Hari ini sesuai janji ayah, ayah akan menghabiskan waktu seharian untuk melakukan kegiatan bersamaku. Sejak pukul lima aku mengajaknya lari pagi mengelilingi lapangan di pusat kota sebanyak sepuluh kali. Itu sudah menjadi kebiasaanku karena aku mengikuti beladiri.
Ayah juga menuruti permintaanku ketika aku mengajaknya ke pantai sampai ke mall sekalipun yang menurut ayah tidak menarik. Karena merasa kasihan dengan ayah yang terlihat tidak menyukai ajakanku ke mall, aku mengalah dan mengajaknya ke warung nasi goreng didekat mall.
Aku tahu meskipun ayah memiliki banyak uang, ayah selalu senang ketika makan ditempat lesehan di pinggir jalan seperti ini. Ayah selalu mengatakan padaku untuk membantu memakmurkan kehidupan orang lain dengan membeli dagangannya. Selain itu, beberapa rasa makanan dipinggir jalan pun tak kalah enak dengan rasa makanan di restoran, ditambah harga yang terjangkau. Seharusnya semua orang memilih warung seperti ini, tapi yah banyak orang yang memiliki gengsi tingkat tinggi.
"Ayah, apakah ayah sudah pernah ke London?"
"Tentu saja, sayang. Ayah pernah dikirim ke London untuk kasus yang berbeda. Hampir semua kota terkenal didunia pernah ayah kunjungi." ayah menjelaskan dengan bangga, aku jadi tersenyum melihat tingkah ayah yang seperti ini, menurutku menggemaskan.
"Kok ayah curang sih. Ayah udah keliling dunia tapi aku mentok cuma keliling Asia Tenggara." ekspresiku kubuat sedih, padahal aku tidak mempersalahkan hal itu. Bagiku yang terpenting adalah bisa bepergian bersama ayah.
"Bersyukurlah, nak. Masih banyak saudara kita diluar sana yang membutuhkan makanan, kamu tidak boleh mengeluhkan hal yang belum tentu bisa didapatkan orang lain."
"Iya, ayah. Ayah selalu saja bisa membuatku semakin sayang dan kagum sama Ayah. Ayah memang yang terbaik di dunia." aku tersenyum padanya yang kini sedang mengelus puncak kepalaku.
****
Kini ayah dan aku sudah berada dirumah. Kami sedang menonton film aksi yang merupakan genre favorit kami sebelum suara bel rumah yang ditekan berkali-kali membuatku harus beranjak dari sofa empuk yang sudah satu jam membuatku nyaman.
Seorang cowok pirang terlihat didepan pintu rumahku sambil melotot dan menjulurkan lidahnya. Aku sama sekali tidak terkejut, aku justru senang akhirnya mereka datang. Aku memeluk Niall erat.
"Akhirnya kalian datang, aku kangen banget."
"Aku juga kangen, disana aku nggak pernah ketemu cewek seimut kamu." katanya sambil mencubit pipiku.
Setelah puas menyapa Niall, aku menyapa kedua orang tuanya. Paman Bobby dan Tante Maura. Kemudian aku mempersilakan mereka masuk.
"Bisakah kamu bawakan aku makanan, Lis? Aku lapar." bukannya menyapa ayah terlebih dahulu, dia malah meminta makanan, dasar pirang kampret.
"Niall, sapa paman Arman dulu dong." perintah ibunya. Niall mengangguk dengan muka memerah. Kurasa dia malu setelah menyadari perilakunya yang tidak sopan. Arman Mahendra adalah nama ayahku. Keren kan namanya?
Aku segera pergi ke dapur untuk membuatkan kopi hangat serta beberapa camilan untuk tamuku. Kebahagiaan yang kurasakan hari ini benar benar tak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Mulai dari jalan-jalan dengan ayah, membeli banyak makanan, hingga kedatangan sepupu yang paling kusayang. Sungguh ini adalah hari terbahagiaku.
Baru saja aku keluar dari dapur untuk meletakkan beberapa camilan ke ruang tamu, Niall menghalangi jalanku sambil merebut camilan itu kemudian langsung memakannya. Aku merengut dibuatnya.
"Bisa nggak sih sabar dan nggak usah asal comot gitu, Yel!" aku mengeja namanya menjadi n-a-y-e-l, padahal seharusnya dibaca naiyal.
"Iya iya, bawel banget sih lo sis."
KAMU SEDANG MEMBACA
Wrong Way
FanfictionKematian orang yang yang kusayang menjadikanku makhluk yang dikuasai dendam. Bahkan kini muncul kepribadian lain dalam diriku. Kepribadian yang sangat bertolak belakang. Ketika melenyapkan nyawa bukan menjadi hal yang sulit bagi para pembunuh. Begi...