Haeyoo! Apa kabar kalian? Bersyukur banget punya mood nulis yang datang lagi tiba-tiba, Haha..
Welcome to my second story! Semoga kalian suka sama cerita ini><
Happy Reading💕
—————————01. AWAL DARI SEMUA
“Jika memendam adalah kesalahan, lantas aku harus bagaimana? Rasanya bibir ini terkunci saat aku berada di dekatmu.”–Alena Gabriella.
BRUUUKKKK!!!!
Seorang anak futsal dengan nomor punggung 26 itu terjatuh. Dia meringis, sepertinya kakinya cedera.
“PMR! TOLONG TEMEN GUE!” teriak temannya pada seorang gadis yang memakai syal biru di lehernya. Pertanda bahwa dia adalah anak PMR. Lebih tepatnya, PMR Madya atau PMR yang masih duduk di bangku SMP.
Gadis itu berlari. “Kenapa?” tanyanya.
“Kayaknya kaki dia cedera. Tangannya juga luka,” jelas temannya.
Gadis itu berjongkok melihatnya. “Bentar, gue ambil P3K dulu. Kalo bisa, kalian bawa dulu dia ke sisi lapang.” saran gadis itu yang diangguki semua anak futsal lainnya. Kemudian, dia berlari lagi hendak ke UKS.
Sebelum dirinya pergi mengambil P3K, gadis itu berlari dulu kearah Ruang Guru. Kemudian bertemu dengan guru Olahraga yang sudah senior dalam mengobati cedera.
“Pak, boleh minta bantuannya sebentar?” tanya gadis itu.
“Oh boleh, kenapa?”
“Ada satu anak futsal di lapang yang kakinya cedera, Pak. Saya perlu bantuan Bapak buat nyembuhin dia,” ujarnya.
Guru Olahraga itu mengangguk. “Baiklah,”
Gadis itu tersenyum. "Terimakasih, Pak."
Dia berlari lagi kearah UKS untuk membawa P3K. Kemudian membawanya kearah lapangan kembali.
Dia mengobati luka di tangan anak laki-laki itu dengan baik. Dia tersenyum saat melihat luka itu sudah tertutup rapih. “Nanti, kamu bisa buka lagi aja hadsaplast nya. Tapi inget, kalo lukanya udah gak sedikit sakit. Kamu tinggal ganti sama yang baru. Takut kalo gak diganti, nanti membekas.” tuturnya.
Anak laki-laki itu tersenyum menyetujui. “Makasih,”
*****
Kelas XI-IPA1 merupakan kelas yang berisi murid-murid pintar. Termasuk satu gadis yang memiliki Name-tag di bajunya bertuliskan 'Alena Gabriella'. Gadis cantik dan pintar. Senyumnya yang manis, dan wajahnya yang agak sedikit bulat. Siapa yang tidak tertarik padanya? Namun entahlah, dia lebih memilih sendiri untuk saat ini.
Satu kertas yang digulung-gulung kecil itu tepat mengenai kepala Alena. Kertas itu jatuh ke bawah hingga tidak dirinya pedulikan. Satu detik, dua detik, tiga detik, datang lagi gumpalan kecil dari kertas yang mengenai kepalanya. Namun kali ini, kertas itu tidak jatuh ke bawah, tapi berada tepat di depannya.
Alena membuka kertas itu malas.
'Al, nomor 21 apaan?'
KAMU SEDANG MEMBACA
ALDRA
Teen FictionPada akhirnya, Alena benar-benar menepati janjinya untuk pulang dengan keadaan berbeda. Aldra tertawa karena dia tidak sempat mencintai gadis pengganggu itu. Pada akhirnya, seseorang akan selalu merasakan penyesalan hanya dengan kehilangan. Itu yan...