Chapter 9

15.5K 1.1K 31
                                    

"Bang, lo tau kost-an yang murah, gak? Yang di bawah setengah jutaan?" tanya Kemal yang duduk sambil minum teh hangat di depan tukang las yang tengah mengelas sepeda bututnya.

"Hm, kost-an mana ada zaman sekarang yang semurah itu, paling enggak ya enam ratusan, lah." Kemal menghela napas mengetahui fakta tersebut. "Eh, bentar, lo bawa-bawa tas begini ke sini ... baru sadar gue ... lo diusir?"

Kemal mengangguk.

"Lah, gak sanggup bayar atau gimana? Kalau mau gue utangin deh lu tapi lu kudu kerja sama gue, mau?"

"Bukan, sih, Bang. Tapi emang semuanya termasuk Ibu Kost-nya minggat juga. Soalnya dijual gitu buat dijadiin toko katanya." Kemal menghela napas panjang. "BTW, kata Abang apa tadi? Kerja?"

"Bagian nambal." Pria itu terhenti untuk mengelas sejenak. "BTW, Mal. Keknya orang kaya yang beli tu kost kagak ada yang sadar imbas yang dia lakuin itu bener-bener berdampak sama orang-orang kecil kek kita. Iya, sih, dia bikin perekonomian di kota ini keliatan maju, tapi dia sendiri doang yang kaya, kita mah jadi ampas masyarakat doang. Udah ampas, terbuang pula di antara bangunan-bangunan gede dia."

Kemal menghela napas. "Yah, namanya people power, Bang. BTW, gue pengen deh kerja sama lo."

"Terus gimana jualan lo? Es doger?"

"Entah, Bang. Keknya stop dulu. BTW, gue boleh tidur di bengkel elo, gak, sementara ampe gue dapet kost-an sesuai kantong? Gue bayar, deh!"

"Ah, mending lo di rumah gue aja sekalian, dah. Minjem dapur bisa buat bikin es doger!"

"Anak istri Abang gimana entar?" Kemal kelihatan khawatir.

"Santuy, selama lo tau diri mereka gak bakalan gabut." Kemal tersenyum, mengangguk paham. "Tapi kita patungan, ya. Rumah gue itu oper kredit, bulanan enam ratus."

"Wah, boleh aja, Bang, boleh!" Kemal berseri lagi. "Makasih banyak, ya, Bang!"

"Sama-sama!"

Beres mengelas sepeda, menutup bengkelnya mereka pun menuju ke rumah abang itu. Kemal belum masuk untuk si abang minta izin dengan istrinya tetapi kala kembali ke Kemal lagi, wajahnya menyendu.

"Maaf, Mal, bini gue ternyata gak izinin."

Kemal tersenyum hampa. "Ah, iya, gak papa, Bang."

"Dan maaf, lo juga gak bisa kerja sama gue ...."

Kemal sakit hati mendengarnya, tetapi tetap tersenyum hangat. "Ah, iya, Bang, saya ngerti. Maaf atas permintaan saya, ya, Bang. Saya permisi dulu!" Dan Kemal berbalik dengan berat hati.

Ia pun berjalan menjauhi rumah itu, enggan menoleh, tetapi suara semak belukar yang aneh membuatnya menoleh ke sumber suara. Rasanya ada yang mengawasinya.

Namun, ia menghela napas, memilih menggeleng pelan dan meneruskan jalannya menaiki sepeda bututnya.

Beberapa pria di balik semak belukar itu, menelepon lagi. "Beres, Nyonya." Setelahnya pun mereka mengikuti jejak Kemal yang tak tahu arah.

Ia berhenti untuk sekadar makan malam mengganjal perutnya, setelahnya ke abang berjualan martabak ... gagal, ada partner abang martabak di sana. Sekarang Kemal terus berjalan, berjalan entah ke mana, hingga akhirnya menemukan rumah kosong.

Masuk ke sana, ia pun memilih itu menjadi peristirahatan malam ini ....

Bangun-bangun, bisa ia rasakan rasa gatal menghinggapi badannya. Kemal mendengkus, ia tahu hampir semalaman ia tak mandi, dan kembali ia melanjutkan jalannya kali ini menuju ke depan, tempat pemandian umum berbayar.

Setelahnya, kembali ke rumah kosong tersebut guna mengeringkan pakaiannya yang juga sempat ia cuci di sana.

BERSAMBUNG ....

•••

Cerita An Urie yang lain bisa kalian temukan di
Karyakarsa: anurie
Playstore: An Urie

NYONYA ISTRI [B.U. Series - K]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang