Sudah tepat dua bulan aku menjalani hidup di Dublin. Aku baru menyadari bahwa kepindahanku kesini tidak benar-benar membantu. Meskipun bayangan ayah tidak selalu hadir dalam kepalaku, tapi serangan atas dendam pada ayah terus menghujaniku dan Louis. Bahkan teman-teman terdekatku.
Setiap hari pasti ada saja diantara kami yang mendapat gangguan dari orang-orang yang cemen itu. Lucu sekali! Mereka memulai perkelahian tapi mereka pula yang lari terbirit-birit saat dikalahkan.
Liam sudah mendapat informasi kalau mereka semua yang selalu menyerang kami hanyalah orang suruhan. Mereka tidak mau memberi tahu siapa pimpinan mereka. Dan kalian tahu apa yang kami perbuat pada orang-orang bodoh itu?
Kami jadikan makanan para piranha peliharaan Liam.
Uhm, tidak! Mereka cuma kami mintai untuk tutup mulut dan berhenti menjadi orang jahat. Entahlah saat Louis mengancam akan memotong tangan mereka aku jadi gemetar sendiri. Meskipun itu hanya sekedar ancaman, tapi kalau ternyata orang itu tetap tidak mau membocorkan tentang pimpinannya nanti malah dia benar-benar kehilangan tangannya. Ugh, membayangkannya membuatku mual.
Meskipun aku suka mencari masalah, tapi kalau sampai harus potong memotong sepertinya aku tidak berani. Ayolah! Aku cuma gadis biasa yang pandai bela diri. Bukan gadis pemotong tangan, hihi.
Okay! Lagipula pernah ada beberapa orang yang mengatakan bahwa dia tidak mengenal langsung pimpinannya. Mereka hanya bertemu seseorang dengan pakaian hitam dengan nama L yang memberikan mereka banyak uang untuk menangkapku dan Louis.
Apa salahku?
Mungkin ini salah Louis! Haha, tidak kok. Mereka bilang seseorang dendam pada ayah.
Aku lupa mengatakan pada kalian kalau hari ini aku latihan. Kali ini Thomas dan ayahnya Liam akan datang ke lokasi pelatihan. Dan ini membuatku semakin gugup. Bagaimana tidak? Aku hanya seorang gadis delapan belas tahun yang harus memburu pelaku pembunuhan. Really?
Sebuah mobil yang tidak kuketahui namanya masuk ke area pelatihanku. Kurasa mereka sudah datang.
Seorang pria bermantel coklat yang berkacamata hitam menghampiriku. Itu Thomas! Astaga aku sangat merindukannya.
Dia merentangkan tangannya dan seketika aku memeluknya. Dia itu bagaikan sosok ayah kedua untukku, aku sangat menyayanginya.
"Hai, Lisa. Lama kita tidak bertemu."
"Hai, paman. Lisa kangen sama paman, huhu."
"Kangen kangenannya ditunda dulu, ya. Ayo Lisa kita latihan! Kita buat orang itu menyesal." kata Thomas sambil menyeringai.
Kami berlatih. Kali ini Thomas dan ayah Liam yang mengajariku. Sementara tiga pria yang sebelumnya melatihku kini berlatih sendiri.
Ugh, jujur saja lebih baik dilatih oleh mereka daripada dengan dua bapak-bapak ini. Dengan mereka aku bisa tertawa dan tidak tegang. Tapi tak apa, ini demi ayah.
"Bagus, Lis. Paman tau kamu itu pintar. Jangan pernah menyerah ya." Thomas tersenyum menenangkan sehingga membuatku ikut tersenyum.
"Good Luck." Ujar ayah Liam yang kuketahui namanya Geoff Payne.
"Thanks, Sir."
"Just Geoff. Kalau kamu butuh bantuan bisa hubungi saya."
"Thank you, Gioff." aku tersenyum kemudian memeluknya singkat.
Bapak-bapak itu sudah pergi. Sekarang tinggal kami berempat.
Tapi apa? Mereka bertiga sibuk berkelahi sendiri! Sedangkan aku hanya menonton sampai mereka ingat kalau masih ada aku di sini. Yah, aku sudah menunggu sampai sepuluh menit dan sangat menyenangkan melihat mereka melempar tatapan saling membunuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wrong Way
FanfictionKematian orang yang yang kusayang menjadikanku makhluk yang dikuasai dendam. Bahkan kini muncul kepribadian lain dalam diriku. Kepribadian yang sangat bertolak belakang. Ketika melenyapkan nyawa bukan menjadi hal yang sulit bagi para pembunuh. Begi...