2

28.2K 611 0
                                    

"Fi, gue disuruh untuk ngurus perusahaan yang ada di Sumatera. Bingung gue."

Arfian mendengar sahabat nya itu sedang galau. Ia menutup laptop nya dan mencoba fokus pada Adit.

"Galau?" tanya Arfian menaikkan sebelah alis nya.

Adit menatap Arfian dengan kesal. Ia meminta pendapat sahabatnya, justru malah tatapan menyebalkan yang selalu ia tunjukkan pada Adit.

"Gini aja-" ucap Arfian bangkit sambil mengambil sebatang rokok dan menyesapnya. Ia menghembuskan asap dan kembali menatap Adit, "-gue yang kesana."

Kata-kata Arfian sukses membuat Adit tersenyum lebar. Arfian yang melihatnya hanya menggelengkan kepala heran.

"Serius lo?" tanya Adit. Arfian hanya mengangguk.

"Oke. Gue bakal bilang ke Pak Alif." ucap Adit.

Arfian tak menjawab ucapan Adit. Ia masih fokus dengan sesapan demi sesapan pada rokok di tangannya.

•••••

Tok.. Tok.. Tok.. 

Pintu ruangan Arfian diketuk.

"Masuk."

Fani, sekretaris Arfian yang menjunjung tinggi profesionalitas dalam bekerja. Arfian tau bahwa wanita cantik ini suka pada nya, namun tidak dengan Arfian. Tak ada wanita yang menolak saat berdekatan dengan Arfian.

"Ini berkas yang harus di tandatangani Pak." ucapnya sambil melihat Arfian yang sedang terbaring di sofa sambil memainkan sebuah game di ponsel nya.

"Letakkan saja di meja, Fan." ucap Arfian.

Fani mengangguk. Ia meletakkan berkas-berkas tersebut dan kembali keluar. Ia berselisih dengan Adit yang hendak masuk.

"Eh Fan." sapa Adit sambil berjalan masuk.

"Siang pak." sapa Fani dan segera keluar ruangan.

Setelah Fani keluar, Adit menghampiri sahabat nya yang sedang asik bermain game.

"Fi, kata Pak Alif berangkat nya 3 hari lagi." ucap Adit sambil sedikit melonggarkan dasinya.

"He-em." jawaban Arfian hanya sebuah deheman.

"Gue dijodohin." ucapan Adit sukses membuat Arfian mengalihkan perhatiannya. Kini ia duduk menatap Adit dengan serius.

"Sama siapa?" tanya Arfian.

"Anak teman bisnis nya bokap." jawab Adit malas.

Arfian tampak berpikir. Ia meletakkan ponselnya di meja sambil menggulung lengan kemeja nya.

"Terus lo terima?"

Adit diam tanpa jawaban. Seolah kebisuan Adit menjadi jawaban 'YA' bagi Arfian.

"Dokter bilang, bokap udah ga lama lagi. Makanya sebisa mungkin gue turutin." ucap Adit. Arfian tampak mengangguk, memahami.

"Lo udah ketemu sama orangnya?" tanya Arfian lagi.

"Belum. Rencana malam ini gue di suruh bokap pulang buat bertamu ke rumah nya dia." ucap Adit.

"Well-" ucapan Arfian berhenti sambil ia berdiri dan berjalan menuju meja kerjanya. "-calon pengantin tidak boleh terlalu sibuk, bisa kelelahan. Yang ada jadi tidak fit di ranjang."

Ucapan Arfian membuat Adit merasa ingin sekali memukul kepala sahabatnya itu.

"Calon pengantin pala lo. Gue belum iya-in juga." balas Adit sedikit sewot.

Arfian tertawa terbahak seakan puas untuk selalu menjahili Adit. Ia mulai membuka-buka berkas yang diletakkan Fani di meja.

Sementara Arfian sibuk dengan berkas nya, Adit merebahkan dirinya di tempat Arfian tidur tadi.

"Fi." panggil Adit. Arfian hanya menjawab dengan deheman.

"Kata bokap gue, anak nya cantik sih. Kalo cantik mah gue ya ga nolak." ucap Adit.

Arfian menyelesaikan sedikit lagi berkas-berkas nya untuk ditandatangani. Kemudian ia menutup dan menyusun kembali berkas tersebut.

Cukup lama Arfian tidak menyahuti ucapan Adit. Setelah semua urusan berkasnya selesai, Arfian berjalan menuju closet yang berada di kamar mandi.

Ia melepas kemeja coklat nya dan berganti pakaian dengan kaos polos berwarna abu-abu. Lalu keluar lagi dan duduk di hadapan Adit yang sedang berbaring memainkan ponselnya.

"Dit-" Adit menoleh menatap Arfian yang berubah serius. "-menurut lo gimana?" tanya Arfian yang sengaja menggantung ucapan nya. Adit menatap nya bingung.

"Apa yang gimana?" tanya Adit sembari duduk menghadap Arfian.

"Kalau misal ada cewek yang gue suka, apa gue harus jujur tentang siapa gue?"

Pertanyaan yang sebenarnya sudah pernah di lontarkan oleh Arfian, namun ia bertanya lagi untuk memastikan.

"Menurut gue secara pribadi, lo harus tetap jujur Fi. Kalo cewek yang lo suka bener nerima lo apa adanya, menurut gue itu ga masalah." ucap Adit.

Arfian tampak mengangguk paham. Ia kemudian tenggelam dalam pikirannya sendiri. Tentu saja hal tersebut tak luput dari perhatian Adit. Membuat begitu banyak pertanyaan untuk Arfian.

******

Sekilas Mata (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang