12 - Tragedi.

3 1 0
                                    

Harry memenuhi tawaranku untuk makan siang bersama sebagai ucapan terima kasih. Menurutku agak aneh sebenarnya. Aku ingin mengucapkan terima kasih namun justru dia yang kuminta datang, bukan aku yang mendatanginya.

Tapi dia seperti tidak keberatan. Jadi aku tidak perlu merasa tidak enak, kan?

Setelah acara makan siang kami selesai, bukan hanya aku yang mengucapkan terima kasih. Tapi ayah dan Louis pun turut mengucapkannya. Aku senang disini tidak ada yang menyalahkanku karena aksi nekatku.

Kami semua menuju ke ruang tengah kecuali ayah yang sedang ingin berada di teras. Saat aku ingin menemaninya, ayah bilang lebih baik temani tamu yang aku undang. Kata ayah tidak sopan mengundang seseorang namun justru meninggalkannya. Betul juga sih, tapi kan ada Niall, Louis, dan Zayn.

Sebenarnya aku tidak ingin meninggalkan ayah, tapi sepertinya ayah benar-benar tidak bisa dibantah saat ini. Huft, baiklah.

Di ruang tengah, Zayn dan Niall sedang bermain play station, sedangkan Louis dan Harry sedang berbicara dengan suara rendah. Kulihat Harry hanya mengangguk-angguk saja saat kakakku berbicara.

Louis memang selalu begitu. Dulu dia juga berbicara seperti itu dengan Zayn. Louis selalu berpikir bahwa semua orang berkemungkinan mencelakaiku. Dia adalah kakak yang sangat protektif.

Aku bergabung dengan Niall.

"Yel, mau ikut main dong." aku menyenggol lengannya dengan siku.

"Nanti yang menang lawan lo, Lis." Niall masih fokus karena memang pertarungannya sedang sengit. Zayn malah sepertinya belum menyadari kedatanganku.

Aku mengendap ke belakang kursinya, kemudian...

"ZAYN!" teriakku sambil mendorong kursinya. Dia terlonjak dan hampir terjatuh, haha.

Zayn kalah karenaku. Niall memenangkan permainan ini.

"Shit, ini semua gara-gara kau." dia menahan diri untuk tidak menjambak rambutku. Aku tahu dia tidak akan tega, jadi aku masih diam berdiri di depannya sambil cekikikan.

Aku langsung bermain menggantikan Zayn untuk melawan Niall. Baru saja aku duduk, terdengar suara pecahan benda dari luar rumah.

Jantungku berdetak sangat cepat sampai aku bisa mendengarnya. Aku sempat tidak tau harus melakukan apa sampai Niall menarikku keluar rumah. Diluar sudah ada Louis dan Harry yang sedang membantu ayah berdiri, kutebak mereka langsung lari saat suara benda pecah itu terdengar.

Pisau.

Pisau itu menancap di punggung kursi tempat ayah semula duduk. Beruntungnya ayah bisa menghindari itu, ayah adalah orang yang sangat siaga kapanpun dan dimanapun ayah berada.

Kenapa bayang-bayang mimpiku terus menghantuiku? Tidak bisakah seseorang melenyapkan semua pisau yang ada di dunia ini. Masih ada benda lain yang serupa. Mengapa harus pisau.

Aku memutuskan membantu ayah terlebih dahulu. Lengan ayah terluka, apakah baru saja terjadi perkelahian?

Kulihat Louis sedang mengamati sekitar. Dia pasti mencari si pelaku. Aku mengobati luka ayah meskipun tidak separah saat ayah melaksanakan misi, tetap saja luka seringan apapun tetap harus diobati, kan?

Ketika aku sedang mengarahkan pandangan lurus di depan, kulihat seseorang yang tidak kukenali sedang mengarahkan senjata api ke arahku. Aku tahu apa yang selanjutnya akan terjadi.

DORRR!!

Tidak terasa apapun.

Pelan, aku membuka mataku. Ini bukan pertama kalinya ayah melindungiku. Tapi perlindungannya kali ini benar-benar membuatku marah. Aku benci ketika seseorang mengorbankan dirinya untukku. Seorang gadis manja yang hanya bisa menyusahkan orang lain. Bahkan jika sampai mepertaruhkan nyawanya.

Wrong WayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang