10 - Go Home.

11 1 0
                                    

Hari ini adalah hari yang sangat sangat sangat membahagiakan.

Siapa sangka setelah dua minggu menghabiskan waktu untuk menemani ayah di rumah sakit, kini kami sudah bisa kembali ke Jakarta. Betapa senangnya aku. Saat ini ayah sedang beristirahat di kamarnya. Dokter bilang, ayah masih butuh banyak istirahat.

Kondisi ayah perlahan membaik, lukanya juga sudah terlihat samar-samar. Hebat sekali pengobatan jaman sekarang, apalagi di negara maju seperti Inggris. Sayang sekali aku tidak pernah menikmati keindahan kota London selama tinggal dua minggu disana. Aku juga tidak sempat berkeliling meski Zayn berkali-kali mengajakku.

Ah, lupakan si pirang itu. Dia berubah.

Ternyata Zayn tidak sependiam yang kukira. Dia bisa menjadi orang yang sangat menyenangkan disaat tertentu. Aku dan Zayn kini berteman bahkan kami sudah sangat akrab. Beruntungnya ada dia yang mau menemaniku selama Niall bertingkah aneh.

Zayn adalah teman satu jurusan dengan Niall di universitasnya. Yah, aku tahu itu tentu saja dari Zayn bukan Niall.

Meskipun Niall terlihat marah padaku, beruntungnya dia ikut kembali ke Jakarta. Bagaimanapun juga aku masih merindukannya, dia adalah sepupu terbaik yang kumiliki. Dia selalu ada untukku saat aku terpuruk.

Tentang Louis, pria itu ketularan hobi Niall yang tukang makan. Mungkin dia sedang stress akhir-akhir ini begitu banyak masalah yang melandanya. Tidak sengaja kudengar percakapannya di telepon kalau kekasihnya meminta putus karena Louis semakin sulit dihubungi.

Dasar cewek nggak tahu diri. Padahal Louis terlihat sangat sayang padanya, aku bisa melihat semua itu dari sorot matanya ketika menatap pujaan hatinya. Louis juga sudah memiliki rencana untuk melamar kekasihnya, namun semua gagal hanya karena wanita itu tidak mau mengerti keadaan Louis, padahal mereka sudah menjalin hubungan selama hampir tiga tahun.

Bagus, lebih baik mereka putus daripada kakakku berhubungan dengan wanita seperti itu.

"Sabar, kak. Kakak pantes dapet yang lebih baik, kok." aku mengusap bahunya. Louis terlihat sangat murung dalam tiga hari ini.

"Padahal kakak udah siapin cincin, hm." ah, aku semakin tidak tega.

Setahuku Louis sudah memperlakukan kekasihnya dengan sangat baik. Tapi, memang ceweknya saja yang bodoh. Wanita itu juga kurang sopan padaku dan ayah. Jangan tanyakan namanya padaku karena aku malas menyebutnya.

"Cincinnya disimpan aja, kak. Kasih ke perempuan yang lebih pantas. Mungkin dia bukan jodohmu, kak." Louis mengangguk seperti anak kecil. Aku ingin tertawa sebenarnya, tapi kutahan agar tidak membuatnya tersinggung.

Untuk menghibur Louis, aku memutuskan untuk bermain play station bersamanya. Sepertinya mood Louis sudah membaik, terbukti dia menantangku.

"Kalau lo kalah, lo harus jadi babu gue selama seminggu. Kalau lo menang, lo boleh minta sesuatu ke gue." menarik.

"Ok! Tantangan diterima." kami bersalaman, kulihat dia sedikit menyeringai disana. Aku tahu kamu licik Louis, dan aku tidak akan membiarkan itu terjadi.

Saat kami sedang bermain dengan sengit, tiba-tiba Zayn datang sambil beteriak dengan hebohnya. Sudahkah aku memberi tahu  kalau Zayn ikut ke Jakarta?

"Louis, Lisa, Niall keserempet motor, help him!" teriaknya.

Aku dan Louis langsung melompat dari kursi seperti ninja. Kami berlari dengan cepat, sedangkan Zayn mengambil kotak P3K.

Kulihat Niall sedang duduk sambil mengaduh kesakitan. Di sekitar rumah ini memang sepi, sangat jarang ada orang berlalu lalang, jadi tidak ada seorang pun yang datang menolong Niall.

Wrong WayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang