Tiga

179 30 71
                                    

Bel tanda pulang baru saja berbunyi. Hal itu tentu saja membuat seluruh para murid senang. Binar bahagia sangat tercetak jelas diwajah mereka masing-masing. Seperti ada hal yang sangat dinantikan dirumah. Jelas, banyak yang dinantikan, salah satunya adalah kasur empuk yang sudah menunggu mereka. Sama halnya dengan Agatha dan Echa sekarang.

"Ta, gue duluan ya, soalnya udah dijemput sama nyokap."

"Iya Ca, gapapa. Lo hati-hati ya."

Echa mengangguk sebagai jawaban.

"Lo juga hati-hati. Bye," pamit Echa seraya melambaikan tangan dari dalam mobil.

"Iya.." Setelah itu, mobil yang ditumpangi Echa melaju dan sekarang tinggallah Agatha dengan siswa lainnya yang tak Agatha kenali ralat belum. Mungkin.

Agatha menuju halte yang berada tepat diseberang sekolahnya, disana hanya ada beberapa orang siswa yang menunggu angkutan umum.

Agatha mendudukan diri dibangku yang masih terlihat kosong. Dia merogoh saku seragamnya berniat mengambil benda pipih yang sudah beberapa kali bergetar.

Banyak notif yang masuk, termasuk notif dari teman barunya, Echa.

Sudah 11menit berlalu, namun angkutan umum belum juga datang. Sekalinya datang, angkutan itu sudah dipenuhi oleh anak-anak dari sekolah yang lain.

Agatha mengembuskan nafasnya lelah, dia melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Sekarang jam 14.20 sore. Sudah hampir 15menit dia berada disini, hanya untuk menunggu sebuah angkutan umum.

Namun, tiba-tiba netra nya menangkap sosok yang belakangan ini berhasil mengganggu pikirannya. Ya, dia senior tampan.

Disana, didepan gerbang Agatha melihat Sheban tengah menaiki motor sport nya. Rupanya dia baru pulang. Wajarlah kan dia anggota OSIS. Pulang sore adalah hal lumrah bagi mereka, termasuk Sheban.

Disaat Agatha sedang fokus memandangi Sheban, tiba-tiba pandangan cowo itu melihat kearahnya. Menyebabkan netra mereka saling bertubrukan satu sama lain.

Tapi itu tak berlangsung lama, karna Agatha lebih dulu memutus kontak mata. Seketika itu juga, Agatha merasakan kedua pipinya memanas dengan jantung yang tak berdetak seirama.

Kalau boleh jujur, sekarang Agatha sangat malu. Dia sudah tertangkap basah memperhatikan Sheban diam-diam. Ya Tuhan, buat aku amnesia sebentar saja, batin Agatha.

Disaat Agatha sudah menetralkan degup jantungnya, gadis itu justru melihat motor Sheban melaju kearahnya. Jelas saja hal itu sukses membuat jantung Agatha semakin menggila untuk yang kedua kalinya.

Yang bisa dilakukan Agatha sekarang hanya menunduk dengan menggigit-gigit kecil bibir bawahnya, karna itu sudah menjadi kebiasaan gadis itu apabila dia sedang dalam mode takut ataupun gugup.

"Naik."

Deg

Suara itu.

Suara yang sama persis dengan milik senior tampan.

Apa jangan-jangan...

Agatha mendongakan kepalanya pelan-pelan demi memastikan apakah memang benar adanya atau hanya halusinasi semata.

Dan apa kalian tau?

Dihadapan Agatha sekarang telah berdiri sosok laki-laki dengan motor sportnya.

Dia juga sosok yang belakangan ini telah menjadi salah satu alasan yang membuat Agatha senyum-senyum tak jelas. Ya, dia Bastian Sheban. Laki-laki yang menyandang gelar sebagai Cold prince disekolah nya.

That TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang