7 - Aneh.

21 2 4
                                    

Lisa's POV.

"Hai, Lisa." Louis menyapaku sambil tersenyum.

"Hai, kak. Gimana, udah mendingan?" aku duduk di samping kasurnya sambil memainkan selimutnya.

"Udah mendingan kok, Lis. Tangan kakak cuma patah." katanya sambil nyengir.

Apa? Cuma patah katanya?

"Aku bawa puding buat kamu, kak. Dimakan ya, Lisa suapin." aku membantunya duduk dengan benar.

"Gimana keadaan ayah?" senyumku yang sedari tadi kutunjukkan kian memudar.

"Ayah belum sadar, kak." Louis mengangguk sambil mengusap tanganku. Dia sedang berusaha menenangkanku. Louis memang kakak yang baik.

Dia bahkan mencoba mengalihkan perhatianku dengan memintaku memceritakan pengalamanku saat di Bali. Namun aku menolaknya, aku memintanya menceritakan pengalamannya selama bertugas.

Aku mendengarkan Louis bercerita tentang misinya. Dia terlihat senang dan bersemangat sedangkan aku yang mendengarnya justru merinding.

Dia sesantai itu menceritakan ketika dia berhasil menembak lebih dari sepuluh anak buah pimpinan pelaku kejahatan pengeboman di Indonesia dua minggu yang lalu. Dia juga mengatakan dia mendapat luka tembak di kakinya kemudian dia hampir mati karena dikeroyok musuhnya. Tapi dia senang karena dia merasa keren bisa mengalahkan mereka sebelum bantuan datang.

"Kamu tau? Aku seneng banget, Lis, bisa ngalahin mereka. Mereka tuh para kaum rusak, mereka emang harus dikasih pelajaran."

Aku tersenyum, namun rasa pening mendera kepalaku hingga aku tak sadarkan diri. Samar kudengar seseorang memanggilku kemudian semuanya gelap.

Louis's POV.

Aku panik sekali saat ini, saat sedang asik menceritakan pengalaman bertugasku tiba-tiba saja Lisa pingsan. Apa dia shock dengar ceritaku? Seharusnya aku tidak perlu menceritakannya.

Ini semua salahku.

Tangannya bergerak. Eh, dia sudah sadar? Cepat sekali.

Dia tersenyum padaku. Manis sekali. Tidak seperti biasanya. Pasti ada maunya, nih.

"Lisa, kamu pusing ya?" dia menggeleng dan terus tersenyum sambil memandangiku.

"Kakak tau kamu pasti kecapean, kamu istirahat dulu aja." aku mengusap kepalanya lembut namun dia menggeleng dan meraih tanganku untuk diletakkan di pipinya. Dia kenapa, sih?

"Atau kamu mau tukeran tidur di kasur terus kakak yang tidur di sofa?" aku tergelak karena senyumnya menghilang tergantikan oleh tawa keras, sangat keras sampai aku kaget.

"Kakak tidur di kasur aja. Lisa mau duduk disini temani kakak."

Aku menurut saja. Terserah dia, nanti kalau lelah juga tidur sendiri.

Ada suara ketukan pintu, namun sebelum aku menyahut pintu sudah terbuka. Sosok pirang yang sudah kuanggap adikku sendiri kini tersenyum sambil meminta ijin untuk masuk.

Niall duduk di sebelah Lisa. Tapi kok ada yang aneh, ya?

Kenapa Lisa tidak menyapa Niall? Apa mereka masih marahan?

Kulihat Niall membawa kotak makanan. Pasti buat Lisa, mana mungkin buat aku. Eh tapi dia bawa tiga kotak. Pasti salah satu menjadi jatahku.

"Niall mana makanannya, gue udah laper." Niall menoleh padaku.

Sungguh ini benar-benar aneh. Niall terus menatap Lisa, namun Lisa terlihat enggan untuk menatapnya. Kok disaat-saat begini mereka malah berantem. Dasar bocah!

Wrong WayTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang