Tuesday Evening : There're things i don't know

102 38 16
                                    

Bgm : Close to me by Punch

Kindly turn on the media while u guys are reading, please~

Changbin bergegas menuju parkiran dan membuka pintu mobilnya sambil menjepit ponselnya di antara pundak dan kepalanya. Pria itu dengan terburu-buru memasang sabuk pengaman, bibirnya berdecak manakala panggilannya tak di jawab oleh seseorang yang menyebabkan kekhawatirannya memuncak. Ia lantas menghubungkan ponselnya dengan fitur bluetooth pada mobilnya itu sebelum akhirnya menstater kuda besinya.

Ia kembali mencoba menghubungi seseorang tadi, sembari harap-harap cemas kali ini akan diangkat kah panggilannya atau tidak. Hasilnya nihil, tetap saja seseorang itu tak mengangkatnya. Sambil menebak-nebak bagaimanakah kiranya kondisi seseorang tersebut, tak di sangka seseorang itu malahan menghubunginya balik. Segera saja Changbin menekan tombol telepon pada kemudinya.

"Manda, lu dimana? Kenapa telpon gue ga lu angkat?" Changbin dengan penuh rasa ketar-ketir disana mencoba tuk setenang mungkin berbicara.

"Bin," Ucap seseorang itu yang mana adalah Lee Amanda seseorang yang pernah menjadi bagian terpenting Changbin, meski saat ini pun pria itu masih menganggapnya begitu dalam artian yang berbeda.

"Ya Manda?" Ucapnya pelan, jujur saja ia khawatir Amanda melakukan sesuatu yang aneh, mengingat wanita itu kadang tak mampu mengatur emosinya yang kadang bisa meledak bak bom waktu dan bisa saja menyakiti dirinya sendiri.

"Changbin, aku capek. Tapi aku ga bisa ilangin capeknya itu, aku harus apa?" Amanda berucap lirih.

Changbin menghela napasnya, kepalanya hampa saat ini tak mampu memberikan ilham atau nasihat bagi sahabatnya itu. "Manda lu coba tenangin diri dulu, nanti lu bisa ceritain semuanya pas gue disana. Btw, lu di apartemen lu atau di rumah?"

"Apartemen," Balas Amanda.

"Ya udah gue kesana sekarang, tungguin aja ya. Gue tutup dulu nih ya, lagi di jalan soalnya," Ucap Changbin yang dibalas gumaman oleh Amanda sebelum panggilan terputus dari pihaknya.

Kadang ia bertanya-tanya akan sahabat sekaligus adik baginya itu, mungkinkah ia depresi akibat tekanan karirnya yang tengah memuncak ataukah tekanan lain dalam lingkungannya. Changbin tak banyak tau, ia jarang berkomunikasi akhir-akhir ini dengan Amanda mengingat apa yang terjadi saat itu antara dirinya dan wanita itu yang cukup membekas dalam dirinya.

Hingga ia tak mempercayai diri sendiri dalam hal hubungan saling berkasih hati dengan wanita. Juga membuatnya mengadopsi pemahaman jikalau lajang seumur hidup adalah pilihan terbaik. Ya, separah itu memang, hingga ia bertemu seorang Kim Naya yang tak tahu mengapa sepertinya adalah suratan takdir semesta padanya.

....

Changbin tiba di sebuah gedung apartemen mewah, ia bergegas masuk untuk mencapai sebuah unit apartemen. Langkahnya sangat familiar dengan tempat itu, tak di ragukan lagi bagaimana dulu sesering apa ia kemari.

Changbin tiba di sebuah unit apartemen berpintu legam yang elegan, ia memencet bel. Menunggu si pemilik membuka pintu yang ternyata tak urung di respons membuat Changbin mengernyit dahi bingung. Lantas ia kembali memencet bel yang kali ini di iringi ketukkan pintu, yang jua di abaikan oleh si pemilik

Pikiran Changbin menjadi dan akhirnya ia memencet bel bertubi-tubi, ia mulai menggebrak pintu unit apartemen tersebut. "Manda! Ini gue, lu ada disana kan? Manda tolong buka pintunya!"

Setelah 5 menit tidak ada respon dari dalam, Changbin berniat menghubungi pihak pengelola apartemen, namun saat itu juga pintu apartemen itu terbuka.

Changbin beranjak masuk dengan langkah lebarnya, maniknya sedikit melebar tatkala menyadari ruangan apartemen itu kelam tanpa adanya satupun sumber cahaya lampu selain cahaya dari lampu balkon terbiaskan kaca jendela bergorden tipis. Dan ia menemukan Amanda di sebuah sofa yang meringkuk dengan sorot hampa nan kosong.

7 Days with ChangbinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang