1 - Kasus Pembantaian.

51 7 0
                                    

Pembantaian di gedung tua di daerah Jakarta Pusat terjadi lagi. Kali ini pelaku pembunuhan tidak meninggalkan jejak sedikitpun, namun pihak kepolisian mengatakan bahwa kemungkinan pelaku pembantaian adalah orang yang sama. Pelaku pembantaian mengincar pejabat tinggi negara.

Tentu saja informasi ini membuaku tersentak. Segeralah aku menemui ayahku yang kemungkinan sedang berada diruang kerja karena tadi beliau kedatangan rekannya.

Tok.. tok..

"Masuk" suara bariton ayah yang selalu terdengar tegas membuatku tak pernah berhenti kagum padanya.

"Aku baru aja lihat berita di TV. Aku yakin ayah udah lihat. Aku pingin bantu ayah, boleh?" ucapku penuh harap sambil memasang puppy eyes andalanku.

"Tidak bisa, nak. Ini kasus besar yang sudah terulang sembilan kali tanpa bisa kita ketahui siapa pemimpin komplotan ini. Ayah nggak mau putri kesayangan ayah kenapa-kenapa." ucap ayah tegas seperti biasa.

Yaiyalah, putri ayah cuma satu, aku doang.

"Gimana dengan Kak Louis? Apa dia bakal bantu ayah?"

"Tentu saja. Dia bahkan sudah diterima bekerja di tempat ayah bekerja. Meskipun dia masih junior tapi sudah banyak yang mempercayakannya untuk membantu ayah mengerjakan misi ini, jadi dia dan ayah dikirim ke London untuk mengejar pelaku karena baru saja ditemukan berkas yang ditandatangani di London untuk melakukan kerja sama dengan salah satu perusahaan senjata di New York. Kini tim pemilik perusahaan itu sedang diurus oleh kepolisian Amerika Serikat. Boleh aja kalau kamu mau bantu ayah." mataku seketika berbinar. Aku seketika menganggukan kepala.

"Bantu doa." satu detik yang lalu ayah baru saja mengabulkan permintaanku. Kini dia menjatuhkan harapanku ke lembah paling dalam.

Aku menunduk dan hendak meninggalkan ayah. Baru saja memegang kenop pintu, ayah memanggilku. Aku berbalik.

"Jangan cemberut begitu. Besok ayah akan meluangkan satu hari penuh untuk mengahabiskan waktu denganmu sebelum lusa ayah berangkat ke London bersama kakakmu."

"Jadi aku sendirian? Biasanya ayah mengajakku ke kota tempat ayah bertugas, tapi kenapa sekarang aku ditinggal?" ucapku dengan suara bergetar sambil menangis.

"Ayah tidak ingin membahayakanmu, nak. Apalagi pelaku kejahatan ini adalah buronan yang sejak lima belas tahun lalu belum tertangkap. Kali ini Thomas mempercayakan ayah mengatasi kasus ini. Ayah mohon jangan menangis, ayah tidak akan tega meninggalkanmu saat kau menangis." Thomas adalah nama bos ayah yang sangat baik pada pekerjanya, bahkan padaku juga baik. Thomas dan ayah saling mengenal dengan baik.

Aku Lisa Aurelia. Sebenarnya aku bukan anak yang cengeng. Aku sering mengalami luka lebam atau bahkan cidera yang lebih parah saat sedang berlatih bela diri bersama guruku atau ayah. Banyak orang bilang aku anak yang kuat. Tapi dibalik kekuatan yang orang lain lihat dalam diri kita pasti tetap memiliki kelemahan. Contohnya aku yang selalu menangis sebelum ayah berangkat bertugas. Aku hanya takut ayah tidak memenuhi janjinya untuk kembali memeluku dan menemani hari sepiku yang kini telah kehilangan sosok ibu.

Ayah dan aku sama sama merasa terpukul atas kepergian ibu yang takkan pernah kembali. Kejadian itu sudah lama, sepuluh tahun yang lalu. Sekarang usiaku menginjak delapan belas tahun. Seminggu yang lalu aku baru lulus masa SMA ku tanpa sosok ibu yang menemani di acara wisudaku. Dan aku sudah diterima di salah satu universitas di Jakarta.

"Aku nanti dirumah sama siapa?"

"Bersama Niall. Ayah tau kamu merindukan dia yang di Irlandia tanpa pulang ke Indonesia selama lima tahun. Nanti Niall sama ayah ibunya bakal temani kamu selama ayah bertugas. Mereka mendapat jatah libur sebulan dan tiket liburan ke Bali selama seminggu untuk empat orang. Kalian bisa bersenang-senang sambil menunggu ayah pulang. Ayah janji akan bawakan oleh-oleh buat kamu." tangisanku berhenti saat ayah menyebut nama Niall.

Ya, Niall adalah sepupuku. Usiaku dengan Niall terpaut jarak dua tahun. Aku lebih muda darinya. Aku sering mengejeknya si pirang karena rambutnya dibuat pirang padahal warna rambut aslinya adalah coklat. Tapi jujur saja aku lebih menyukai rambutnya yang berwarna pirang, itu membuatnya terlihat lebih imut dan muda.

Aku tersenyum menanggapi ucapan ayah. Selain karena aku senang akan kedatangan Niall yang sangat dekat denganku dari kecil, aku juga tidak ingin membuat ayah khawatir. Aku akan berusaha menjadi lebih dewasa dengan tidak merajuk saat akan ditinggal bertugas.

"Terima kasih ayah." kataku sambil memeluknya erat sebelum ia pergi meninggalkanku untuk memenuhi panggilan negara.

••••••

Bersambung...

Wrong WayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang