Tidak Rela

5 3 1
                                    

"Keinginanmu hampir terwujud

Lantas kenapa tidak rela?"

Jam makan malam pun tiba dan kami berkumpul di aula villa. Ruangannya sangat besar cukup untuk ratusan manusia yang ingin berkumpul. Gue dan Bunga berpisah karena tempat duduk ditentukan berdasarkan tiap SEKSI dalam OSIS. Gue duduk di samping Kak Lestari satu kelas dengan Kak Sam dan juga ke-2 temannya. Kak Sam berdiri di depan tapi Kak Adit? Dia entah kemana

"Haii" sapa seseorang yang membuat gue kaget. Baru saja gue mencarinya tapi orang di cari sudah duduk di samping gue dengan senyumannya

"Haii Kak Dit. Hmmm...kakak kenapa disini?" tanya gue ragu

"Kan gue emang harus duduk disini kan? Masa gue duduk di bagian SEKSI HUMAS sih?" ucapnya dengan polos. Gue memijit pelipis mata gue dengan pelan "Sabar Mel sabar. Kan lo dah tau semua manusia di sekolah ini polosnya kebangetan. Masih mending polos Mel daripada lo ngehadapi orang yang beneran gak waras gimana?" ucap gue dalam hati

"Kak Adit...maksudnya Amel...kakak kenapa gak ikut diri di depan barengan sama Kak Sam? Kan kakak WAKETOS" jelas gue menahan amarah yang sudah hampir meledak

"Ohh itu...males ahk. Biarin aja si Sam yang ngomong di depan. Gue kangen tau sama lo Mel dah berapa hari gue gak lihat lo hehehe" ucapnya melihat gue dengan senyum manisnya

"Alah Dit dit...bisa ae lu pantat belanga. Mau berapa banyak cewek lagi yang mau lo gombalin hah?" sambung Kak Lestari yang mendengar obrolan kami

Gue tertawa dan melihat ke depan. Mata gue mencari Willi yang entah kemana sejak kami sampai di tempat ini. Tapi setelah gue mencarinya akhirnya gue bisa menemukan pria itu. Dia duduk di samping Dion sambil tertawa bahagia.

Makan malam pun dimulai, semua hening dan mendengarkan aba-aba dari depan. Gue berpasangan dengan Kak Adit karena memang kebetulan

"Gue cariin taunya lo disini. Ngapain lo makannya disini? Kita makannya di depan Dit" ucap seseorang yang suaranya sudah tak asing di telinga gue. Gue hanya menunduk tanpa mendongak sedikit pun untuk melihatnya.

"Alah udah lah gakpapa kali Sam. Gue sekali-kali nih makan berdua sama Karamel"

Kaki yang berdiri ditempat kami hilang sudah jauh. Gue langsung melihat Kak Adit yang memainkan ponselnya

"Loh kenapa ponselnya kakak gak dikumpul?" tanya gue kaget

"Pengurus inti gak usah ngumpul ponsel Mel. Itulah gunanya kalian ngasih nomor ponsel kami ke keluarga biar kalau mereka pengen tau keadaan kalian mereka bisa nghubungi kami" jelasnya melihat gue

Acara malam ini selesai, kami pun kembali ke kamar masing-masing. Satu per satu keluar dari aula tapi Dion menarik tangan gue dan membawa agak ke sudut ruangan

"Besok lo yakin bisa naik?" tanyanya dengan wajah yang khawatir

Gue tersenyum dan memukul pundaknya "Udah lo tenang aja. Gue bisa jaga diri kok. Gue duluan yah. Selama malam Dion" jawab gue dengan santai meyakinkan dion

Gue masuk ke kamar dan mendapati Bunga dan lainnya sudah tertidur pulas. Gue menarik selimut dan mematikan lampu tidur yang ada di samping gue

Keesokan Harinya

Kami bangun secepat mungkin dan bergantian untuk masuk ke kamar mandi. Gue memasukkan beberapa baju dan keperluan lain ke dalam tas ransel dan langsung menguncinya

"Mel, lo gak usah bawa yang banyak-banyak entar lo gak kuat lagi" ucap Bunga tanpa melihat gue sama sekali

"Kalian salah pehaman, nanti semua tas ini bakalan lebih sampai dulu di atas karena diangkut sama orang lain. Jadi nanti waktu naik yah kita gak bawa apa-apa" jelas Kak Mega sibuk memperbaiki riasannya. Gue hanya diam tak menjawab dan bergantian masuk dengan Citra yang sudah selesai

Kami pun berkumpul kembali di aula dan meletakkan tas sesuai dengan nama yang sudah tertera di masing-masing meja yang ada di situ. Gue kembali duduk di samping Kak Lestari dan melihat kali ini yang berbicara ialah Kak Adit

"Semoga aja gue sanggup sampai di hari terakhir. Gue gak mau sesak nafas dan anemia gue kambuh disaat kayak gini" ucap gue dalam hati memainkan jari-jari gue

"Udah tenang aja Mel. Kalau pun gak sanggup bakalan banyak orang yang bantu kok" ucap Kak Lestari memukul lutut gue pelan. Gue membalasnya dengan tersenyum begitu pun Kak Lestari

Satu per satu keluar mengikuti instruksi yang ada. Dan saatnya giliran SEKSI ILMU & SENI BUDAYA yang keluar. Jantung gue berdegup kencang seperti habis lari dikejar anjing. Gue menghembuskan nafas bolak balik untuk menenangkan jantung gue yang masih berdegup kencang.

Semua sudah sampai di puncak gunung dengan selamat begitupun kami atau lebih tepatnya gue. Walaupun dada gue sudah mulai sesak tapi untung aja gue bisa mengatur nafas gue dengan baik. Kami membentuk lingkaran dan mendengarkan aba-aba dari Kak Sam & Kak Adit secara bergantian.

Mereka berdua berdiri samping-sampingan membuat focus kaum wanita teralihkan tidak termasuk gue tapi yah _-. Karena malam ini malam api unggun jadi mereka membagi-bagi tugas dan SEKSI ILMU & SENI BUDAYA bertugas untuk mengambil kayu yang kering dari dalam hutan untuk keperluan membuat api. Kami bubar dan langsung mengerjakan tugas masing-masing. Gue berjalan bersama dengan Kak Lestari karena kemauan kakak itu sendiri

"Mel lo ambil dari situ gue dari sini. Oke?" ucap Kak Lestari sambil tersenyum ke arah gue. Gue menjawabnya dengan anggukan dan berjalan sesuai dengan aba-aba yang diberikan Kak Lestari.

Gue mengumpulkan sedikit demi sedikit kayu yang gue temui di sepanjang jalan memasuki hutan. Dan bodohnya gue...gue bahkan gak ingat jalan untuk kembali ke perkemahan. Gue terus berjalan mengingat bagian atau pohon mana saja yang gue lewati tadi tapi semua percuma. Semua pohon di hutan ini sama.

Matahari mulai berpulang ke tempatnya dan gue masih berteriak meminta tolong dengan air mata yang terus saja mengalir. Gue nyerah dan duduk di bawah salah satu pohon dan menenggelamkan kepala gue ke dalam tangan yang gue lipat

"Mungkin emang Tuhan juga mau biarin gue menjauh dari orang yang buat hati gue hancur kayak sekarang. Gue bakalan tunggu sampai orang lain nemuin gue disini. Harapan gue...jangan sampai orang yang nemuin gue adalah orang yang ingin gue hindari kehadirannya" gue berdoa dalam hati

Akhirnya, seberkas cahaya berhasil membuat gue memiliki bangkit dan tersenyum. Tapi senyum itu segera hilang karena doa yang gue panjatkan tak dikabulkan oleh Sang Pencipta

***

Sam's POV

Setelah gue dan Adit membubarkan mereka kami juga mengambil tugas untuk membangun tenda di sini. Waktu terus berjalan sampai semuanya sudah kembali. Tapi perasaan gue gak enak akhirnya gue keliling dan memantau semuanya.

"Kak Sam...kakak ada lihat Karamel gak kak?" tanya Bunga yang datang menemui gue dengan wajah panic. Gue jadi ikutan panik dan meninggalkannya

Gue mengumpulkan semua anggota OSIS dan melihat daftar tugas setiap SEKSI dan Karamel bertugas mengambil kayu bakar di hutan

"Siapa tadi yang pergi mencari kayu bakar bersama dengan Karamel Anastasya?" bentak gue ke mereka. Adit memukul pundak gue menyuruh gue untuk lebih tenang

"Tadi dia bareng sama gue dan gue pikir dia udah balik duluan. Tapi ternyata" ucap Lestari yang membuat gue semakin khawatir. Gue melihat Adit dan Dicki secara bergantian memberikan kode untuk berpencar dan menjaga tempat ini

Gue bergegas mengambil senter bersama dengan Adit

"Gue bakal ikut sama lo" ucap Dion dengan wajah marah

Gue diam tak menjawab dan langsung melanjutkan langkah gue untuk mencari Karamel. Gue memasuki hutan semakin jauh dan orang yang dicari tak juga ditemukan

"Karamel...lo dimana sih? Gue emang benci sama lo dan gue emang mau buat lo terluka karena ucapan sampai tingkah laku gue. Tapi gue lebih gak sanggup lihat lo terluka karena orang apalagi hilang kayak gini. Kalau gue gak berhasil nemuin lo...gue bakalan benci sama diri gue sendiri Amel. Jadi please bersuaralah sekali aja" ucap gue frustasi sambil menarik rambut gue dengan kasar.

Gue terus berjalan masuk ke dalam hutan dan seketika gue mendengar orang minta tolong. Dan...suara itu...suara itu yang gue butuh sekarang

***

to be continue gaes

My Boyfriend is IdolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang