Part 4

11.4K 573 14
                                    

           'Jika seorang wanita menangis karena disakiti oleh seorang pria, maka setiap langkah pria tersebut dikutuk oleh Malaikat'
                * Ali Bin Abi Thalib *

                              🥀🥀🥀

19:00  WIB
   
          Akhirnya aku dan kak Afnan telah sampai dirumah yang telah disiapkan oleh kak Afnan, sungguh aku sangat takjub melihat rumah yang bak istana itu.

"Hmmm, ini kamar kamu," ucap kak Afnan sambil membuka pintu kamar itu, kami sekarang sudah berada dilantai dua rumah ini.

"Iya kak," ucapku

"Kalau yang disana kamar saya," ucapnya lagi sambil menunjuk kearah ruangan paling ujung.

"Jadi kita nggak sekamar," ucapku lirih seperti bisikan tapi masih bisa didengar oleh kak Afnan, sungguh sangat tajam pendengarannya suamiku ini sama seperti mata dan mulutnya itu, ehhh nggak boleh ngomong gitu, astaghfirullah.

"Ya nggak lah, nggak mau saya sekamar sama kamu," ucapnya dengan muka datarnya itu dan langsung berlalu pergi kekamarnya. Sungguh apakah kak Afnan tidak mengerti bagaimana perasaanku saat dia mengatakan hal-hal pedas itu?? Tak bisakah dia membuka hati untukku?? Air mataku telah jatuh bercucuran dipipiku ini, ya Allah sungguh bukan pernikahan yang seperti ini yang kuinginkan, tapi aku tak boleh menyerah karena ini masih awal dari perjalanan rumah tanggaku, aku percaya apapun yang Allah tetapkan untukku itulah yang terbaik dan aku yakin akan ada kebahagiaan yang menanti selepas kesedihan yang kurasakan ini, yang  harus kulakukan adalah mencairkan sikap  dingin kak Afnan padaku.

                             🥀🥀🥀

     Pukul 23:12 WIB aku terbangun dari tidurku karena kehausan. Tadi sehabis menangis aku langsung tertidur sampai akupun lupa untuk mengganti pakaianku. Sebelum turun kedapur untuk mengambil air minum, aku mengganti pakaianku dulu dengan baju tidur dengan menggunakan jilbab instan yang senada dengan baju tidur yang kukenakan, aku tak memakai cadarku karena kurasa kak Afnan telah tidur, lagian nggak papa juga kak Afnan lihat wajahku karena itu memang sudah haknya tapi dia tak pernah menyuruhku untuk membuka cadarku, Hmmm sungguh apakah dia tidak penasaran untuk melihat wajah istrinya ini?? Hanya Allah dan kak Afnan yang tahu.

*Didapur

        Akhirnya lega juga rasanya tenggorokan ini sehabis meminum air. Saat aku membalikkan badanku betapa kagetnya aku ternyata kak Afnan sudah berdiri disana dengan jarak yang sedikit jauh, dia terus menatapku tapi aku tak tahu apa arti tatapannya itu.

"Kakak ngapain disini?" ucapku setengah gugup karena ditatap seperti itu oleh kak Afnan.

"Hmmm, harusnya saya yang nanya ngapain kamu disini?" ucapnya dengan nada datar sambil memalingkan pandangannya kearah lain.

"Aku tadi haus kak, jadi turun kedapur untuk minum," ucapku menjawab pertanyaannya itu.

"Kalau kakak ngapain kedapur?" Tanyaku padanya.

"Haus, mau minum," ucapnya tanpa melihatku.

"Ohh mau aku ambilin?" tawarku

"Nggak usah," ucapnya dengan ketus tanpa melihat kearahku sama sekali.

"Yaudah, kalau gitu aku kekamar dulu," ucapku  langsung menuju kekamarku. Saat sampai dikamar aku terus saja memikirkan mengapa sikap kak Afnan tadi begitu aneh, biasanya setiap bicara denganku dia pasti melihatku walaupun dengan muka datarnya itu, tapi tadi sikapnya sungguh aneh seperti enggan untuk melihatku, astaghfirullah aku baru sadar ternyata tadi aku tak memakai cadar, apakah tadi kak Afnan telah melihat wajahku? Ahh kenapa aku ini tentu saja kak Afnan melihatnya, lalu mengapa reaksinya seperti itu? Apakah wajahku tidak menarik? Ahh aku sungguh pusing untuk memikirkannya lebih baik aku tidur karena saat ini aku sungguh mengantuk.

        Pukul 03:00 seperti biasa aku melaksanakan sholat tahajjud setelah itu membaca Al-Qur'an sambil menunggu waktu subuh tiba. Akhirnya waktu sholat subuh tiba, aku pun beranjak kekamar kak Afnan untuk melihat apakah dia sudah bangun atau belum, aku masih memakai mukenahku dan tidak menggunakan cadar karena kak Afnan adalah suamiku jadi tak jadi masalah jika dia melihat wajahku, lagian dia juga kan sudah melihatnya tadi malam. Saat tiba didepan kamar kak Afnan aku sungguh gugup, untuk menghilangkan sedikit rasa gugupku akupun menarik nafas panjang lalu membuangnya, setelah itu akupun mengetuk pintu kamar kak Afnan.

"Assalamualaikum kak," ucapku sambil mengetuk pintu kamarnya, tapi kak Afnan sama sekali tak menjawab salamku, apakah kak Afnan masih tidur? Akupun langsung membuka pintu kamarnya yang tak terkunci itu. Saat aku masuk ternyata kak Afnan masih terlelap dalam tidurnya, kupandangi wajahnya yang sedang terlelap itu, walaupun matanya masih memejam tetapi dia masih sangat tampan.

"Kak bangun kak," ucapku sambil memukul pelan lengannya.

"Hmmm, apaan sih ganggu orang tidur aja," ucapnya sambil menarik selimut hingga menutupi wajahnya.

"Kak bangun, emangnya kakak nggak sholat subuh?" Tanyaku, setelah pertanyaanku itu kak Afnan langsung terbangun, aku kira kak Afnan akan bangun untuk sholat tapi ternyata dugaanku salah.

"Kalau kamu mau sholat, ya sholat aja nggak usah ganggu tidur saya," ucapnya dengan marah

"Tapikan --,"

"Tapi apa hah?" ucap kak Afnan yang langsung memotong ucapanku.

     Aku sungguh dibuat takut olehnya, apalagi saat ini kak Afnan menatapku dengan tatapan dinginnya itu.

"Sana keluar!! Saya mau tidur," ucapnya lagi lalu kembali tidur.

      Tak ingin membuatnya marah lagi, akupun langsung keluar dari kamarnya dan langsung bergegas kekamarku untuk melaksanakan sholat shubuh.

       Setelah sholat akupun bergegas kedapur  membuat sarapan untuk kak Afnan. Sekitar jam enam pagi semua masakanku telah siap dimeja makan, tapi kenapa kak Afnan belum datang juga? Apakah kak Afnan masih tidur? Emangnya dia nggak mau pergi kerja? Ahh sudahlah daripada pusing memikirkannya lebih baik aku samperin aja kekamarnya. Saat hendak menaiki tangga, aku sudah melihat kak Afnan ingin turun, kulihat dia sudah sangat rapi dengan menggunakan jas berwarna hitam, akupun memundurkan langkahku lagi.

"Kakak sarapan dulu ya, aku udah siapin tadi," kataku sambil tersenyum kepadanya, ohh iya saat ini aku hanya mengenakan gamis berwarna merah maroon dan hijab yang senada dengan warna gamis yang kukenakan tanpa memakai cadar.

"Nggak perlu saya buru-buru," ucapnya dengan muka datarnya itu.

"Tapikan ini masih pagi kak, aku juga udah masak buat kakak, masa kakak nggak mau sih cobain masakan aku," ucapku dengan sedikit berani.

"Kalau saya bilang buru-buru berarti saya buru-buru, dengar nggak sih," ucapnya dengan  sedikit membentak, sungguh kali ini aku sangat takut.

"I-i-i-ya ka-k," ucapku gugup sambil menunduk karena takut tuk melihat wajahnya itu.

"Ohhh iya, sebentar sekitar jam sepuluh bi Mina dan pak Asep akan datang kesini, jadi kamu jangan kemana-mana," ucap kak Afnan

"Mereka siapa kak?," tanyaku karena bingung

"mereka itu ART dan satpam dirumah mama aku pindahin kesini lagian disana kan ART dan satpamnya banyak, yaudah saya pergi dulu," ucap kak Afnan

"Ehh tunggu kak," ucapku yang menghentikan langkah kak Afnan.

"Apa lagi sih?," ucap kak Afnan jengah.

         Akupun langsung meraih tangan kak Afnan dan mencium panggung tangannya itu.

"Salim kak," ucapku setelah menyalaminya sambil tersenyum kearahnya, alhamdulillah kak Afnan kali ini tidak marah dengan perbuatanku itu.

"Hmmm, kalau begitu saya pergi dulu," ucapnya seperti sedang gugup.

"Iya kak hati-hati," ucapku sambil tersenyum. Ini adalah langkah awal bagiku untuk meluluhkan hati kak Afnan, tadi aku sempat sedih saat kak Afnan tak mau memakan makanan untuk sarapan yang telah kusiapkan,  tapi kali ini aku sangat bahagia karena tadi kak Afnan tak marah kepadaku saat aku mencium punggung tangannya, benar ya kata orang bahwa bahagia itu sederhana, hehehehe.

*Maaf ya apabila ada kesalahan dalam penulisannya, soalnya aku masih dalam proses belajar dan jangan lupa kritikan dan sarannya ya ❤

CEO Dingin Dan Wanita Bercadar Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang