Bad Alive

746 75 3
                                    

Tak ada yang protes jika mereka pergi bersama karena keduanya bersahabat, tak menjadi persoalan jika Ten dengan mudah merangkul pundak Lisa, sembari tertawa di sepanjang jalan menuju kelas. Semua memaklumi saat Lisa mendatangani rumah sewa Ten untuk mengambil barangnya yang tertinggal atau dengan sengaja menyimpan banyak baju ganti seusai perkuliahan.

Pemandangan yang biasa, menjadi hal normal bagi semua teman lainnya. Ten dan Lisa menjadi fenomena yang bisa di terima, bahkan akan mengherankan jika sampai keduanya terpisah.

Namun, dalam sebuah persahabatan terdapat banyak batasan yang tak bisa begitu saja di lewatkan, terdapat aturan tak tertulis yang begitu pantang di langgar. Harusnya Ten dan Lisa tahu itu. Dimana tempat dan bagaimana perlunya bersikap. Ten masih berkencan dengan gadis lain, memiliki hubungan bahagia dan lancar. Begitupula Lisa yang senang dengan hubungan tanpa status yang ia jalani dengan beberapa pria yang menarik minatnya. Singkatnya Ten dan Lisa tahu aturan main. Mereka telah lama berteman dengan semua aturan itu.

Aturan... Hal yang sering di lupakan, bagi sebagian orang kata itu ada untuk di langgar, mengekang membuat gerah dan sesak, hingga memilih membuang dan menginjak maknanya, membuatnya menjadi tak berarti. Dan itu yang akan terjadi saat Ten menatap Lisa dengan intense. Mengunci mata bulat yang berkedip lambat dengan tahi lalat sebagai penghias dan pengacau fokus, beralih pada hidung mancung yang pas beradu dengan miliknya, di akhiri bibir tebal membelah yang di poles lip balm warna merah muda alami dan wangi strawberry segar. Lisa memang cantik, tapi tak ia sangka akan berkali lipat lebih mempesona dalam jarak sedekat ini.

Semua bermula saat Lisa tengah bersantai di ranjangnya seperti biasa, memakan camilan miliknya juga seperti biasa. Yang berbeda hanya baju dan wangi yang wanita itu kenakan, Lisa mengeluh pakaian yang ia simpan di tempat Ten tak bersisa, karena ia bawa tanpa menyisakan satu pun. Maka dengan inisiatif memakai pakaiannya, menggunakan parfumnya, shampoo miliknya, dan rambut basah masih mengalir di bahu Lisa.

"Aku normal." Ten tertawa mengatakan hal itu, duduk di meja yang ia gunakan untuk menyimpan seluruh buku dan tugas, duduk memperhatikan Lisa yang segera bangkit hingga keduanya saling berhadapan.

"Tentu saja, aku percaya itu." Jawab Lisa tak acuh, sembari menjilat dan mengemut jarinya yang berbalut bumbu makanan ringan, tak risih meski hingga kini Ten belum menggunakan bajunya menampilkan tubuh atas si lelaki yang baru saja mandi sepertinya.

"Jadi apa artinya?" Ten mendekat, menyimpan kedua tangannya di samping badan Lisa, masih tersenyum manis khas-nya.

"Tidak ada," Lisa mengangkat kedua bahunya, dengan mata mengarah ke atas seolah posisi mereka tak memberikan efek apapun padanya.

Ten secara perlahan mencondongkan tubuhnya, membuat Lisa mundur dan menjadi terlentang dengan pria itu diatasnya mengungkung tubuhnya.

Tangan dingin Ten merapihkan rambut Lisa, menyelipkan di samping telinga sembari membisikkan bagaimana cantiknya wanita ini. Badan Lisa menegang sesaat, sebelum tangannya beralih mengusap kedua lengan Ten lantas membalik posisi keduanya, menjadikan Lisa diatas tubuh pria itu, melakukan hal yang sama. Mengelus seluruh wajah Ten sembari tersenyum.

"Kau memang dari dulu selalu seperti ini ya?"

"Kenapa?"

"Tam...pan" jawab Lisa pelan, membuat Ten tertawa dan mengangguk. Tak menolak pujian dari Lisa.

Perlahan lutut Lisa bergeser, menjadi tumpuan tubuhnya agar tak langsung menerpa Ten, mengecup bibir pemuda itu lama sebelum melepaskannya dan hendak berlari kencang untuk kabur jika Ten tak menangkap pinggangnya dan mengembalikan posisi semula Lisa.

"Wahhh" pemuda itu kehabisan kata-kata, takjub dengan hal yang akan Lisa lakukan. Berlari saat ia terlena? Jahat sekali.

Kali ini raut wajah Lisa berubah, menjadi sedikit panik sembari melirik ke kiri dan kanan yang terpenting menghindari Ten.

"Kau lupa siapa aku, bagaimana kita." Ucap Ten, menyadarkan gadis itu apa saja yang telah mereka lewati bersama, tentu saja di banding orang lain Ten sosok yang paling mengerti dirinya. Mengejutkan, karena bahkan hal sekecil itu tak luput dari perhatiannya.

"Aku--" dan ucapan Lisa tak usai karena pemuda itu kini tengah melumat bibirnya, menahan tangan Lisa dengan kedua tangan miliknya. Selain untuk di langgar aturan yang tak sesuai ada untuk di kritisi dan diubah. Maka saat ini akan Ten tunjukan pada Lisa perubahan aturan dalam hubungan mereka.

lalalisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang