Hari yang dinanti-nanti pun tiba. Seluruh angkatan kami melaksanakan ujian secara serempak dan hasilnya akan dibagikan ketika jam bebas. Aku dan Angela menunggu hasil pengumuman di kantin. Saat menyantap makan malam, gelang ditangan kami tiba-tiba menyala. Tidak hanya kami berdua, tapi seluruh angkatan kami mendapat pesan yang sama. Yaitu hasil pengumuman ujian.
Melihat pesan di gelang dan terkejut dengan pernyataan bahwa aku dinyatakan lulus ujian dengan menempati ranking satu. Akhirnya, kerja kerasku selama ini terbayarkan. Aku melihat Angela, dia tampak menangis.
Mulanya kupikir dia menangis karena tidak lulus ujian. Tapi setelah melihat informasi dari jam tangannya, pikiranku berubah. Dia lulus dengan menepati ranking sepuluh. Ranking yang sangat mepet sekali, tapi dia bisa sampai seperti itu karena hasil kerja kerasnya. Dia menangis karena bahagia bisa lulus bersamaku.
Kami berdua tersenyum sembari menempelkan kedua kening dan saling memegang tangan satu sama lain. Kami berdua merasa bersyukur karena berhasil lulus di ujian awal secara bersamaan. Dengan ini kami mendapatkan akses untuk ujian kenaikan pangkat lebih awal dan bersama-sama menggapai tujuan, yaitu menemukan Sersan Mayor Mia.
3 tahun berselang, pengumuman kelulusan kami berdua. Aku dan Angela dinyatakan lulus dari pendidikan tamtama dengan mendapatkan gelar Sersan dua. Upacara kelulusan dilaksanakan di aula dengan penyematan pangkat serta penghargaan karena menjadi salah satu lulusan terbaik. Bahkan namaku dicatat sebagai prajurit tamtama dengan nilai terbaik secara konsisten dalam 3 tahun berturut-turut.
Mereka semua memujiku, bahkan sempat berfoto dengan para perwira Columbia. Sayangnya, dalam acara itu ayahku tidak bisa datang sehingga diwakilkan oleh perwira lainnya. Meski mendapatkan banyak popularitas, aku tidak menyombongkan hal itu.
Kelulusan kami menjadi awal baru. Aku dan Angela harus meninggalkan akademi ini dan pindah ke tempat lainya untuk menjalani pendidikan bintara. Ditambah, kami juga mulai berdinas di kemiliteran Columbia.
Lokasi kami yang baru sebesar sebelumnya. Hal itu dikarenakan jumlah lulusan menjadi seorang bintara tidaklah banyak. Meski tidak sebesar sebelumnya, tapi fasilitas yang diberikan tidak jauh berbeda atau bahkan lebih lengkap dari sebelumnya.
Kami diberi sebuah kamar dengan dua tempat tidur. Di kamar ini juga terdapat fasilitas kamar mandi dalam dan itu adalah hal yang menyenangkan bagiku. Seperti biasa, membereskan barang ke lemari masing-masing.
Sebenarnya, kami datang terlalu awal. Karena kegiatan pelatihan bintara baru dimulai seminggu lagi, dengan kata lain, kita libur. Angela enggan pulang kerumah saat kutanya. Justru sebaliknya, dia ingin pergi ke rumahku.
Awalnya aku menolak hal tersebut karena tidak ada yang spesial dari rumahku. Tapi Angela memaksa dan ketika melakukannya, dia menggunakan segala cara. Termasuk memukuliku seperti anak kecil yang minta dibelikan eskrim.
"Baiklah, akan aku turuti permintaanmu."
"Yay! Luken memang selalu baik denganku."
"Kau yang memaksaku, bodoh." Aku menyentil keningnya.
"Aduh!" Teriaknnya sembari memegangi kening.
Kami pergi menggunakan menggunakan bis dan menempuh perjalanan 12 jam lamanya. Ini mengingatkanku dengan momen berangkat menuju ibu kota untuk menjadi tentara 3 tahun lalu. Sebelum berangkat aku memberikan sebuah oleh-oleh untuk orang yang sangat spesial di rumah. Dan karena ini adalah perjalanan yang lama, Angela tertidur pulas di pundakku. Aku merasakan lelah yang sama sehingga tertidur dan menggunakan kepala Angela sebagai sandaran.
Setelah menempuh perjalanan yang jauh serta waktu yang panjang, aku akhirnya kembali di kota kelahiranku. Aku melihat banyak hal yang berubah dari kota ini. Hal pertama yang mencolok adalah berdirinya mall di lahan bekas taman bunga favoritku. Aku menceritakan hal ini kepada Angela dan dia terlihat tidak senang begitu juga diri ini.
Kami pergi menuju rumah. Sebelum menuju rumah, aku pergi ke tetangga sebelah, pak tua Jenkins. Aku menitipkan kunci rumah kepadanya karena dia adalah orang yang bisa dipercaya sekaligus tetangga terdekat.
Ketika pintu rumahnya dibuka, aku melihat anaknya yang membukakan pintu. Aku meminta kunci rumah serta menanyakan kabar tentang pak tua Jenkins. Wajah anak terlihat sedikit masam. Di depan pintu, dia bercerita kalau ayahnya sudah meninggal setahun lalu. Dan seperti permintaan tolongku sebelumnya, semasa hidup beliau selalu membersihkan rumahku setiap seminggu sekali. Bahkan ketika beliau sudah tidak ada, dia mewasiatkan kepada anaknya untuk melanjutkan permintaan tolongku untuk merawat rumah.
Itu membuatku terpukul sekaligus terharu. Pak tua Jenkins adalah orang yang baik terhadap sekitarnya, terutama kepada diriku. Dia sering menberiku makan saat aku hidup sendirian selama 9 tahun lamanya. Aku tidak tahu lagi apa yang harus dilakukan untuk membalas budi atas seluruh kebaikannya. Dia sudah seperti ayahku sendiri.
"Luken," kata anaknya. "Bapak pernah berpesan kepadaku sebelum ajalnya menjemput, 'Jika Luken suatu saat nanti, bilang kepadanya kalau paman Jenkins memohon maaf karena harus pergi terlebih dulu. Paman Jenkins berharap Luken suatu saat menjadi anak yang baik dan kebanggaan kota ini.'"
"Terima kasih, Nona Sarah. Aku akan berusaha memenuhi permintaan paman Jenkins." Aku memberikan oleh-oleh kepada nona sarah. "Aku membawakan Pie Apel khas ibu kota. Aku harap Nona Sarah sekeluarga menyukainya."
Nona Sarah menerima oleh-oleh dan berkata, "Luken, karena kau baru saja datang dari ibu kota. Malam ini, makanlah bersama kami. Ajak temanmu juga."
Aku mengangguk dan membalas, "Ya, kami dengan senang hati menerima tawaran Nona Sarah. Terima kasih telah menjaga rumahku selama ini."
Aku pergi dari rumah Nona Sarah menuju sebelah, yaitu rumahku sendiri. aku membuka pintu dengan kunci yang ia berikan. Rumahku masih terlihat rapi dan bersih. Perabotan masih tertata pada tempatnya. Aku mengingat momen-momen yang terjadi sebelum meninggalkan tempat, termasuk kenangan keluarga Jenkins yang selalu merawatku.
Pikiranku terasa berat. Aku merasakan sesuatu hilang begitu saja. Aku pergi ke ruang tamu, duduk disofa sembari menundukan kepala. Mengetahui kepergian beliau benar-benar membuatku terpukul.
Disaat-saat sedih semacam itu, Angela hadir untukku. Dia duduk disamping dan mulai memengelus-elus pundakku. Dia menyuruhku untuk melepaskan seluruh kesedihan itu. Aku pun menangis. Aku menangis sembari menutupi muka dengan kedua tangan.
Angela menggerakkan tubuhku ke dadanya. Aku segera memeluk dan menangis dalam dekapannya. Angela dengan sabar terus mengelus-elus punggungku agar aku tenang dengan sendirinya.
Aku menangis cukup lama. Aku kehilangan banyak sosok berharga dalam hidupku, pertama Ibu yang terlebih dahulu meninggalkanku dan yang kedua adalah paman Jenkins yang sudah kuanggap seperti ayah sendiri.
Sekitar 1 jam lebih aku menangis. Aku akhirnya berhenti menangis meski emosi sedang tidak stabil. Kami duduk memojok dengan bersandarkan pinggiran sofa. Kami berdua meringkuk dengan posisi Angela berada dibelakang sembari memelukku.
"Bagaimana?" tanyanya.
"Lebih baik."
"Aku bisa memelukmu selama yang kau mau, Luken."
Dipeluk Angela rasanya begitu hangat dan nyaman. Sedikit demi sedikit perasaanku kian membaik. Aku senang Angela berada disisiku, tentu saja aku tidak lupa dengan Ein. Tapi Ein dan Angela berbeda, terlebih Angela memiliki fisik dan terlihat nyata.
"Angela. Kau tahu-sejak dulu aku tidak punya teman seusiaku. Mereka selalu menganggapku aneh dan semacamnya, jadi aku selalu merasa kesepian. Tapi semenjak kau ada dalam hidupku, rasa sepi itu kian menghilang. Terima kasih sudah menemaniku selama ini."
Angela memelukku kian erat, bahkan kedua pipi kami saling bersentuhan. Dia berkata, "Dengan senang hati, Luken. Aku juga senang kau mau bersahabat denganku."
Karena hari semakin sore, kami memutuskan untuk bersiap siap. karena nanti harus pergi ke rumah Nona Sarah untuk menghadiri undangan makan malam. Setelah persiapan dirasa selesai, kami pun pergi kesana.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
[Arknights FanFic] Wings of Steel, Part 1 (DROPPED)
FanfictionSumber Gambar: https://twitter.com/Mbah_Kojim/status/1270166120591273984?s=19 Peringatan: Cerita ini hanyalah fiksi penggemar, tidak ada hubungannya dengan cerita ofisial Sinopsis: Luken memutuskan menjadi tentara dan mengubur cita-citanya membuka t...