membuat maid lainnya senang.
Membiarkan pajangan gambar dan foto tetap menempel di dinding, Vanessa hanya mengubah cat warna rumah serta mengganti perabotan yang lama, sesuai dengan keinginan Nathan. Seharian bergumul dengan debu dan keringat, Vanessa merasa pekerjaannya lebih berarti seperti ini dari pada harus menjual tubuhnya kepada Mr. Watson. Walaupun nasi sudah menjadi bubur, dan ia tidak dapat mengelak pesona pria yang sudah berkepala empat tersebut.
.
.
.
.Hari mulai senja, kendaraan roda empat milik Mr. Watson baru saja terparkir manis di halaman rumahnya. Kedua pria itu terlihat bahagia seraya bersenda gurau membicarakan soal pekerjaan, hal yang selalu dinanti-nanti oleh Leonard sedari dulu akhirnya terlaksana juga.
Mereka berdua lebih memilih untuk makan malam di rumah, karena Nathan tidak sabar ingin bertemu dengan Vanessa. Namun saat mereka tiba di ruang makan, Nathan tak menemukan gadis itu.
"Dimana Vanessa?" Tanya Nathan kepada seorang maid yang tengah menyiapkan makan malam.
"Vanessa sedang beristirahat, dia sangat kelelahan. Seharian ini membantu mendekor ulang..." ujar maid tersebut, wajah Nathan terlihat khawatir karena Vanessa yang harusnya tidak melakukan apapun, malah turut membantu. Dan itu sebabnya rumah ini terasa nyaman saat Nathan pulang, Vanessa mendekornya dengan baik.
Leonard yang mengerti kegelisahan Nathan segera mengajak anaknya untuk makan malam dan berkata untuk tidak mengganggu Vanessa yang sedang beristirahat. Nathan menyetujuinya, meski Leonard tak sungguh-sunguh dengan perkataannya tersebut.
Drrtt... Drrtt...
Vanessa membuka kedua matanya saat mendengar ponselnya bergetar, dengan malas ia mengambil benda mungil yang berada di atas nakas dan menggeser layarnya. Sebuah pesan masuk dari Mr. Watson, seketika kedua mata Vanessa membulat sempurna.
"Ke kamarku, sekarang!" Recieved.
Ia menarik nafas kasar, Mr. Watson seberani itu. Padahal Nathan sedang berada di rumah, dan maid berkeliaran di malam yang belum terlalu larut seperti ini. Namun seperti biasa, pria itu tidak suka dibantah.
"Baiklah, aku mandi dulu." Sent.
"Tidak usah mandi, biarlah tetap seperti itu!" Recieved.
Vanessa mengernyit bingung, ia masih berkeringat dan lengket setelah seharian bekerja.
"Pakai seragammu!" Recieved.
Melihat pesan tersebut seketika membuat Vanessa menggigit bibirnya, perlahan ia mengganti pakaian dengan seragam maid yang terasa kekecilan di tubuh sintalnya.
Saat keluar dari kamarnya dan menuju lantai atas, Vanessa mengendap. Khawatir jika seorang maid mendapatinya mengenakan seragam di malam hari seperti ini, belum lagi jika Nathan melihatnya.
Namun lagi-lagi Dewi Fortuna selalu berada di pihak Mr. Watson, Vanessa mengetuk pintu kamar pria itu. Kamar yang membuat Vanessa takut sekaligus penasaran untuk pertama kalinya, terdengar suara geraman dari dalam sana seolah memberi tanda bagi Vanessa untuk masuk ke dalam.
Ia menegak salivanya sendiri, memutar kenop pintu secara perlahan dan mendapati sebuah ruangan dengan aroma maskulin dengan lampu temaram.
Vanessa tidak dapat melihat secara pasti apa perabotan apa saja yang ada di dalam kamar itu, namun ia dapat melihat dengan jelas sebuah ranjang besar yang diterangi oleh lampu nakas yang minim penerangan.
Dan akhirnya seseorang menutup pintu kamar dan menguncinya setelah Vanessa masuk ke dalam sana beberapa langkah.
***
To be continue
22 September 2020
****
Author memang gemar mengulur waktu 👀
Next part adegan panas yg ada di prolog, hanya lebih rinci 🔥
KAMU SEDANG MEMBACA
Dating His Father
RomanceTersedia juga di platform Dreame (lengkap) Bertemu dengan seorang Sugar Daddy yang mengikat kehidupan Vanessa dengan sebuah kontrak bukanlah hal yang mudah, awal dari keinginan untuk dapat hidup terjamin dengan cara yang cepat karena tekanan kehidu...