Tiga hari setelah pemakaman ayah, berlalu dengan sangat berat bagi Louis. Pria itu berkali kali ditekan oleh adiknya untuk segera berangkat ke tempat yang diinginkannya. Hingga rasanya kepalanya ingin pecah saja.
Lisa sudah mempersiapkan semuanya. Pakaian, boneka, buku, bahkan sampah sampah lainnya. Ketiga temannya juga sudah mempersiapkan barang barang untuk kepulanganya di tempat mereka berasal. Hanya Louis yang belum benar-benar mempersiapkannya.
Sejak kemarin raut cerah tak terlepas dari wajah Lisa. Gadis itu terlihat sangat senang untuk pertama kalinya sejak hari dimana ayah meninggal. Keceriaan gadis itu bukannya membuat orang lain ikut senang namun justru kekhawatiran yang didapatkan.
Bagaimana tidak khawatir? Disaat semua orang dirundung duka, ia malah menampilkan senyum cerah diwajahnya sepanjang hari. Sangat berbeda dengan kakaknya yang terlihat sangat lesu.
Tapi sifatnya sangat berbeda ketika harus berhadapan dengan ketiga pria selain kakaknya itu. Sifatnya berubah menjadi sinis dan seenaknya, namun berubah menjadi sangat lembut pada kakaknya. So, she's change.
"Lisa, bisa diem bentar nggak? Kakak capek lihat kamu dari tadi lompat sana lompat sini." kata Louis sambil meremas rambutnya frustasi.
Lisa seketika menoleh dan menghentikan aksi lompat-lompatnya. Gadis itu duduk bersila sambil memasang senyum manis di depan kakaknya. Hal itu membuat Louis menghela napas, rasanya ada yang tidak beres.
Tak mau memikirkan kelakuan adiknya yang super duper aneh itu, Louis melanjutkan mengemasi bajunya. Ia tidak akan membawa banyak baju karena ia berencana untuk membeli baju disana saja. Ia lebih memilih membawa beberapa baju ayah dan album keluarga untuk memenuhi ruang kopernya yang masih lapang.
Saat Louis sudah selesai berberes, ia melihat Lisa masih diam ditempat yang sama sambil memasang senyum manisnya. Tidak, ini pasti ada yang salah.
Louis berjalan mendekati adiknya dan ikut duduk bersila didepannya. Pria itu menyentuh dahi adiknya menggunakan punggung tangan.
Tidak panas, batinnya.
"Kamu kenapa, Lisa?"
"Aku senang."
"Kenapa kamu bisa sesenang ini? Apa yang buat kamu ngerasa senang, Lis?"
"Ehm, Lisa senang akhirnya bisa pergi ke Irlandia." ucapan itu seketika membuat Louis melongo.
Apa dia bilang? Dia senang? Astaga, dia gila, batin Louis.
Karena sudah tak bisa berkata-kata, Louis memutuskan untuk meninggalkan adiknya. Ya, benar ditinggal begitu saja tanpa kata. Pria itu sudah terlanjur kecewa, sangat kecewa atas keputusan yang adiknya ambil.
Di pesawat, Lisa duduk bersama Zayn sedangkan Louis berasama Niall. Beberapa menit sebelum sampai di bandara tiba-tiba Louis meminta pindah tempat duduk, kemudian Zayn menawarkan diri untuk menggantikannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wrong Way
FanfictionKematian orang yang yang kusayang menjadikanku makhluk yang dikuasai dendam. Bahkan kini muncul kepribadian lain dalam diriku. Kepribadian yang sangat bertolak belakang. Ketika melenyapkan nyawa bukan menjadi hal yang sulit bagi para pembunuh. Begi...