52# Start

135 23 9
                                    

Sesuai dengan perkataan Nevin kemarin, ia sekarang sudah berada didepan rumah Devina untuk menjemputnya.

Nevin sekarang lagi suka sukanya pake motor. Kalo pake mobil, katanya ribet parkirnya.

Gerbang rumah Devina terbuka, memperlihatkan kedua saudara kembar tak seiras yang tengah bertengkar.

Devano yang mendorong kecil tubuh Devina dengan Devina yang berakhir menjambak Devano.

Nevin yang melihat kedua insan ini hanya menggeleng kecil.

Sadar ada Nevin disana, Devano dan Devina akhirnya berhenti, hanya tatapan tajam yang masih saling beradu.

"Awas ya lu, masih ada hutang Ama gua tiga hari. Kalo kagak, mama bakal tau" lirih Devano.

Devina berdecak malas, "Ck iya iya, banyak omong banget sih lo"

Kemudian setelah itu, Devano pergi dengan membawa motor matic punya Diana. Inget kan Diana kakak Devano sama Devina.

Sebenarnya Devano punya motor sendiri, tapi entah kenapa, dia sekarang lebih suka minjem punya Diana. Mungkin dia pengen hemat uang buat beli bensin mungkin.

Mengingat Diana yang baiknya melewati batas, Devano yang mau beliin bensin buat motornya aja nggak dibolehin. Katanya uangnya buat jajan aja, gitu. Si Devano mah iya iya aja, toh dia juga doyan jajan.

"Yaudah naik" ujar Nevin yang sudah duduk manis di motornya.

Devina mengangguk dan langsung naik di jok belakang motor.

.
.
.

"Lo tau kan tugas lo sekarang?"

"Ck, dia mah gampang, selow ae"

Pletak

"Selow ae selow ae, kagak bisa gue tendang lu!"

"Iya iya! Sensi amat buset"

.
.
.

"Dev, beliin gue batagor cepet" pintah Devano menyuruh Devina.

Devina hanya bisa menghela nafas pasrah dan melangkah ke stan batagor.

"Buset dah lu, Devina kok bisa nurut sih? Dia kan susah banget di suruh" ujar Ranel.

Devano hanya tersenyum menatap Ranel, "Jago kan gue" ucapnya sambil menaik turunkan alisnya.

"Pake pelet apa lo bisa jadiin babu Devina?"

Devano tersedak mendengar perkataan Mevia yang baru saja ia dengar, "Sembarangan kalo ngomong, gua nggak usah susah susah pake pelet segala, tinggal ancem dikit, udah kelar"

Bergeser ke Devina yang baru saja membayar batagor milik Devano tadi.
Ini mungkin sudah yang ke lima kalinya Devano menyuruh nyuruhinya. Dari yang beliin pulpen lah, bukulah, catatin tugas biologi lah, beliin ini itu, ambilin ini itu. Devina nggak bakalan sudi kalo aja Devano nggak harus jaga mulut sama mamanya biar nggak ketauan bolos.

Tidak berhenti hentinya Devina mengumpati nama Devano di dalam hatinya.

"Makasih Bu" ucap Devina ramah sambil mengambil uang kembalian di tangan Bu kantin itu.

Ketika Devina berbalik, ia sudah dihadang oleh orang lain dihadapannya.

"Minggir" ucap Devina dingin.

Orang yang menghadang Devina tadi terkekeh menatap remeh Devina, "Sok sok an dingin tapi aslinya petakilan lo"

Devina mendongakkan kepalanya dan mendapati Nanda and friends di hadapannya. Memang, Nanda sedikit lebih tinggi dari Devina.

"Gue ada urusan, sekali lagi gue mohon buat lo untuk minggir sekarang juga" ucap Devina pelan atau lebih tepatnya bergumam, tapi Nanda masih bisa mendengar ucapan Devina tadi.

Nanda menaikkan kedua alisnya, "Ehm, sure! Why not?"

Dengan segera, Nanda menggeser sedikit badannya, memberi jalan untuk Devina.

Duk

Brak

Prangg

"Ups, maap sengaja" ujar Nanda terkekeh.

Saat Devina mau berjalan melewati Nanda, tapi dengan sengaja, kaki Nanda maju dan membuat Devina tersandung oleh kakinya.

Semua pandangan seluruh etensi kantin beralih ke arah Devina yang jatuh.

Nanda berjongkok berusaha menyamakan tingginya dengan tinggi Devina, "Welcome to my new game, friends" bisik Nanda kemudian ia langsung pergi dari sana.

Devina hanya diam dengan posisi tubuh yang masih sama. Yaitu terjatuh dengan mencium lantai kantin, sungguh tidak elit sekali pikirnya.

"Dev, lu nggak?" Devano datang menghampiri Devina dan membantunya untuk bangkit dari tempatnya.

Devina menghela napasnya berat dan setelah itu ia pergi dari sana meninggalkan Devano sendirian disana.

Tidak berhenti-henti nya Devina mengumpati nama Nanda. Ia berjalan di koridor untuk pergi ke suatu tempat.

Yaitu rooftop.

Hanya tempat itu yang bisa menenangkan Devina saat ini.

Sesampainya di rooftop, ia berjalan mendekati tumpukan kursi dan mengambil salah satu untuk ia duduki.

Devina melepas sepatunya agar ia bisa duduk bersila di kursi.

Devina menikmati semilir angin menerpa kulit wajahnya, membuat Devina sedikit tenang untuk saat ini.

Ia begitu frustasi hari ini, Devano yang menyuruh nyuruhnya, Nevin yang mendiaminya karena masalah ia yang membolos dengan Nelson, dan masalah Nanda tadi waktu di kantin. Oh iya jangan lupa, dengan kejadian kemarin malam(?)

Devina mengacak rambutnya brutal.

"Astaga, gue gini amat sih idup" ucap Devina sambil menghela nafas kasar.

Ia menatap ke atas dan dilihatnya langit cerah yang berwarna biru dan beberapa awan putih yang menghiasi.

Cuaca hari ini juga sangat cerah sekali. Tapi kenapa hati Devina tidak secerah langit saat ini?

Ah bodo amat, yang penting sekarang Devina hanya butuh istirahat untuk menenangkan dirinya.

Sampai sampai, ada sebuah tangan yang membungkam mulut Devina.




















Tangan siapa tuch? Author juga bingung tangannya punya siapa :)

Votegoals 8 gais:) bisa lah yahh

Ada Apa Dengan Youtuber? || Ft. NevinGamingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang