Hari ini adalah hari kepergian ayah untuk bertugas. Ayahku adalah seorang agen senior yang sudah menangani lebih dari dua puluh kasus, delapan belas diantaranya berhasil dan dua kali gagal saat pencarian pelaku yang sama seperti kasus pembantaian ini.
Semua motif pelaku sama. Yaitu membunuh pejabat negara dan melakukan aksi pengeboman gedung-gedung penting di Indonesia. Bukan hanya Jakarta, namun kota besar seperti Magelang, Surabaya, Medan, bahkan pernah membakar hutan yang berada di Papua.
Sejauh ini hanya antek-anteknya saja yang berhasil tertangkap. Sedangkan pimpinan mereka sama sekali tidak diketahui siapa pelakunya dan berada dimana.
Banyak polisi dan agen yang terbunuh saat menyelesaikan misi ini. Maka dari itu aku khawatir ayah kenapa-kenapa. Kalau aku bisa menghalangi ayah pasti akan aku lakukan. Namun, berbagai cara telah kulakukan tidak ada yang berhasil. Ayah akan tetap menjadi ayah yang tidak akan menghianati janjinya untuk mengabdi pada negara hingga masa pensiunnya.
Aku hanya perlu bersabar. Tiga tahun lagi ayah akan pensiun dan aku akan bisa menemani masa tuanya. Aku juga tidak akan selalu bermimpi ayah yang tewas tertusuk pisau.
Selama ini terkadang aku bermimpi ayah tewas tertusuk pisau tepat di jantungnya saat bertugas. Aku berusaha meyakinkan diriku bahwa mimpi hanyalah bunga tidur. Namun, mimpi itu tidak datang sekali, bahkan mimpi itu sudah enam kali membuatku berteriak dan menangis saat tengah malam.
"Hati-hati Ayah. Aku akan selalu merindukan Ayah. Aku akan selalu mendoakan keselamatan Ayah dan misi Ayah. Ayah jaga kesehatan, ya." mataku berkaca-kaca saat mengatakan ini.
"Tenang saja, sayang. Ayah akan memenuhi janji Ayah untuk pulang dengan selamat dan membawakan oleh-oleh untukmu. Kamu jaga diri baik-baik, ya. Jangan keseringan berantem sama Niall." aku tersenyum dan mengangguk kemudian memeluk ayahku.
"Lisa, kakak mohon jangan menangis. Kakak jadi nggak tega ninggalin kamu sendiri."
Apakah aku menangis?
Haha, aku tak menyadari jikalau sedari tadi air mataku terus menetes, aku tidak berniat menghapusnya. Namun Kak Louis justru mengahapus air mataku kemudian memelukku. Kurasakan ia juga mengecup puncak kepalaku sambil mengusapnya penuh kasih sayang.
Astaga, aku tidak rela mereka meninggalkanku meskipun ada Niall yang menemaniku sekalipun.
"Kumohon Ayah sama Kak Louis jangan pergi. Aku nggak mau kalian ninggalin aku." aku menangis sampai terisak.
"Apa yang kamu katakan, Nak. Ayah nggak akan ninggalin kamu. Ayah bakal pulang buat kamu. Ayah janji." kuharap ayah menepati janji ayah.
Aku, Nialll, Paman Bobby, dan Bibi Maura melambaikan tangan saat mobil dari kantor telah menjemput ayah. Ayah memelukku sekali lagi sebelum masuk ke mobil dan pergi meninggalkanku.
Aku terus menatap kepergian mobil itu hingga tak terlihat saat mobil belok ke kanan.
Aku merasa diawasi. Sepasang mata memerhatikanku dibalik semak-semak di sebelah rumah. Kemudian pergi tanpa meninggalkan jawaban.
Perasaanku semakin memburuk.
Akankah mimpiku menjadi nyata?
••••••
Louis Tomlinson
Maaf part ini pendek.
Bersambung...
KAMU SEDANG MEMBACA
Wrong Way
Fiksi PenggemarKematian orang yang yang kusayang menjadikanku makhluk yang dikuasai dendam. Bahkan kini muncul kepribadian lain dalam diriku. Kepribadian yang sangat bertolak belakang. Ketika melenyapkan nyawa bukan menjadi hal yang sulit bagi para pembunuh. Begi...