[Dalam konstruksi, akan hadir kembali kemudian]
Naya pikir Changbin ialah seorang yang jadi penantian hatinya selama ini, tetapi segalanya berubah. Naya mulai tak yakin oleh hal yang sejatinya merupakan impian asmaranya.
Changbin kalap di saat Semes...
Kindly play the bgm while reading the story for best experience
Naya menatap jendela lebar restoran, dirinya tengah berada di restoran tempat janji temunya dengan kawan lamanya Lee Minho si dokter tampan yang telah menangani luka di telapak tangannya tadi pagi.
Naya mengamati dedaunan ceri yang kini sudah berhamburan ke tanah. Meranggas layaknya rasa hatinya yang layu akhir-akhir ini.
Naya menggeleng pelan, bagaimana bisa ia merefleksikan segala aspek alam dengan kondisi hatinya yang carut-marut? Tak boleh begini, tujuannya ke sini untuk bersantai dan menanggalkan penat di sekujur tubuh. Ia mesti menghempas dahulu layang-layang peristiwa menyebalkan di otaknya.
Lagi, wanita Kim itu menoleh pada jendela restoran dan kali ini mengamati sang dirgantara yang menunjukan salam perpisahan dengan si baskara yang meninggalkan jejak jingga menghampar diantara mega-mega yang menggantung di sana.
Cantik, Naya menyukai pemandangan langit saat ini hingga ia terbius dan kemudian terpecah belah dikala bunyi lonceng pintu restoran berdenting ria menimbulkan irama acak yang masih ramah di telinganya.
Naya tersenyum kala pria dengan sapaan akrabnya 'Kak Ino' memunculkan eksistensinya dengan senyuman lebar di ambang pintu. Naya memperhatikan turtleneck hitam yang dibalut mantel motif mozaik kotak yang tampak elegan menyatu dengan tubuh ideal milik pria Lee itu.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Nungguin lama ya?" Minho menarik kursi di hadapan Naya namun tatapannya tak lepas dari objek di depannya.
"Enggak sih, santai aja. Btw tau aja nih aku mau makan pasta,"
Ya, mereka berdua tengah berada restoran Italia. Restoran yang merupakan rekomendasi dari Lee Minho untuk menghabiskan santap malam bersama.
"Wah seriusan, kebetulan yang bagus dong. Ini tuh restoran langganan aku, dia pastanya enak tapi pizza mereka paling juara sih." Minho berucap antusias dan membuka buku menu yang kemudian dilanjut menjelaskan menu rekomendasinya pada Naya.
Naya berkali-kali mengangguk, pada penjelasan detail seorang Lee Minho. Kontan rasa nostalgia menghinggapinya, dengan suasana yang berbeda namun esensi tetap sama.
Minho yang dahulu berkesan tak acuh ketika membantunya belajar, berbanding terbalik dengan Minho saat ini yang lebih ekspresif dan energik dalam menerangkan menu makanan padanya.
Minho yang membantunya memahami pelajaran dan Minho yang membantunya memilih menu adalah kedua peristiwa dari dua masa yang memberikan kesan berbeda dan menciptakan jarak perbandingan yang amat lebar.
Sebuah tanya hinggap dalam akalnya, membuntukan indera pendengaran serta fokusnya.
Bila saja pribadi manusia dapat dinamis dan berubah, apa mungkin hubungan juga berlaku hukum yang sama?