dua puluh enam: volum 2

256 36 4
                                    

"Kak Hyunjin nggak punya hati ya? Kak Hyunjin masih nggak ngerti kalo yang aku mau itu cuma kata maaf. Maaf gue egois, maaf gue buat lo nangis terlalu sering, maaf gue bohongin lo. Susah ya?."

"Lo bilang gue nggak butuh buat ngerasa bersalah."

"Aku nggak maunya rasa bersalah itu ngerubah kak Hyunjin!."

Hening. Hyunjin diam, dia memang bodoh dalam memahami hal-hal soal perasaan. "Kalau nyuruh orang pergi selalu jadi obat buat kak Hyunjin. Mending sekarang kakak yang pergi. SEJAUH MUNGKIN SAMPAI AKU NGGAK BISA LIHAT SETITIK KENANGANPUN TENTANG KAK HYUNJIN DI BUMI INI!."

Ryujin ikut berdiri, dia mundur beberapa langkah termakan emosi. Dia berhasil membuat cowok itu diam, membuat cowok itu merenungkan bahwa jadi dia itu sangat sulit.

Mereka bertatapan sebentar. Ryujin pengen banget nyakar wajah Hyunjin yang ekspresinya nggak berubah itu.

Terakhir.

"Aku maafin kak Hyunjin, walau kak Hyunjin nggak minta maaf. Aku berharap kakak bahagia, semoga baik perjalanan ke Ausienya."

Akan selalu ada kata maaf buat Hyunjin, akan selalu ada kesempatan kedua atau lebih untuk mata elangnya menyusup ke dalam hati Ryujin.

Ryujin berbalik, hendak pergi meninggalkan lelaki itu sendirian dengan pikirannya yang kacau.

"Ryu..."

Langkah Ryujin terhenti, ada secercah harapan Hyunjin akan menahan. Dia akan bilang 'aku menyesal' atau sekedar bilang 'ku kabari nanti kalau disana baik-baik saja'.

Atau kemungkinan paling sulit tapi diinginkan. 'Aku juga sayang kamu'.

Tapi ekspektasinya dipatahkan. Karena kalimat yang keluar adalah.

"Kasih gue alasan kenapa gue harus suka sama lo?."

Ryujin ingin teriak, sudah muak dengan kalimat itu yang akhirnya ketika ia jawab tidak mandatangkan sahutan dari si penanya.

Tapi kali ini ia ingin tetap menjawab. "Nggak tau. Karena kak Hyunjin itu kak Hyunjin" Dia hendak melanjutkan langkah, sebab tahu bahwa jawabannya tidak akan mendapat respon.

Tapi ekspektasinya salah lagi.

Hyunjin menjawab. "Kenapa, nggak sejak dua tahun lalu lo jawab pertanyaan ini dengan jawaban itu?."

"Karena sekarang aku nyerah."




Hari ini Ryujin merayakan ulang tahun patah hati. Dia meniup lilin sendirian, hadiahnya berupa rasa sakit dan kawannya ada tetesan air mata.

Kalau semesta memang menggariskan nama Hyunjin dalam hidupnya. Itu artinya dia harus menunggu lagi, menunggu lagi sampai garis itu diperjelas dan kembali dengan alasan.










Dua tahun kemudian.

"Ryujin. Kamu datang ke rumah lama bisa nggak? Sebenarnya ada hadiah yang disiapin kakak buat kamu sejak lama tapi baru sekarang siapnya."

Ryujin berpikir ulang. Ia bingung harus bagaimana. Haruskah dia datang atau tidak?

Datang saja. Itu kak Yeji bukan kak Hyunjin.

Rumah itu masih sama, penuh kenangan dan cerah. Ryujin masuk dan bertukar sapa dengan Yeji. "Hai kak Yeji."

Pelukan hangat. Setelah dua tahun berlalu. Dan itu menyenangkan.

Yeji menyuruh Ryujin untuk masuk ke dalam kamar Hyunjin yang telah lama kosong. Kamar itu bercat putih bersih, masih rapih padahal pemiliknya sudah tidak tinggal disana belasan tahun. Ryujin duduk di ujung ranjang dan menatap sekitar. Entah hadiahnya dimana.

Nanti kita satu ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang