Bab 26. Memendam Rasa

64 2 0
                                    

Beni dan Dinda sedang kena hukuman hormat di tiang bendera. Mereka tidak bisa memberi alasan lain lagi karena buktinya udah jelas kalau mereka masuk ke dalam sekolah lewat tembok. Mereka berdiri bersebelahan. Sesekali Beni melirik Dinda,wajah perempuan itu kini penuh dengan keringat. Dinda beberapa kali mengibaskan tangannya pertanda sedang kepanasan.

"Tunggu disini," kata Beni lalu berjalan kearah tasnya yang tergeletak tidak jauh dari mereka. Ia mengambil sebuah buku tulis. Dinda hanya memperhatikannya sampai laki-laki itu kembali ke posisi semula. "Sekarang udah nggak kepanasan lagi kan?" tanya Beni setelah menjadikan buku tulisnya sebagai pelindung kepala Dinda agar wajah perempuan itu tidak terkena paparan sinar matahari lagi.

"Iya," jawab Dinda sambil mengangguk dan melihat kearah Beni.

"Hukuman kalian udah selesai,tapi jangan di ulangi lagi bolosnya," kata guru yang menghukum mereka.

"Tapi pak kami..." perkataannya terhenti karena Beni juga ikut berbicara.

Beni melihat kearah Dinda lalu menggelengkan kepalanya , "iya pak,nggak akan kami ulangi lagi,"

Setelah hukuman mereka berakhir,Beni berniat ke kelasnya. Sebelum itu,ia lebih dulu mengambil tas yang sejak beberapa jam lalu tergeletak begitu saja di bawah pohon. Dinda berjalan mengikutinya sampai ke kelas mereka.

"Kalian bolos bareng?" tanya Andre,teman sekelas mereka yang suka bolos. Otomatis Dinda dan Beni langsung jadi pusat perhatian.

"Nggak usah di ladeni," pesan Beni lalu menuju kursinya yang berada di belakang Dinda.

"Gimana rasanya bolos untuk yang pertama kali?" ejek Andre mendekati meja Beni.

Beni sibuk membaca buku Fisika tanpa menggubris celotehan Andre yang selalu nggak berfaedah buatnya.

Aldico bergabung dengan Andre lalu menarik satu kursi kosong di dekatnya. "Iya nih ceritain pengalaman-nya dong,akhirnya murid teladan sekaligus terpintar di kelas ini bolos untuk pertama kalinya,haha..."

"Kalian kenapa sih gangguin Beni mulu?!" teriak Dinda menoleh kebelakang. Sejak tadi ia menahan diri untuk tidak membela Beni,tapi nyatanya ia gagal.

"Cieee...di belain pacarnya," sindir Andre.

"Apaan sih!" ucap Dinda tak terima. Ia melirik ke Beni memastikan bagaimana respon laki-laki itu. Sayangnya Beni hanya bersikap biasa saja. Asik dengan buku bacaannya seakan tidak ada yang terjadi.

"Ben,kamu di panggil sama buk Risma," ujar Anne menghampiri meja Beni.

Beni mendongakkan kepalanya ,mengalihkan pandangan dari buku Fisika yang sejak tadi ia baca.

"Ada apa An?"

"Nggak tahu Beni,buk Risma tadi nyuruh aku manggil kamu. Di suruh ke ruangan guru sekarang."

Beni menutup bukunya, lalu beranjak. "Makasih ," ujar Beni sambil tersenyum.

"Sama-sama," balas Anne yang juga memberikan senyuman untuk Beni. Senyuman yang bagi beberapa teman-nya tidak biasa. Setelah itu Anne kembali ke kelasnya.

"Gile si Beni,bisa mempertemukan pacar dan mantan-nya dalam satu tempat," celoteh Andre.

"Aku bukan pacarnya Beni," kata Dinda.

"Kayaknya lo belum tau deh Din,Anne sama Beni tahun lalu sekelas. Lalu mereka pacaran,udah banyak yang tau kok. Masa lo nggak tau," si Andre fisiknya aja yang kayak laki,mulutnya mah persis ibu-ibu komplek yang suka gibah waktu beli sayur.

Dinda kembali menghadap ke papan tulis. Benar juga,kenapa ia nggak tau Anne dan Beni pernah berpacaran kalau berita itu udah kesebar kemana-mana. Kalau di ingat-ingat tahun lalu ia emang kurang bergaul dengan yang lain sih. Mungkin karena itu ia tidak tau berita yang sedang jadi perbincangan.

Today With You (Pindah Ke Dreame)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang