Sang Pengendali Api

3.1K 590 60
                                    


日食

Suara gemuruh pagi itu menjadi tanda awal para prajurit bumi menyerang. Membunuh orang-orang lemah tak berdosa yang tanpa tahu apa-apa. Para pemuda mencoba melawan dengan kekuatan air mereka. Membuat serangan-serangan bak meriam dengan sisa-sia air yang ada. Namun apa daya, tembakannya terserap begitu saja oleh dinding tanah para lawannya.

Seorang pemuda berwajah manis berada di tengah kepungan prajurit bumi. Dirinya mengeluarkan api dari tangannya dan menyerang para musuh-musuhnya hingga mereka terkapar kepanasan.

Urat di dahinya tampak, membuktikan bahwa ia sedang berkonsentrasi tinggi. Tangannya terus bergerak berirama ke kanan, kiri, dan bawah bagai tarian istana, lalu menggerakkannya ke atas seperti meminta petunjuk dewa. Matanya merah menyala bak sang surya yang hendak tenggelam. Ia menghentakkan tangannya ke tanah, membuat semburan-semburan lava memancur ke atas. 

"Mundur!" komando pemimpin perang. 

Kini ia bernapas lega, para prajurit itu pergi meninggalkan desanya. Ia terduduk dengan napas terengah-engah. Membuat pertahanan setingkat raja rupanya membutuhkan banyak tenaga. Badannya lemas tak mampu berdiri seperti tak makan tiga hari. 

Seorang pemuda tinggi menghampirinya. Memeluk lembut lelaki manis yang terlahir sebagai adiknya.

"Beomgyu, kau baik-baik saja?" tanyanya sembari mengusap lembut punggung adiknya.

"Kak Soobin, mereka pergi. Mereka pergi kak ..." ucapnya lirih dengan napas memburu, matanya lalu terpejam perlahan.


日食

Hembusan angin siang itu menjadi pertanda sepi yang menggeliat dalam telinganya. Bisikan alam yang lembut menjadi dorongan untuk membuka mata. Hamparan tanah hijau dengan bunga-bunga putih membuatnya tersadar, kini ia dalam gendongan kakaknya.

"Kakak, kita mau kemana?" tanyanya dengan suara parau.

Sang kakak tersenyum kecil menyadari adiknya yang telah terbangun. "Kita akan ke Bukit Heiwa, Beomgyu," jawabnya.

"Mau apa kak? Bagaimana jika Negara Bumi menyerang desa lagi?" 

"Tak usah khawatir. Mereka hanya mencarimu, akan lebih aman untuk warga desa jika kita menjauh, bukan? Mungkin akan lebih aman juga bila kita menetap di Bukit Heiwa."

Beomgyu hanya mengangguk, lalu terdiam.

Bukit Heiwa berada di antara perbatasan Negara Angin dan Air. Terdiri dari perbukitan yang mempunyai beragam tanaman herbal. Tak ada yang meninggali tempat itu karena jangkauannya yang terlalu jauh dari peradaban.

Beomgyu dan Soobin adalah keturunan klan Choi air yang mana merupakan keluarga medis terkenal ditempatnya. Masa kecil mereka banyak dihabiskan untuk membantu orang tuanya mencari tanaman obat di Bukit Heiwa, lalu meraciknya untuk keperluan Negara Air. Orang tua mereka memutuskan untuk membuat hunian sederhana di Bukit Heiwa sebagai tempat istirahat kala tak dapat pulang.

Bicara tentang orang tua, Soobin dan Beomgyu saat ini yatim piatu. Sang ayah yang saat itu hendak dilantik sebagai kepala pusat penyembuhan harus meregang nyawa akibat keirian rekan sejawatnya. Sementara ibu mereka meninggal saat melahirkan Beomgyu. Tak apa, meskipun saat ini tiada orang tua, Soobin senantiasa melindungi dan merawat Beomgyu penuh kasih sayang. 

"Kak, turunkan aku. Aku bisa berjalan sendiri," pinta Beomgyu.

"Kau yakin sudah pulih? Baiklah." Soobin lalu menurunkan Beomgyu dari punggungnya. Diusapnya rambut sang adik yang menutupi dahi. Mereka berjalan beriringan melewati padang rumput siang itu.

"Maaf Kak," kata Beomgyu dengan wajah tertunduk.

Sang kakak langsung melihat ke arahnya dan tersenyum kecil. "Bukan salahmu. Memang takdirnya seperti ini, jangan meminta maaf atas suatu hal yang tidak kau lakukan."

"Tapi semua tak akan terjadi jika bukan karena aku ada, 'kan?"

"Kehadiranmu itu suatu berkah. Masalah-masalah yang datang itu bukan salahmu, Beomgyu. Tidak ada manusia yang tidak punya kesulitan dihidupnya. Sudah, jangan pikirkan lagi, tolong berhenti membuat hatiku sakit." kata Soobin seraya mengusak rambut adiknya yang langsung dihadiahi tatapan haru. 


日食

Mereka melihat sebuah pohon besar yang cukup teduh dan memutuskan berhenti sejenak untuk beristirahat. Soobin mengeluarkan makanan dari tas besarnya, dua buah ubi manis yang telah dikukus, sebuah nasi kepal dengan ikan laut panggang, dan air. Ia memberikan dua buah ubi manis kepada Beomgyu, sedang ia memakan ikan laut panggang dengan nasinya. 

Meskipun terlahir di daerah pesisir, Beomgyu tak menyukai makanan laut. Ia punya banyak perbedaan dengan keluarganya sejak lahir. Beomgyu terlahir dengan kekuatan api, saat keluarganya berdarah air murni. Meski demikian, keluarganya selalu merawatnya dengan banyak cinta kasih. Sifatnya yang baik dan penuh kasih sayang membuatnya dikelilingi oleh banyak teman serta orang-orang baik.

Tak terasa, mereka telah cukup lama beristirahat. Soobin bangkit dari duduknya dan mengajak Beomgyu untuk bergegas. Sebelum malam menghampiri, mereka harus sampai di Bukit Heiwa. Perjalanannya cukup jauh, melewati sabana, sungai, dan hutan. Sabana yang dilewatipun tak main-main luasnya. Dengan terik yang menyengat, tentunya akan memakan banyak tenaga walau hanya untuk berjalan.

Suara gemruduk sepatu kuda terdengar mendekat. Beomgyu menoleh ke belakang, mengamati siapa yang datang. Tampak sekitar sepuluh orang lelaki memakai pakaian khas Negara Bumi. Beomgyu dan Soobin berlari sekuat tenaga.

Sayang, lawan mereka kali ini menggunakan kuda. Tentu saja mereka tak bisa mengungguli kecepatan kuda. Mereka berdua terkepung. Lelaki yang memimpin itu kemudian turun dari kudanya dan berdiri santai dengan jarak.

Badannya tegap tinggi dengan jubah berwarna coklat hijau. Rambut coklat tua dan tahi lalat diatas bibir dengan bentuk hidung mancung berliuk memberikan kesan tampan pemberani.

"Menyerahlah, Kyu!" ucapnya dengan seringaian.

Beomgyu menatapnya dengan penuh kekesalan. "Menyerah? Lalu membiarkanmu melakukan lebih banyak kejahatan setelah menaklukanku? Hah! Katakan itu dalam mimpimu, bodoh!"

Lelaki itu tertawa licik setelah mendengar penolakan Beomgyu. Tatapan tajam dengan satu alisnya yang terangkat seraya mengatakan,

"Apa yang Kai mau, harus Kai dapatkan."

Lalu ia menghentakkan kakinya ke bumi, membuat tanah di antara tubuh Beomgyu terangkat mengapit. Reflek Beomgyu menyemburkan api ke arahnya, namun Kai segera mengayunkan tangannya ke atas untuk membuat dinding pelindung. 

Sementara itu prajurit lain sibuk menyerang Soobin dengan tombaknya, sesekali menghentakkan kaki untuk memberikan pukulan dari tanah untuknya. Soobin sibuk menghindar, sesekali melemparkan pukulan air dengan kolaborasi ilmu bela dirinya. "Sial!" keluhnya. Lawan tak sebanding. 

Beomgyu terus berusaha melepaskan diri dari cengkraman energi tanah itu. Jarinya membuat pola gerakan 3-3-3 dimana ibu jari menyentuh kelingking, lalu menyentuh jari manis, dan diakhiri dengan menyentuh telunjuk. Membuat elemen api bak naga terbang menyerang dari arah belakang Kai. Kai tersentak dan segera membuat dinding pelindung, mengacaukan cengkramannya di antara tubuh Beomgyu.

Beomgyu dengan cepat melompat ke arah Kai dan mengayunkan tangannya, menghadapkan telapak tangannya ke depan wajah Kai. Namun sayang, dengan kecepatan bagai kilat tangan Kai mencengkram udara. Membentuk elemen tanah lebih besar dalam rupa tangan. Lalu mendorong tubuh Beomgyu ke belakang hingga menabrak pohon. 

"Aakh!" ringisnya.

Beomgyu terjebak dalam genggaman tangan raksasa itu. 

"Menyerah saja, Kyu." ucap Kai dengan senyum menyeringai sekali lagi.


日食



Solar Eclipse | TaegyuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang