1. Toko Obat

340 47 19
                                    

"Kyaaㅡaduh!"

Pagi itu Choi Yena menjalani harinya dengan biasa; bangun pagi untuk bersiap berangkat sekolah (bertengkar dengan kakaknya berebut kamar mandi), kemudian meluncur menuju sekolah dengan sepedanya yang berwarna pink-putih. Namun ketika berbelok keluar dari area perumahan, gadis itu hampir saja menabrak seorang kakek-kakek yang secara mendadak berdiri di depannya. 

Gadis itu menarik rem kuat-kuat membuat ban sepedanya menggesek aspal dengan keras dan nyaris jatuh. Beruntungnya, ia masih bisa menjaga keseimbangan. Hanya saja botol minumnya yang diletakkan pada keranjang sepeda, berguling terjatuh dan baru berhenti saat menabrak kaki si kakek yang malah mengulum senyum lebar padanya dengan mata menyipit.

"Aduh, aduh. Maaf ya, Dek." meski berkata begitu, si kakek tidak terlihat bersalah sama sekali. Justru tertawa pelan. Melangkah dengan punggung bungkuk untuk meraih botol minum Yena yang berwarna kuning cerah dan mengangsurkannya pada si gadis. "Kakek nggak liat kalau kamu mau lewat."

"Ehㅡnggak papa kok, Kek." merasa tidak enak, Yena mengulum senyum. Menaruh kembali botol minumnya ke dalam keranjang sepeda. Namun kening gadis itu berkerut saat mendongak, menatap sebuah toko yang tampak begitu asing; itu hanya sebuah toko obat biasa yang terlihat kuno dengan pintu geser kayu. Yang, Yena yakin, sebelumnya hanya berupa ruko kosong. Apa sudah disewakan lagi, ya?

"Ahㅡini toko baru Kakek. Bisa mampir kalau butuh obat." seolah tahu apa yang ada di pikirannya, si kakek bersuara. 

Yena mengerjap, berjengit pelan. Lantas mengangguk. Barangkali memang nantinya ketika ia membutuhkan obat, tidak perlu lagi jauh-jauh ke apotek yang ada di sebelah sana. 

Membungkukkan badan sembari melempar senyum, Yena buru-buru berpamitan dan kembali mengayuh sepedanya. Ia harus segera sampai di sekolah kalau tidak ingin dihukum karena telat. Sekolahnya memang hanya berjarak lima belas menit dengan sepeda dari rumahㅡtapi jam pelajaran pertama adalah olahraga. Dan tidak ada siswa yang mau mencari masalah di pelajaran olahraga.

"Pagi, Pak!" sesampainya di sekolah, sambil meluncur masuk, Yena nyengir lebar menyapa satpam yang berdiri tegak. Yang tampak menghela napas saat melihatnya tidak memelankan laju sepeda.

"Jangan ngebut-ngebut!" hardikan si satpam hanya dibalas tawa kecil.

Gadis itu memarkirkan sepeda. Berlari-lari kecil memasuki gedung sekolah dengan ceriaㅡsesekali menyapa teman yang dikenal.

Intinya, pagi itu semuanya berjalan dengan lancar. Yena bahkan tidak membuat masalah di jam pelajaran olahraga. Tidak terlalu mengambil hati omelan guru olahraganya yang memang terkenal tegas dan agak galakㅡmeski masih muda dan tampan. 

"Choi Yena, bawa bola-bola ini ke gudang peralatan." namun ketika pelajaran olahraga berakhir, kalimat sang guru membuatnya menghela napas panjang. Perasaan, hari ini Yena tidak melakukan kesalahan yang berarti sepanjang pelajaran berlangsungㅡcuma gagal melakukan tembakan ke ring basket.

"Eh? Kok saya, Pak?" gadis itu manyun tanpa sadar, berusaha menolak secara halus. Hari ini bukan jatahnya piket.

"Kamu yang masih cengar-cengir nggak jelas daritadi. Cepat!" 

Tidak ingin bersikap kurang ajar, Yena menurut. Menyeret keranjang berisi bola-bola basket itu ke dalam gudang peralatan sendirian. 

Ruang ganti sudah sepi ketika Yena masuk seusai itu, mengganti seragam olahraganya. Meneguk minuman dari botol kuningnya yang diletakkan di dalam loker. Gadis itu mengernyit sambil bergidik saat merasakan air di dalam botolnya agak asam dan pahitㅡpadahal seingat Yena, isi botol ini hanya air mineral biasa. Ia bahkan menatap botolnya lama, takut kalau-kalau ternyata benda ini tertukarㅡtapi itu memang botolnya. Nama Choi Yena yang tertulis di pantat botol itu benar tulisan mamanya. Saat mengintip isinya pun, bening. Tidak ada yang salah.

Boom! (JB x Yena)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang