Friday Evening (1.0) : Eksistensimu

54 14 45
                                    

Bgm : Merry go around of life by Joe Hisaishi

Kindly play the bgm while reading for the best experience

Changbin keluar dari kamar mandi, kemeja kerjanya sempurna terlepas dan berganti dengan kaus hitam berlapis hoodie senada warna. Ia sejurus menyambar kunci mobil, yang letaknya bergabung dengan banyaknya uang koin dan gantungan kunci pernak-pernik suvenir promo belanja di keranjang atas meja ukuran tanggung dekat saklar lampu.

"Hyunjin!" Changbin memanggil kawan prianya yang bersurai lebat itu.

Changbin memang sejenak singgah ke kediaman temannya itu, sebab jarak restoran yang menjadi tempat temu dekat dengan rumah Hyunjin.

"Oi! Bentar Bang, tungguin!" Hyunjin menyahut keras dari ruang rehat singgasananya.

Changbin tak membalas, malah menyandang totebag kelamnya di dada sembari merebahkan diri pada sofa dua dudukan sewarna lumut. Ia mengeluarkan ponsel dari saku celananya, jemarinya berinisiatif tertuju pada ruang obrolannya bersama Naya.

Seketika kelu, Changbin menatap hampa deretan awan dialog pada ruang obrolan ini. Dadanya menghangat, berpadu sesak halus yang menghanyut. Rasa yang menyakitkan sekaligus menyenangkan, Changbin menyimpulkannya dengan kata 'rindu' sebagai definisi yang mampu ditangkap oleh akalnya.

Tak perlu lagi ia menerjang lama sekelumit rasanya itu, sudah jelas tak terbendung, membuncah melingkari dirinya secara masif.

Changbin tak tahan namun tak mampu mengungkapkan, kesempatan datang berkali-kali namun tak jua ia sahut. Selayang aksi telah ia lakukan, namun tak memberikan kesan kata yang tersurat pada kekasihnya itu.

Alasannya Changbin cuma gelisah, bila semua itu akan mengganggu waktu rehat bagi kekasihnya. Bahkan kelakuannya saat matahari mulai menjulang pun, masih ia sesali sampai saat ini.

Rasa di dalam dadanya menjalar tajam, hingga memacu kedua maniknya memproduksi bulir-bulir bening menggenang.

Perlahan tapi pasti rasa ini menggigitnya, menunjukan taring yang mengoyak, namun kaya akan sensasi candu hingga membuatnya hilang kuasa dan makin tenggelam.

Akalnya tergantikan, Changbin tak mendengar si logika yang berupaya keras menyorakinya tuk berhenti. Meluncur, menganak sungai bulir yang sudah tak mampu tertampung pada pelupuknya.

Layar ponselnya meredup yang berangsur memanggil gelap, namun maniknya masih memandang benda itu dengan sorot sendu.

"Bang?" Hyunjin keluar dari kamarnya, ia memanggil Changbin dengan manik masih terpaku dengan tatanan mantel kelabu berkerah yang membalut tubuhnya.

Changbin terkesiap, layaknya cahaya lampu, kontan akalnya dengan kilat merebut kendali lalu mengusir rasa berulah, yang entah kapan bisa jadi hinggap lagi. Changbin menghapus anak sungai di pipi hingga pelupuknya kasar. "Eh, udah kelar? Yuk berangkat."

Hyunjin mengangguk, maniknya tak sengaja menatap pelupuk seniornya yang agak membengkak. Alisnya bertaut, dengan kepala menebak Changbin yang sehabis menangis.

....

"Duluan aja Bang, gue mau ada urusan sebentar. Nanti di meja kasir bilang aja reservasi atas nama gue." Hyunjin berbalik meninggalkan Changbin, yang menatap punggungnya menyusut seiring sosoknya berbelok dari pintu parkiran restoran.

Changbin mengulum labiumnya, lalu mulai melaju mengetuk aspal menuju pintu utama restoran selepas ia memakai tudung hoodie pada kepalanya.

Changbin masuk dengan disambut riangnya dentingan lonceng pintu, aroma oregano menyengat menyonsong penciumannya, menambah kesan kental unsur italia yang explisit pada interior ruang restoran itu.

7 Days with ChangbinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang