Dua

258 38 57
                                    

Sekarang Agatha sudah pulang dikarenakan insiden pingsannya tadi. Ya, dia pulang lebih awal dari siswa-siswa lainnya.

Dan yang mengantarkan nya pulang juga salah satu dari anggota OSIS sekaligus memastikan jika gadis itu baik-baik saja.

Agatha merogoh saku rok nya, berniat mengambil secarik kertas yang ia temukan diatas meja samping bubur nya tadi pagi.

Untuk yang kedua kalinya Agatha menarik kedua ujung bibirnya disaat membaca ulang pesan singkat yang terdapat di secarik kertas itu.

Entah kenapa, ada rasa aneh yang berdesir dihatinya. Apa Agatha sudah jatuh cinta dengan si pengirim pesan ini?.

Ah, ini tidak mungkin. Ini gila, sedangkan Agatha saja belum tau siapa pemilik kertas itu.

Pesan singkat dari sosok misterius, namun cukup membuat hati Agatha berdesir aneh. Oke, cukup! lebih baik Agatha cari tahu siapa penulis pesan misterius itu. Selesai MOS akan Agatha selidiki.

Agatha merentangkan tubuh nya diatas kasur. Memejamkan matanya sekilas, kemudian membukanya lagi.

Diliriknya jam yang berada diatas nakas, sekarang masih pukul 13.10. Masih siang rupanya.

Lebih baik dia tidur sejenak demi menghilangkan rasa pusing di kepalanya akibat pingsan tadi. Siapa tau dialam mimpi dia akan bertemu dengan Vira--sang Mama yang sudah tiada semenjak gadis itu menginjak kelas 2 SMP.

Ah, Agatha sangat rindu sekali dengan Alm Mamanya.

Perlahan kantuk mulai menyerang nya, dan tak lama kemudian Agatha telah terlelap.

Tidur Agatha terusik di akibatkan seseorang yang kini mengelus lembut rambutnya. Gadis itu mengucek pelan kedua matanya beberapa kali, sampai netra coekelatnya kembali berfungsi normal.

Disamping nya kini duduk seorang laki-laki paru baya yang masih lengkap dengan setelan jas kantornya. Ya, dia Gevan--Papa Agatha. Gevan tersenyum kecil melihat putri satu-satunya itu telah terbangun.

"Papah. Udah pulang ya?" tanya Agatha masih dengan suara serak khas orang bangun tidur.

"Kalau Papah belum pulang, Papah pasti nggak ada disini," jawab Gevan setengah terkekeh.

Gevan memang sering kali disibukan dengan masalah pekerjaannya. Maka dari itu dia tidak punya banyak waktu dirumah. Gevan juga tak jarang sering pulang larut malam.

Tapi, semenjak kepergian Vira, Gevan selalu berusaha meluangkan banyak waktunya untuk Agatha, putri satu-satunya.

Karna dia tau, Agatha sangat terpukul dengan kepergian Vira. Meskipun Gevan juga tak kalah terpukulnya dengan kepergian sang Istri.

Tapi dia sebagai sosok Ayah harus bisa menutupi hal itu didepan Agatha, karna sekarang hanya dia lah yang Agatha punya.

Maka dari itu Gevan selalu berusaha untuk bisa menjadi sosok Ayah sekaligus Ibu untuk gadis itu.

"Papah tumben pulang nya siang banget."

"Iya, lagian kerjaan Papah udah selesai semua. Kamu laper?," tanya Gevan.

"Laper banget malah," jawab Agatha tertawa.

"Yaudah yuk turun, kita makan. Papah tadi kebetulan beli sate kesukaan kamu." Mendengar hal barusan, seketika membuat mata Agatha berbinar.

"Asiaplah, yaudah ayok makan, pah." Agatha beranjak dari kasur dan langsung menarik tangan Gevan keluar kamar.

Gevan hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan putri sematawayang nya itu.

That TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang