日食
Beomgyu masih menangis tanpa suara ditemani api unggun yang menyala riang di depannya. Kepergian kakaknya masih belum dapat ia terima. Siang tadi mereka menguburkannya.
"Tidurlah, besok kita akan melanjutkan perjalanan," kata Taehyun seraya mengelus rambut Beomgyu.
Beomgyu mengangguk, lalu meraih selimut dan menidurkan diri di dekat Taehyun. Taehyun dan Yeonjun sepakat untuk bergiliran terjaga. Yeonjun telah tidur sedari tadi untuk mengumpulkan energi.
Api unggun yang ditatap, hampir serupa dengan pikirannya saat ini, ribut berkecamuk. Taehyun terus saja menatap api unggun itu seraya memikirkan sesuatu. Kadang pandangannya beralih pada langit malam yang membentang luas bertaburan bintang di atasnya.
Selang tiga jam kemudian, Yeonjun terbangun. Ia meneguk air dari dalam botol bawaannya, lalu memperhatikan Pangeran yang tengah sibuk mengelus surai Beomgyu.
"Apa kau juga merasa aneh?" tanya Pangeran tiba-tiba. Yeonjun mengangguk setuju. Dengan masih membawa botol di tangan, ia mulai berbicara, "Soobin?"
"Hmm."
日食
"Pangeran, kalau kita tersesat bagaimana? Aku belum pernah pergi ke tempat ini sebelumnya," kata Beomgyu dengan tatapan khawatirnya berjalan di samping Taehyun yang menuntun kuda.
Taehyun tersenyum dan berkata, "Haha, tenanglah. Ini namanya Zona Kosong. Kita hanya tinggal berjalan lurus untuk sampai ke Negara Api. Ayahku selalu membawaku kemari jika ingin latihan berkuda."
Beomgyu tersenyum, rasa penasaran dihatinya mulai membeludak. "Apa Ayahmu nanti mau mengajariku berkuda juga?" tanya Beomgyu dengan mata berbinar.
Taehyun mengacungkan jempolnya. "Tentu saja. Tapi, aku bisa melatihmu sendiri," katanya dengan nada menggoda di akhir. Beomgyu melirik dengan curiga. "Kau sepertinya hanya ingin memanfaatkan kesempatan."
"Pffft!" Yeonjun yang berada di belakang mereka mati-matian menahan tawanya.
"Diam! Panglima Yeonjun!" kata Taehyun tegas, tak mau wibawanya turun. Yeonjun menggaruk tengkuknya dan tersenyum mengejek. "Maaf."
"Jika sudah sampai istana, apa yang bisa aku lakukan?" tanya Beomgyu sembari menatap lurus ke depan.
"Kau bisa tidur sepanjang hari jika kau mau."
Beomgyu menoleh. Angin yang berhembus, membuat rambutnya melambai-lambai, terlihat semakin rupawan. Ia mendengus dan melipat kedua tangannya di depan dada. "Tidak seru ... aku ingin belajar."
"Bagaimana kalau belajar obat-obatan? Tabib istana akan membantumu meneruskan bakatmu," tawar Pangeran Taehyun.
Beomgyu menoleh ke arah Taehyun. Pipinya sedikit mengembang, membuatnya terlihat lucu. "Ide bagus. Aku juga ingin belajar mengendalikan kekuatanku seperti Panglima Yeonjun, juga ...." Ia tampak seperti menghitung dengan jari-jarinya yang lentik. "Ah, aku ingin kau mengajariku berpedang, memanah, strategi perang, lalu ...."
Taehyun menghentikan langkahnya, kedua tangannya meraih pundak Beomgyu. Matanya menatap penuh kelembutan. "Sayang, apa tidak ingin belajar merajut dan memasak saja?"
Mata Beomgyu membulat. Jantungnya berdegup kencang, ia menyatukan kedua tangannya di depan dada. "Oh? Apa katamu?"
"Merajut dan memasak."
Beomgyu menggeleng. "Bukan, sebelum merajut." Taehyun bingung, dirinya tampak berpikir dan berkata dengan ragu, "Belajar?"
"Ah bodoh, dia ingin kau menyebut 'sayang'. Begitu saja tidak paham," ucap Yeonjun yang kesal bercampur gemas di belakang mereka.
"Wajar saja, aku belum pernah punya pasangan," kata Taehyun sambil menggaruk tengkuknya. Ia lalu bertanya, "Maksudmu, 'sayang'?"
"Katakan lagi." Beomgyu semakin mendekatkan wajahnya dengan wajah Taehyun. Matanya cantik berbinar. Tangannya bertumpu pada dada Taehyun lembut.
"Sayang," kata Taehyun lagi. Beomgyu semakin bersemangat. "Lagi! Aku mau lagi!"
Taehyun tersenyum. "Sayang."
"Aku suka!" kata Beomgyu dengan menampilkan senyum lebarnya. Dirinya masih merapatkan diri dengan Taehyun, melupakan fakta bahwa Panglima Yeonjun di belakang mereka menatapnya bosan.
Bukankah baru dua hari mereka berkenalan? rasanya seperti melihat orang tuaku saja.
日食
Mereka melanjutkan perjalanan. Zona Kosong terletak pada tengah-tengah empat negara. Tersusun atas lembah memanjang dengan tebing raksasa di kanan dan kirinya. Orang-orang biasa menggunakannya sebagai jalan pintas yang menghubungkan Negara Air dengan Negara Api. Karena tak berpenghuni, ada juga yang menggunakannya sebagai tempat berlatih senjata dan berkuda.
"Apakah di Negara Api ada laut?" tanya Beomgyu yang lagi-lagi dipenuhi rasa penasaran.
"Ada, namun jauh dari Atsui. Di Atsui hanya ada danau dan gunung api."
Beomgyu menatap Pangeran dengan tatapan polosnya, tampak menggemaskan. "Apa gunung apinya bisa meletus?"
Tangan Taehyun meraih pinggang Beomgyu, menepuknya lembut lalu menjawab, "Tentu saja bisa, tapi kami bergotong royong untuk mengendalikan lavanya supaya tidak masuk ke pemukiman penduduk."
"Ah, begitu." Beomgyu tersenyum, lalu kembali menatap lurus ke depannya. Tanpa ia sadari, Taehyun memandangnya dengan bahagia.
"Apa kau sudah tak sabar sampai di Negara Api?" tanya Taehyun.
Beomgyu mengangguk, lalu menatap Taehyunnya. "Iya! Aku belum pernah ke negara lain. Negara Api pasti sangat berbeda dengan Negara Air."
"Haha, iya. Namun, aku yakin jika kau akan cocok dengan Negara Api."
Tangannya ia posisikan meraih rambut si Matahari dan membelainya lembut sembari terus berjalan menyusuri lembah yang panjang, menimbulkan sensasi sejuk dalam hati. Beomgyu merasa nyaman, tak ingin dipisahkan. Untuk kesekian kali, hatinya berdegup tak beraturan. Menghasilkan energi yang berubah jadi kemerahan, Beomgyu merona.
日食
KAMU SEDANG MEMBACA
Solar Eclipse | Taegyu
FanfictionPutra mahkota Kang Taehyun ditakdirkan sebagai sang Bulan sejak lahir. Ia harus menikahi sang Matahari sebelum bulan purnama ketiga tahun naga api, atau ia akan mati. Berhasilkah ia menikahi sang Matahari sebelum waktunya berakhir? Genre: Boys Love...