11 - Thanks.

5 1 0
                                    

"Harry?"

"Hi, Niall!" pria bernama Harry itu membungkuk dan memeluk Niall jantan "Kaget, ya?" dia terkekeh.

"Heh, kiting, sejak kapan lo disini?" Niall semakin heboh. Aku dan Louis saling memandang, bingung.

"Empat hari yang lalu. Biasa setiap enam bulan sekali gue balik kesini buat nengokin tante gue."

"Wah, bagus tuh. Sampai kapan lo disini?" Niall terlihat sangat bahagia.

"Uhm, sampai H-3 masuk kampus mungkin. Napa?" pria bernama Harry itu mengangkat sebelah alisnya.

"Bagus, itu masih seminggu lagi. Gue jadi punya temen main." aku menyerngit. Jadi selama ini aku bukan teman mainnya?

Aku mendengus dan pergi. Masa bodoh aku berjalan terpincang-pincang. Saat Louis dan Harry hendak membantuku aku menyentak tangan mereka. Tak peduli aku belum mengucapkan terima kasih padanya karena sudah mengantarku pulang. Ucapan Niall kali ini benar-benar membuatku sakit hati.

Aku naik tangga dengan perlahan. Kurasakan seseorang menyentuh bahuku, Zayn.

"Biar kubantu." katanya seakan tidak menerima penolakan.

Aku sudah tidak tahan, kakiku sakit sekali. Sepertinya kali ini aku tidak akan menolak bantuannya.

Zayn mengantarku sampai ke kamar dan membantuku naik ke kasur. Dia turun ke bawah sebentar untuk mengambilkanku air mineral.

"did you need any help?" oke, kurasa ini cukup.

"It's enough. Makasih, Zayn." dia mengangguk dan tersenyum kemudian meninggalkanku.

Aku menenggelamkan diriku dalam selimut. Aku memutuskan untuk tidur.

****

Aku mengerjabkan mataku. Sebuah cahaya telah membuatku bangun dari mimpi indahku. Kulihat siluet pria yang sedang menghadapku. Apa itu tadi pangeran dalam mimpiku? Atau jangan-jangan aku ini masih mimpi?

Semalam aku bermimpi berada di tempat yang sangat gelap. Kemudian datanglah seorang pria berjubah putih. Pria betubuh tinggi sambil menunggangi kuda.

"Ikut aku. Aku akan membawamu keluar dari ruang kosong nan gelap ini." kata pria itu sambil menjulurkan tangannya padaku.

Aku menerima uluran tangannya tanpa bicara. Dia membantuku menaiki kuda yang ia tunggangi.

"Kau hendak membawaku kemana?" aku baru mengeluarkan suara.

"Tutup matamu. Jangan buka sebelum aku mengatakan untuk membukanya" aku menurut saja. Aku menutup mataku dengan tangan

Baru saja aku menutupi mataku dia sudah memintaku untuk membukanya.

Wow, indah sekali

Ruang gelap yang sebelumnya kutempati kini berubah menjadi pemandangan yang teramat menakjubkan. Terdapat air terjun yang mengalir deras di depan sana, indah sekali.

Serasa di negeri dongeng.

Saat aku hendak menoleh untuk menatap pangeranku, tiba-tiba kurasakan cubitan dikakiku.

"Heh, dek. Sadar dek sadar, jangan ngelamun gitu ntar kerasukan. Sadar dek." ujar Louis heboh.

"Apa sih. Ganggu banget tau nggak." aku memalingkan wajahku.

"Bangun woy, udah jam 9. Rejeki lo dipatok ayam loh. Dasar kebo." kebiasaan Louis nih, kalau ngomong suka nggak pakai rem.

"Kak, kok kakiku masih sakit sih?"

Louis membantuku duduk. Dia menatapku tajam sekali.

"Ngaku lo kemarin ngapain sampai babak belur gini. Tengkar lagi?"

Wrong WayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang