Seperti yang Yena khawatirkan, Pak Jaebum berulahㅡHyewon dan Yuqi mencecarnya dengan berbagai pertanyaan saat ia kembali ke kelas; mulai dari ekspresinya yang seperti orang mules sepanjang pelajaran sampai keahlian bermain pianonya yang muncul secara tiba-tiba.
Bingung harus beralasan seperti apa, Yena pura-pura kesurupan. Pura-pura kejang sampai jatuh ke lantai dan berkelojotan seperti lintah kena garam, memutar bola mata hingga sepenuhnya putih. Membuat seisi kelas menjerit panik. Beruntungnya, jam terakhir hari itu, pelajaran Bahasa Inggris, kosong (karena Mr. Mark Tuan ada urusan katanya).
Akting Yena berakhir ketika teman sekelasnya yang bernama Lucas mendadak datang dengan segelas air yang diambil dari kantin, menyembur wajahnya sambil komat-kamit pakai bahasa cina bahkan menempelkan selembar kertas bertuliskan huruf-huruf cina rumit ke jidatnya seolah Yena adalah vampir. Kemudian ia pura-pura tersadar, berkedip-kedip polos dan bertanya apa yang terjadi dengan wajah bingung.
"Kan! Gue bilang juga apa! Kelas kita tuh paling angker! Ada yang bunuh diri di sini seratus tahun lalu!" seru Kim Yohan yang dengan bodohnya diangguki oleh teman-teman lain. Padahal sekolah mereka baru berusia kurang lebih lima puluh tahun.
Ketika bel pulang berdering, tubuh mungil Choi Yena menyelinap di antara teman-teman sekelasnya yang masih sibuk membicarakan kisah-kisah horor di kelas mereka dan berlari-lari kecil keluar dari kelas. Berhati-hati agar tidak berpapasan lagi dengan Jaebum dan mereka bertabrakan lagi.
"Kak Yen!" tapi saat langkahnya sampai di pintu keluar gedung sekolah, seseorang menepuk bahunya. Yena berjengit dan menoleh, menatap gadis mungil yang nyengir lebar padanya. Adalah Jo Yuri, adik kelas sekaligus tetangga yang rumahnya hanya berjarak dua rumah dari rumah Yena.
"Yuri!" sapa Yena riang. "Kenapa?"
Yuri nyengir sekali lagi. "Mau pulang kan, Kak? Gue nebeng, dong. Hehe. Sepeda gue lagi di bengkel."
"Yaudah. Ayok!" karena mereka sudah sering bermain sejak kecil, Yena tidak keberatan.
Sambil mengobrol, mereka beriringan menuju tempat parkir sepeda. Kemudian berboncengan meluncur keluar dari area sekolah. Hanya butuh lima belas menit. Yena menurunkan Yuri tepat di depan rumah, membalas ucapan terima kasih gadis itu dengan sebuah lambaian dan cengiran kemudian kembali mengayuh sepeda menuju rumahnya yang sudah dekat.
Mama dan Papa Choi tampak sibuk mondar-mandir saat Yena masuk dan menyapa. Bukan hal yang aneh mengingat orangtuanya memang agak sibuk dan lebih banyak menghabiskan waktu untuk bekerjaㅡwalaupun sesekali tetap meluangkan waktu untuk Yena dan abangnya, sih.
Hari itu terasa melelahkan akibat pertukaran jiwanya dengan Jaebum, Yena bergegas mandi ketika sampai di kamar. Berganti pakaian, dan rebahan. Ia sempat mendengar suara abangnya yang baru saja pulang dari kampus, menyapa Mama dan Papa.
Pintu kamarnya diketuk saat Yena hampir terlelap. Kemudian dibuka begitu saja dan kepala Choi Seungyoun menyembul. Wajahnya memamerkan raut menyebalkan yang membuat Yena manyun.
"Bangun, Dayang Choi. Yang Mulia mengadakan rapat penting." ujar Seungyoun ngawur. Tapi cukup untuk membuat Yena melompat bangun dari ranjang dan berlari kecil menyusul abangnya keluar dari kamar menuju ruang keluarga. Kalau kata 'rapat' sudah digunakan, artinya ada hal yang amat-sangat penting yang hendak dibicarakan oleh orangtuanya.
Papa Siwon dan Mama Boyoung duduk berdempetan di sofa sambil berpegangan tangan. Mata mereka berbinar dan senyum lebar terpatri di bibir. Yena melirik Seungyoun, menyenggol siku abangnya itu mencoba mencaritahu ada apa sebenarnya tapi Seungyoun mengedikkan bahu cuek. Firasat Yena jadi tidak enak. Ia tidak mau kalau ternyata Mama dan Papa mengumumkan berita kehamilanㅡia tidak mau punya adik lagi. Jadi anak bungsu itu menyenangkan karena mendapat banyak perhatian meski dibully abangnya sendiri.

KAMU SEDANG MEMBACA
Boom! (JB x Yena)
De TodoBagaimana jadinya kalau mendadak kau bertukar jiwa dengan gurumu sendiri? Dan terlibat serangkaian kejadian aneh di luar akal sehat? _____ "Kyaa! Pak Jaebum!" "Tolong jangan teriak dengan ekspresi begitu saat di dalam tubuh saya. Kesannya menggelika...