"Ibu, dimana ayah?" itu adalah kalimat pertama yang aku katakan kepada ibu ketika dia membuka pintu kamarku.
Ibu menunjukan sebuah senyuman hangan sebelum menjawab, "Ayah sedang urusan militer mendadak, sayang. Dia pasti akan segera pulang."
"Bohong." Kataku kepada ibu. Aku tahu apa yang terjadi malam itu dan itu membuatku tidak bisa tidur karena memikirkan kenapa ayah pergi, "Ayah pergi karena kesalahanku, kan, bu?"
Ibu menekuk lututnya sembari menggelengkan kepala, "Tidak sayang. Jangan berpikir semacam itu. Ayah pergi bukan karena kesalahanmu. Dan kamu tidak salah, sayang."
"Tapi.. aku..." Aku ingin menangis melihat wajah ibu yang terlihat lesu nan layu. Tapi aku segera menghapus rasa sedih itu. Aku ingat kalau hati dan pikiran lemah, monster tersebut akan mengambil alih tubuhku lagi. Jadi aku harus menjadi pribadi yang kuat.
"Anak yang baik." Kata ibu dengan senyuman hangat.
Ayah benar-benar meninggalkan kami dan itu terbukti dimana ditahun berikutnya ia tidak datang mengunjungi kami. Ditambah, kakak memutuskan untuk menjadi tentara dan diterima setelah lulus di akademi selama setahun. Setelah ia lulus, kakak sama sekali tidak menghubungi kami lagi. Itu membuat rumah semakin sepi dan menyisakan aku dengan ibu.
Tidak ada ayah berarti tidak ada uang. Ibuku yang sebelumnya tidak berkerja akhirnya memutuskan untuk mencari. Ibu berkerja menjadi penjaga kasir di sebuah swalayan dan berkerja selama 12 jam sehari. Itu menuntuku untuk hidup mandiri.
Mulai dari mencuci piring, membersihkan rumah, dan memasukan pakaian kotor ke dalam mesin cuci. Itu semua aku bagi, mulai dari sebelum berangkat sekolah dan setelah sekolah. Tapi masalah yang sebenarnya baru saja dimulai.
Di tahun berikutnya, Ibu yang biasa pulang tepat waktu berubah menjadi telat. Yang biasanya pulang jam 9 malam kini berubah menjadi jam 12 malam. Ketika pulang, aku bisa mencium alkohol dari mulutnya. Tentu saja dia mulai menghabiskan waktunya untuk minum bersama teman-temannya.
Hal itu juga mulai menuntun ibu pada perubahan drastis pada sifatnya. Ketika beliau mabuk, dia biasanya berbicara secara ngelantur, termasuk pernyataanya yang bilang kalau ia menyesal telah melahirkanku. Karenaku, dia kehilangan anaknya, Johnny Junior, dan tentu saja suami tercintanya, John.
Tentu saja perkataan ibu mengiris hatiku. Meski dia berbicara dalam keadaan mabuk, tapi perkataan itu begitu menyakiti perasaanku. Aku berusaha menahan rasa sakit itu dengan diam.
Ibu yang biasanya sayang menjadi pribadi yang cuek. Pernah suatu momen dimana aku kelaparan dan meminta ibu yang masih terbaring di kasur. Beliau marah dan menyuruhku untuk masak sendiri jika lapar.
Masalahnya, aku tidak tahu cara memasak dan melihat benda tajam semacam pisau itu membuatku bergidik ngeri. Akhirnya aku terpaksa memakan bahan pangan yang sekiranya bisa dimakan langsung tanpa harus mengolahnya, mulai dari roti hingga mie instan kering.
Aku mulai merasa kesepian. Ibu sudah tidak bisa lagi diajak bicara dan aku tidak punya teman di sekolah karena mereka tahu apa yang terjadi di kebun binatang kala itu. Dan satu-satunya yang bisa aku ajak bicara tidak lain dan tidak bukan adalah monster.
Hari minggu dan ibu mulai menghabiskan hari-harinya untuk tidur di kamar. Aku memutuskan untuk pergi keluar rumah. Tempat yang aku tuju adalah ladang bunga dan rutin. Aku kesana untuk melepas stress dengan berbagai tekanan yang membebani kedua pundak.
Aku duduk, melihat bunga-bunga yang menari nan melambai itu membuatku tenang. Tapi hal yang tidak bisa hilang dalam diriku adalah, rasa sepi. Maka untuk pertama kalinya, aku memutuskan untuk memanggil monster tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
[Arknights FanFic] Wings of Steel, Part 1 (DROPPED)
FanficSumber Gambar: https://twitter.com/Mbah_Kojim/status/1270166120591273984?s=19 Peringatan: Cerita ini hanyalah fiksi penggemar, tidak ada hubungannya dengan cerita ofisial Sinopsis: Luken memutuskan menjadi tentara dan mengubur cita-citanya membuka t...