Lisa paling benci pada orang yang tak bisa membaca situasi, geram saat dia tak bisa membaca tanda maupun kode yang telah ia beri. Salah satu contoh mudah ketika bel apartemennya berdering tiga kali dan dia tak menghampiri, maka ada kemungkinan, Lisa tak ada di dalam atau dia malas untuk bertemu. Harusnya itu cukup 'kan? Bukan malah menggedor seperti sekarang, sungguh menyebalkan.Lisa menggeram dan menghentakkan kakinya, berjalan dengan kesal sembari memegang pipi, begitu juga saat membuka pintu cukup kasar. Di depannya berdiri seorang pria tengah tersenyum lebar dengan gigi gingsul yang menambah kesan manis. Namun, tetap saja menyebalkan bagi Lisa.
Ia tak bicara apapun hanya memperhatikan dengan wajah malas bercampur kesal, sungguh untuk saat ini Lisa benar-benar tak mau bertemu atau bicara dengan siapapun, tanpa terkecuali. Dan seperti dugaannya, pria ini tak mengerti justru mengulurkan tangan yang mau tak mau Lisa sambut.
"Aku Liu Haoran, penghuni unit baru di depan mu." Ucap pria itu, menunjuk pintu persis depan unitnya, Lisa mengangguk mengerti; tempat itu dulu di huni oleh seorang karyawan kantoran bernama Kim Jisoo yang memilih pindah mengikuti suaminya.
Lisa tak menjawab dan langsung melepaskan tautan tangan mereka, membuat Haoran mengerjapkan mata, cukup terkejut dengan respon Lisa yang dingin, padahal wajah gadis di depannya begitu manis, Meski sedari tadi terus memegang pipinya.
Lisa mengangkat kedua jempolnya lalu meringis, hendak berbalik jika Haoran tak menahan tangannya.
"Dan nama mu siapa nona tetangga?"
Lisa menghela nafas panjang, pria ini tak akan menyerah sebelum mendapatkan apa yang ia inginkan, bahkan senyumnya tak kunjung luntur sedari tadi.
"Lisa, maaf aku--" ucapan Lisa tak selesai karena ia kembali meringis dan mengelus pipinya, pemandangan yang justru terlihat lucu bagi Haoran.
"Kau sakit gigi?" Tanyanya hati-hati, Haoran ikut menunjuk pipinya sendiri. Lisa dengan cepat mengangguk sembari memajukan bibirnya, tampak memelas dengan wajah menahan tangis. Membuat ia mengerti kenapa tetangga barunya seolah mengajak perang.
"Sebentar!" Pria itu meraih ponsel miliknya lalu menunjukkan pada Lisa, membuat gadis itu penasaran dan alisnya terangkat begitu nama Jessica berada di layar.
"Teman ku seorang dokter gigi, kau bisa konsultasi padanya." Jelas Haoran, Lisa menyatukan kedua tangannya tanda berterimakasih. Siapa sangka orang yang ia kira menyebalkan bisa membantu dan memberi solusi.
"Ah, Lisa?" Tanya si pria ragu, membuat Lisa memiringkan kepala menunggu kelanjutannya.
"Jika tidak keberatan boleh aku minta nomer mu? Kau tahu aku baru disini." Ia tersenyum canggung sembari menggaruk tengkuknya yang tak gatal, sedikit cemas meski kemungkinan besar Lisa tentu menolak. Mereka baru saja bertemu, ia bahkan mengganggu Lisa yang tengah beristirahat pada nilainya amat buruk.
Namun, tak seperti bayangannya Lisa dengan cepat mengangguk dan segera memberikan apa yang dia inginkan. Membuatnya susah payah tak bersorak atau bersikap berlebihan yang membuat Lisa tak nyaman. Haoran hanya melirik sembari tersenyum, melongok Lisa yang tengah mengetikan nomornya. Siapa yang mengira pagi ini begitu ajaib dan membahagiakan, ia mendapati tetangganya bak jelmaan boneka hidup yang benar-benar cantik, dan dengan senang hati berbagi kontak dengannya.
Liu Haoran
"Widih cantik bener"
Lisa
"Sakit gigi lebih parah dari patah hati"
Noya's Corner
Salahkan iklan Vivo yang super gemes 😭 jadi alasan gua malah bikin ini, bukan cerita buat ultah Kun.