e n a m b e l a s.

292 53 13
                                    

"Ikhlas apa?."

Jino menatap garis pembatas laut dan langit di sebelah kanannya, lalu ia menyentuh gelang pemberian Ryujin yang terpasang di tangan kirinya. "Ikhlas kali ini patah hati lagi" Lalu mata cowok itu membidik mata Ryujin.

Ryujin terpaku diam, ia masih berusaha mencerna perkataan Jino.

Canggung. Jino buru-buru mengalihkan pandangan. "Nggak papa, udah biasa kok" Tambahnya lagi. "Lagian kan ter-."

"Kak Jino..." Ryujin nyentuh bahu Jino, dan membuat cowok itu menoleh. "Kakak ada rasa sam-."

"Iya ada, sama lo" Jino langsung mempertegas. Walaupun makin canggung, bagi dia sebuah perasaan dari seorang lelaki nggak akan pernah nyata kalau nggak disampaikan.

Ryujin diam lagi, dia bingung harus ngomong apa. Dan dari jutaan kalimat yang berputar dikepalanya yang mampu keluar hanya satu kata. "Terus?."

Jino terkekeh. "Nggak ada terusannya, udah sampe titik. Toh, gue nggak minta lo jadi pacar gue" Jino menjawab dengan santainya.

Kecanggungan itu berakhir karena Jino ingin segera kembali ke villa. Entah, seberapa retak hati cowok itu. Tapi, dia memang tahu dari awal hati seseorang yang dia inginkan juga sedang menginginkan orang lain. Lagi pula, buat cowok dengan mulut manis seperti Jino gonta-ganti dan tolak-terima oleh cewek udah biasa.



Ryujin langsung mencari Yuna untuk bercerita. Dia nggak enak sama Jino yang sebenernya malah jauh lebih nyenengin dari pada Hyunjin. Jino pasti mikir kenapa Ryujin lebih milih Hyunjin yang jelas-jelas lebih sering bikin dia nangis dari pada Jino sendiri.

"Kak Jino nggak gitu kok Ryu" Kata Yuna menenangkan Ryujin. Gadis itu menggeleng pelan. "Kak Jino udah baik banget sama aku selama ini."

Temannya menghela napas. "Udah ah, lo dari kemarin sedih-sedih muluk! Kak Jinonya aja nggak papa tuh" Yuna menunjuk Jino yang sedang berbincang ria dengan Han menggunakan dagu.

"Banyak hal yang nggak perlu dipikirin tapi perlu dijalanin aja" Tambah Yuna lagi.






Ini malam terakhir mereka disana, anak-anak behind the scene sibuk merapikan peralatan mereka. Sedangkan Ryujin menikmati angin malam di beranda kamarnya, sampai seseorang mengetuk pintu dan meminta izin untuk masuk.

Itu Yeji, ia muncul dengan baju tidur dan rambut tergerai sederhana. "Nggak beres-beres kak?" Pertanyaan itu menyambut sosok Yeji.

Ia tersenyum. "Udah kok tadi."

Ryujin mengangguk paham, lalu kembali lagi ke hamparan laut yang menjadi viewnya selama disana.

"Kak, soal kak Hyunjin ak-" Sebenernya ia baru ingin menjelaskan maksudnya untuk nyerah, tapi Yeji memotong kalimatnya dengan sentuhan di bahu kanannya. "Kalau gitu, sekarang kakak mau kamu kesana" Yeji menatap halaman belakang yang sepi, hanya ada satu manusia disana. Berhoodie abu-abu dengan tubuh jangkung. Ryujin diam, menimbang-nimbang apa perlu dia pergi menghampiri laki-laki itu.

"Toh kamu tetep harus ngasih perpisahan yang baik ke Hyunjin" Tutup Yeji dengan senyuman lalu ia pergi meninggalkan kamar Ryujin.






"Kenapa nggak masuk kak? Dingin lho" Ia menyamakan posisi. Tubuhnya cuma lebih tinggi sedikit dari bahu Hyunjin.

Cowok itu nggak bersuara, bahkan berubah posisi aja nggak. Ryujin menghela napas, dia memutuskan untuk langsung ke intinya, buat apa lama-lama kalau yang di ajak bicara nggak mau bicara?

"Kak, sebelum aku ngasih perpisahan. Aku perlu nyampein sesuatu ke kakak."

Suaranya lagi-lagi nggak dibalas. Entah Hyunjin memang sedang nggak ingin bicara atau karena yang bicara Ryujin.

"Maaf kak. Buat banyak hal, mungkin aku kadang bikin kesel kakak. Tapi makasi juga, seenggaknya aku punya kenangan yang bisa kukenang tentang kakak" Suara Ryujin tersapu angin malam.

Dia menjeda kalimatnya.

"Kak Yeji takut kak Hyunjin ngerasa kalau kak Hyunjin itu sama kayak papa, dan akhirnya bikin kak Hyunjin ngg-."

Ryujin menghentikan kalimatnya karena cowok itu menatapnya tajam.

"Pergi Ryu. Sejauh yang lo bisa, jangan cari tau tentang gue, jangan campurin kehidupan gue."

Ryujin tertikam dengan kalimat itu. Kenapa cowok ini malah keliatan ngajak perang? Padahal Ryujin maunya dia kasih kesan yang baik buat terakhir kali.

"Nggak perlu sejauh itu" Kata-kata Hyunjin penuh penekanan.

Ryujin bertekad nggak bakal nangis kali ini. Terlalu banyak air mata yang keluar cuma gara-gara cowok berhati dingin ini. Lewat kata-kata tajamnya, lewat tatapan dinginnya.

Katanya Ryujin dianggap adik perempuan, tapi Hyunjin bertingkah kayak Ryujin itu cuma debu di dalam hidupnya.

"Ok. Lagian aku emang mau pergi" Entah, Hyunjin dengar atau nggak tapi didalam suara Ryujin getaran itu benar-benar ia tahan sekuat tenaga.

Hyunjin merogoh sesuatu dari saku hoodienya. "Anggap kita nggak ada, anggap kita nggak pernah ketemu dan nggak pernah kenal."

Ryujin menatap mata cowok itu, lalu tatapannya mengikuti gerak tangan Hyunjin yang menggenggam sesuatu.

Ia berbalik, menghadap lautan.

"Lupain gue, sama kayak gue ngebuang gelang ini" Sebelum lemparannya ia lakukan, Hyunjin menunjukkan gelang bertuliskan 'cotton candy' pemberian Ryujin pada si pemberi.

Lalu ia melemparnya. Melemparnya ke lautan.

Ryujin cuma bisa menggigit bawah bibirnya. Matanya nggak lepas dari lautan yang penuh ombak dibawah sana.

"Bye, kak Hyunjin."

Lalu ia berbalik, dan melangkah pergi.


Langkah Ryujin sempat terhenti ketika ia lagi-lagi menemukan seseorang menatap kearahnya. Dengan mata teduhnya, ia menggeleng. Artinya 'jangan nangis'. Cuma satu orang yang akan selalu berdiri dibelakang sana ngeliat Ryujin yang dipatahin berkali-kali. Dan orang itu adalah Jino.

Ia balas dengan anggukan. Dia udah janji. Senyum tersimpul di wajahnya, cowok bermata teduh itu balas tersenyum lalu berbalik dan menghilang dibalik tangga.


Disitulah perjalanannya berakhir. Perjalanan seorang Mentari yang mengejar kegelapan malam, nggak pernah dia sangka semesta membuatkannya skenario penuh air mata lewat sesosok manusia.

Yang dia tahu, ia harus belajar mengikhlaskan. Karena jatuh cinta yang sempurna itu, didalamnya teredapat dua hati, dua rasa yang saling terkait.

Seenggaknya perasaannya nggak cuma ia rasa tapi juga disuarakan. Meskipun suka sama seseorang nggak harus terang-terangan, tapi setiap orang punya caranya sendiri untuk mempertahankan perasannya.

Kita cuma bisa berterima kasih sama semesta yang memang suka ngajak bercanda. Meskipun kadang candaannya keterlaluan sampai bikin hati patah dan retak. Tapi, sama seperti obrolan diujung senja pada hari sabtu ditengah kota. Tanpa candaan semuanya jadi hampa.

Terima kasih yang sudah membaca. Yang sudah menikmati perjalanan Ryujin mengejar Hyunjin. Perjalanan yang diharap bikin kalian paham, kalau rasa itu nggak mau dan nggak bisa dipaksa.

Dan, patah hati itu nyata. Kalau berani jatuh cinta artinya berani dipatahkan oleh rasa itu sendiri.

Sama kayak kata Hyunjin, ketika jatuh cinta jangan ngasih segalanya. Nanti kalau patah hati kita harus berusaha keras mengembalikan apa yang udah hancur dan berserakan.

Dan untuk readers tercinta yang sudah baca kisah ini sampai sini, author mau mengucapkan banyak banget terima kasih 😭😭 nggak nyangka bakal pada mau baca ini cerita. I lop yu gaiss.

Salam sayang, author caa.

Sampai ketemu di potongan selanjutnya!!

Nanti kita satu ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang