Chapter 8: Uncover

87 7 1
                                    

Namja itu menggebrak meja. "Kenapa kau melakukannya?"

Suzy mendengus dan melipat tangannya di depan dada. "Kau benar-benar menghawatirkannya, ternyata."

"Bukankah kau sudah berjanji tidak akan mendiamkannya jika aku pergi denganmu kemarin?"

"Ya."

Wajah Jinyoung memerah menahan kesal. "Lalu?"

Suzy berkata dengan santai, tetapi intonasinya semakin naik, "Memangnya janji harus ditepati? Lagipula, gadis itu sangat menyebalkan! Kenapa dia sangat dekat denganmu?"

"Dekat?" Jinyoung menggelengkan kepalanya tidak percaya, "kita tidak dekat dan apa kau lupa, hubungan kita sudah berakhir?"

"Sudah kubilang kemarin, aku masih menyukaimu."

Tangan Jinyoung mengepal. "Aku tahu kau hanya memanfaatkanku."

Suzy mengernyit dan berujar dengan gugup, "Apa maksudmu?"

"Aku memang bodoh karena baru menyadarinya setelah satu tahun. Myungsoo itu kekasihmu, bukan? Kau tidak pernah benar-benar menyukaiku, bukan?"

"YA! AKU TIDAK PERNAH MENCINTAIMU." Setelah berteriak seperti itu, Suzy meninggalkan Jinyoung sendiri.

Jinyoung sebenarnya mengetahui itu dari Seongwoo. Seongwoo mengiriminya rekaman suara Suzy dan Myungsoo yang membicarakannya sebagai 'target'. Uang, hanya itu yang sebenarnya Suzy mau.

Sebenarnya, Seongwoo mendapat rekaman itu dari temannya yang ada di tempat yang sama dengan Suzy saat itu. Rekaman itulah yang ia sebut sebagai bukti pada Nayeon kemarin. Seongwoo juga sudah menunjukkan rekaman itu kepada Nayeon pagi tadi.

***

"Aku pikir Sunbae tidak akan ke sini."

Jinyoung menatap Woozi yang duduk di kursi tunggu. "Nayeon bagaimana?"

"Tidak parah,"

"Syukur—"

Woozi memotong ucapan Jinyoung dengan dingin. "Bukan berarti dia tidak apa-apa."

Jinyoung menunduk. "Ya, ini memang salahku."

Keheningan menyelimuti mereka berdua sebelum Woozi angkat bicara. "Pergilah, Sunbae."

"Tapi—"

"Kumohon."

Jinyoung bisa menangkap keputusasaan, amarah, dan kekecewaan pada suara hoobae-nya itu. Ia melirik kaca di pintu kamar Nayeon. Seongwoo, Jisoo, Mina, dan Momo ada di sana, menunggui Nayeon yang belum siuman.

Mungkin memang lebih baik jika dia pergi.

***

Mina menepuk pundak Momo. "Apa kita harus menghubungi Paman dan Bibi Im, Eonni?"

"Bagaimana kita menjelaskannya?" Momo menatap wajah Nayeon yang lebam sana-sini.

"Aku yang akan bilang ke Paman dan Bibi Im." Seongwoo menyahut.

"Seongwoo-ssi, terima kasih. Kalau kau tidak ada..."

Seongwoo menyela ucapan Mina. "Kalian sudah tidak marah lagi, kalau begitu?"

"Kami tidak akan marah kalau kau terus menjaga Eonni!"

Momo menimpali. "Iya!"

"Astaga, Eonni!" Mina berseru melihat Nayeon yang membuka matanya perlahan. "Syukurlah kau sudah bangun."

Nayeon menghirup bau rumah sakit yang tidak nyaman itu dan mengawasi sekitarnya. "Woozi, Jisoo, kalian juga di sini?"

Jisoo mendekat dan mulai terisak. "Bagaimana mungkin aku membiarkanmu pingsan begitu! Kenapa kau tidak melawan, sih!"

"Jangan membentaknya begitu, Jisoo-sunbae." Woozi menegur, sedangkan Jisoo yang mendengarnya semakin terisak.

"Kenapa menangis? Aku tidak apa-apa, kok. Cuma sedikit ngilu saja. Lihat, tangan dan kakiku baik-baik saja." Nayeon tertawa kecil dan menggerakkan tangan dan kakinya.

"Apa yang dilakukannya padamu? Aku akan melapor ke pihak sekolah."

Semua orang di ruangan itu setuju, termasuk Nayeon. Meski tidak ada hal fatal yang terjadi padanya, perbuatan Suzy itu sudah keterlaluan. Nayeon pun menceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Long story short, Suzy memukul dan mendorongnya hingga kepalanya terbentur dinding.

"Kau tidak akan jadi bodoh, kan?" Jisoo bertanya dengan sesegukan.

"Tidak. Dokter bilang bagaimana?"

Mina menjawab, "Eonni pingsan karena shock. Tidak ada luka dalam. Dokter bilang, Eonni bisa pulang ketika sudah sadar."

"Kalau begitu, ayo pulang." Nayeon menegakkan punggungnya perlahan, dibantu Jisoo dan Woozi. "Terima kasih sudah menungguku di sini. Kalian pulanglah juga."

Woozi yang awalnya ingin ikut mengantar Nayeon sampai rumah pun membatalkan niatnya. Sementara itu, Jisoo tersenyum malu. "Sebenarnya... Taeyong sudah menungguku dari tadi. Aku pulang sekarang, ya. Cepat sembuh, Nayeon sayang." Lalu, Jisoo keluar ruangan, diikuti Woozi.

Nayeon hendak membawa tasnya sendiri, tetapi Seongwoo lebih dulu mengambilnya. "Kubawakan saja," katanya.

"Um, apa seragam—"

Seongwoo mengacak rambut Nayeon. "Dowoon sudah mengembalikannya. Sekarang, kau sudah tidak ada urusan dengan sunbae itu lagi."

***

Jinyoung menghela napas dan membuka paperbag di depannya. Dowoon yang memberikannya sepulang dari rumah sakit tadi.

"Aku tidak tahu apa masalahnya, tapi aku benar-benar kasihan dengan Nayeon. Sunbae tidak, kan?"

Daripada kasihan, Jinyoung memang lebih merasa bersalah. Andai saja dia tidak pernah menunjukkan rasa sukanya pada Nayeon.

Suka?

His feeling is a lot like love.

Salahkah kalau dia sebenarnya senang ketika hubungannya dengan Suzy berakhir? Salahkan kalau dia sebenarnya tidak hancur ketika tahu Suzy tidak benar-benar mencintainya?

Dan hari itu, ketika dia tidak sengaja mendengar percakapan Nayeon dengan Seongwoo pada hari kedua festival tahunan, salahkah kalau dia merasa cemburu? Salahkah kalau dia tidak suka melihat cincin di tangan gadis itu?

Love You | 좋아해 • im nayeonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang