#09 ~ [ Undangan Tiba-Tiba ]

7.2K 907 12
                                    

***

Kenapa harus malu dengan orang lain? Seharusnya kita bersyukur, masih ada yang mau menutup aib kita.

🌾🌾🌾

"Jadi, Kak Sakha dengar pembicaraan kamu sama Papa kamu?" tanya Ghania langsung menatap fokus Ayesha.

Sedang Ayesha mengangguk pelan. Gadis itu benar-benar malu dengan kejadian tempo hari. Apalagi ia hanya diam tak bisa berkata apapun untuk menjawab penuturan lelaki itu.

"Aku malu banget, Ghan."

Astaghfirullah, mengapa dirinya jadi seperti ini?

"Aku ikut bingung kalau begini. Terus, Kak Sakha bilang apa, Sha?"

Ayesha diam, pikirannya menerawang kembali ke waktu itu. Ada rasa malu yang terus memporak-porandakkan hatinya.

"Jangan pernah merasa hidupmu lebih menyedihkan daripada hidup orang lain. Kita nggak pernah tahu ujian apa yang orang lain hadapi."

Ayesha bergerak gelisah di tempatnya. Tangannya saling menaut seperti tak ingin lepas.

"Dia bilang ... Ahh, intinya aku terlihat menyedihkan pastinya," keluh Ayesha tanpa sadar. "Aku pasti malu banget kalau ketemu dia," ujar Ayesha pelan.

Ghania yang mendengarnya pun justru terkekeh geli. Secara terang-terangan gadis itu menertawakan nasib temannya. Ayesha menatap Ghania kesal.

"Jangan ketawa, Ghan!"

"Kan lucu, ya ketawa lah." Ghania justru tergelak meski tak terlalu keras. "Kalau Kak Sakha aja kamu malu, bagaimana dengan Allah? Nggak malu nih?"

Ayesha langsung menatap Ghania yang kini memandangnya serius.

"Maksud kamu?"

"Gini ya Sha, kalau kamu malu sama Kak Sakha, harusnya kamu lebih malu lagi sama Allah. Karena apa? Allah tahu apa yang terbaik untuk kita."

"Simple-nya gini, sama Kak Sakha saja kamu malu. Padahal dia adalah orang yang baru kamu kenal. Masa kamu nggak malu sama Allah yang jelas-jelas lebih mengerti kita dan tahu apa yang terbaik untuk kita."

"Jadi, Sha. Aku mohon, mulai saat ini kamu jangan pernah malu dengan kesulitan yang kamu alami. Aku tahu, apa yang dilakukan Papamu memang salah. Aku akui itu. Tapi dengan adanya cobaan ini, kamu akan lebih dewasa mendamaikan keadaan. Okay?"

Ayesha tersenyum kecut. "Jadi, aku salah kalau aku merasa hidupku lebih menyedihkan daripada orang lain?"

"Betul!" jawab Ghania cepat. "Karena kamu nggak akan pernah mampu jadi orang lain dan memilih menjalani kehidupan orang lain. Kamu ya kamu, Sha. Allah nggak akan membebani makhluk-Nya di luar kemampuan kita."

Di saat seperti inilah Ghania mampu membuat Ayesha sadar. Ayesha bersyukur, setidaknya ia punya Ghania yang selalu ada untuknya. Berani menegurnya bila ia salah.

"Syukron, Ukhti," kata Ayesha tersenyum.

"Hmm ... Afwan." balas Ghania. "Sha, pesen lagi ya? Lapar nih ngomong panjang lebar," lanjutnya tanpa tahu malu.

Ini lebih memalukan sebenarnya. Tapi Ghania tetaplah Ghania. Selalu saja bertingkah ajaib setelah menjadi manusia normal meski hanya beberapa menit.

"Nggak tahu malu tuh!"

"Lumayan, kapan-kapan traktir aku lagi ya, hehe."

Ghania tertawa geli. Sedang Ayesha hanya bisa menahan napasnya. Sadar dengan tingkah temannya yang tak pernah berubah ini.

Mushaf Cinta Dari-Nya [ TAMAT ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang