Lisa memijat pelipis yang berdenyut pusing lalu membenarkan letak selimut miliknya yang tersingkap, mencari posisi nyaman membaca novel yang di pinjamkan Hanbin, salah satu teman yang ia kenal pada saat Ospek dan tetap berhubungan baik hingga saat ini.
Mereka tak cukup dekat, setidaknya masih sering saling berkabar, menyapa, atau sekadar berbagi bacaan yang menurut keduanya menarik, salah satu faktor mereka merasa nyaman saat mengobrol.
Lisa melirik ke atas, pada jam dinding yang menunjukkan pukul 7 malam. Terhitung masih sore baginya, namun hujan yang cukup deras membuat suasana terasa lebih hening dan orang-orang yang memilih berdiam diri di rumah. Kecuali teman satu kamarnya yang tak kunjung kembali. Kehidupan asrama kampus cukup menyulitkan baginya, Lisa tak terbiasa berbagi ruangan yang sama begitu juga aturan beserta privasi. Ia lebih suka sendiri, menghabiskan waktu untuk dirinya tanpa takut seseorang akan tersinggung.
Kamarnya cukup luas untuk itungan asrama kampus, dengan satu kipas angin di tengah, satu buah lemari, satu buah nakas dan meja belajar; juga kamar mandi, dan dua ranjang yang cukup di tempati satu orang menjadi barang yang harus Lisa bagi.
Ia tak beranjak, masih memperhatikan jarum panjang, lantas suara pintu terbuka mengalihkan perhatiannya sekilas, melirik pada seorang gadis bermata kucing yang tak mengatakan apa pun dan segera duduk, kemudian menyimpan tas pada ranjang lain di sebelah Lisa, membuka laptop dan menyalakannya.
Keadaan seperti ini yang menjadi penyebab ia membenci semua hal, ia benar-benar tak cocok berbagi dengan orang lain. Lebih menyebalkan ketika ia berusaha sekuat mungkin namun partnernya secara terang-terangan justru menolak itu semua, lebih tertarik menciptakan perang dingin diantara mereka dan saling menyalahkan untuk berbagai hal.
Gadis bermata Kucing itu bernama Jennie, sosok yang cukup menakjubkan bagi Lisa. Dia rajin, pekerja keras, dan cantik. Oh jangan lupakan dia juga menjadi orang nomor satu yang membenci Lisa.
"Kau menggunakan gelas milikku?" Tanya Jennie kesal, ia menunjukkan gelas berbentuk Teddy bear pada Lisa, bersiap untuk marah. keterlaluan jika barang pribadinya ikut di gunakan orang lain.
Lisa tak langsung menjawab, melirik nakas yang menjadi penghalang ranjang mereka yang memang di gunakan untuk menyimpan peralatan makan dan air minum. Lisa menggeleng sebagai jawaban, ia tak tertarik dengan barang Jennie atau semua hal yang di gadang mahal, baginya minum dari gelas apapun selama bersih dan higienis rasa air akan tetap sama.
"Bukan aku, tadi Jisoo Eonni datang kesini."
"Dan menggunakan milikku?" Tanya Jennie lagi, tak puas dengan penjelasan Lisa yang dangkal.
Si lawan bicara menutup buku dan menoleh. "Ya benar, karena dia menunggu mu."
Jennie tak lagi bertanya, mengingat janji apa yang membuat jisoo datang dan teringat soal cerita yang akan ia bagi pada sosok yang satu tahun lebih tua dari mereka.
"Harusnya langsung kau cuci, seprai ku juga tak rapih." Omel Jennie, ia hanya kembali ke kamar untuk tidur dan justru di hadiahi kamar berantakan.
"Kenapa harus aku? Itu milik mu." Lisa menjawab tak kalah kesal, gadis di depannya ini kadang bertingkah seolah dirinya ratu dan melupakan fakta bahwa mereka berbagi dan memiliki hak yang sama.
"Kau tak di ajari di rumah? Seharian di dalam kamar tanpa melakukan apapun." Sindir Jennie, membuat Lisa menyunggingkan satu sudut bibirnya, dia tak mau bertengkar apalagi hanya karena gelas.
"Memangnya itu penting untuk mu?" Sebal Lisa, tak mau lagi bersabar.
Jennie ikut mendengus, tangan lentiknya membuka koper yang terkunci dan membawa beberapa paper bag, lantas segera beranjak membuka pintu, dan terkejut karena Rosé --teman satu kamar Jisoo berada di depannya sembari tersenyum.