Bab 24. Gengsi Dong

62 2 0
                                    

"Bunda,Dinda pamit ya," ujar Dinda lalu berlari kecil menuju pintu. Lalu membukanya. Ternyata sudah ada di depan rumahnya. Laki-laki berseragam putih abu-abu yang selalu memakai kacamata itu duduk di atas motor sembari merapikan rambutnya.

"Kamu nggak sarapan dulu?"

"Nggak sempat bun,udah telat."

"Saya permisi tan," Beni sangat ramah dan sopan. Bahkan ia rela turun dari motor demi berpamitan dengan bunda Dinda.

"Dinda pamit juga ya bun,assalamualaikum," Setelah mencium tangan ibunya, Dinda segera naik keatas motor Beni.

Sama seperti hari-hari sebelumnya,Dinda dan Beni tidak banyak berbicara ketika di perjalanan menuju ke sekolah. Hanya membahas seputar tugas,itu pun hanya sesekali.

"Din,pegangan ya,kita udah telat banget ini," kata Beni.

"Modus!" umpat Dinda mencubit pinggang laki-laki itu.

"Kok malah di cubit sih,kan aku nyuruh kamu pegangan."

"Ya ngapain kamu nyuruh aku meluk pinggang kamu,"

"Siapa yang nyuruh kamu peluk pinggang ku sih Din," teriak Beni. Ia berteriak karena suara kendaraan yang lain membuat suaranya tidak bisa di dengar oleh Dinda dengan jelas.

"Tadi kamu bilang gitu," ucap Dinda tak mau kalah.

"Maksudnya kamu bisa pegang bagian motorku,soalnya setelah ini aku mau ngebut,"

Tapi karena Beni terlalu ngebut dan saat ini Dinda duduknya miring,terpaksa tangannya terulur memeluk pinggang laki-laki itu.

Beni dan Dinda akhirnya sampai di depan gerbang sekolah. Tapi sayangnya gerbang telah terkunci dan hanya mereka yang terlambat. Dinda mulai panik,ia tidak ingin bolos meski hanya sekali.

"Buruan naik," kata Beni yang lebih dulu duduk diatas motornya.

"Aku nggak mau bolos Ben,"

"Siapa yang ngajakin kamu bolos."

"Jangan kelamaan mikir deh!" Beni menarik tangan Dinda agar perempuan itu segera naik keatas motornya.

Beni memarkirkan motornya di sebuah warung yang tidak jauh dari sekolah mereka. Rencananya ia ingin menitipkan motor disana lalu masuk ke sekolah lewat jalan pintas. Sebenarnya ini baru pertama kali ia lewat disitu,beberapa hari yang lalu ia mendengar tentang jalan pintas itu dari teman sekelasnya yang suka bolos. Berguna juga informasi itu ternyata.

"Kita mau kemana?kamu ngajakin aku ke semak-semak?" tanya Dinda masih mengikuti langkah kaki Beni setelah laki-laki itu memarkirkan motornya di warung tadi.

"Astagfirullah,kenapa sih dari tadi pikiran mu buruk terus ke aku," geram Beni.

"Terus kamu mau bawa aku kemana?" cecar Dinda lagi.

"Diam dulu bisa nggak!" kata Beni sambil menatap Dinda tajam. Alhasil yang di tatap langsung diam.

Sampailah mereka di belakang sekolah. Banyak semak-semak dan tidak ada jalan lain selain melompati tembok yang cukup tinggi.

"Cuma bisa lewat sini," kata Beni menatap tembok itu.

"Aku pakai rok,gimana caranya?"

"Tunggu dulu,pasti ada sesuatu di sekitar sini."

Beni menemukan tangga yang bisa mereka gunakan. Mungkin tangga ini juga yang sering di pakai teman-temannya ketika akan bolos sekolah. "Tinggi banget,aku takut,"

"Ada aku kok,aku bakal jagain kamu." Entah kenapa setelah mendengar hal itu rasa takut Dinda sedikit berkurang. Baginya Beni memang selalu bisa diandalkan. Dinda mengangguk,lalu perlahan menaiki tangga itu. Tapi ia turun lagi padahal udah setengah jalan.

Today With You (Pindah Ke Dreame)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang