s e p u l u h.

287 48 2
                                    

"Kalo udah langsung ke mobil" Hyunjin beralih, ia meninggalkan gadis itu dengan air matanya yang masih terus jatuh.

Ryujin menunduk, dia tersenyum kecil. "Iya maaf semesta, aku lupa ini bukan kisah dongeng" Batinnya. Lalu tubuhnya merosot hingga berjongkok di atas tanah. Air matanya tak kunjung mereda, terus saja berjatuhan meski tanganya terus berusaha menghapusnya.

Tiba-tiba handphonenya bergetar, ia melirik layar handphonenya yang menampilkan satu nama.

Kak Jino.

"Halo?"

Lelaki bersenyum hangat itu memberi sapaan.

"Hmm?"

Ryujin gagal menyembunyikan suara bergetarnya.

"Ryu? Lo nangis? Kenapa?"

Ryujin menggeleng keras meskipun nyatanya Jino tak bisa melihat gerakannya.

"Lo dimana?"

"Sama kak Hyunjin"

Ucap gadis itu lirih.

Jino diam, gerakannya berhenti.

"Kenapa kak?"

"Nggak...ini kayaknya buku catetan lo ketinggalan di gue. Gue tutup dulu ya? Jangan nangis"

Tut...tut...tut...

Di dalam mobil Hyunjin mengetuk jarinya pada setir, matanya menatap pintu ke dalam rumah itu. Ia menunggu gadis itu keluar dari sana, segera.

Tapi penantiannya tak kunjung usai. Tak lama, gadis berkemeja putih itu muncul dengan wajah yang dipaksakan baik-baik saja.

"Senggak peduli-pedulinya gue, gue nggak suka liat orang nangis" Ucap Hyunjin, ketika Ryujin sedang memasang seatbeltnya.

"Iya sorry ya Kak. Yuk...mau ketempat lainkan?" Ryujin tersenyum, menandakan dia baik-baik saja maksudnya pura-pura baik-baik saja.




Mobilpun kembali memecah jalur, kali ini pergi kemana. Hyunjin fokus dengan jalannya dan Ryujin benar-benar mensibukkan diri dengan handphone, dia sedang berbincang dengan Jino lewat layar tipis ditangannya itu. Sesekali tersenyum bahkan setengah tertawa, lelaki disebelahnya jadi ingin tahu gadis itu sedang bicara dengan siapa.

Tepat ketika mobil berhenti dilampu merah yang terkenal lama, lelaki bermata tajam itu akhirnya menoleh ke arah Ryujin. "Chat sama siapa?" Tanya lelaki itu dengan suara beratnya.

Gadis itu tetap fokus, bukan karena ia tidak mau menjawab pertanyaan Hyunjin tapi karena kedua telinganya ditutupi oleh headset yang menyalurkan sebuah lagu. Hyunjin masih menunggu respon, hingga ia sadar gadis disebelahnya memang tidak mendengar pertanyaannya. Tangannya pun bergerak kearah telinga gadis itu, menarik headsetnya yang langsung membuat si pemilik menoleh.

"Kenapa kak?" Akhirnya mata Ryujin teralihkan dari layar. "Chat sama siapa?" Hyunjin menunjuk handphone dengan dagunya. "Ooh kak Jino" Ryujin tersenyum, dengan senyumnya yang biasa.

Lampu merah sudah berubah hijau, Hyunjin kembali pada setirnya. "Tadi abis nangis, sama Jino langsung senyum lagi?" Lelaki itu menambahkan nada sedikit kesal. "Abisnya kak Jino lucu" Ryujin menjelaskan.

"Lagi sama gue tapi ngobrolnya sama Jino" Hyunjin akhirnya berterus terang. "Ryujin takut kalo ngobrolnya sama kak Hyunjin, nanti makin suka" Gadis itu menggaruk belakang kepalanya yang bahkan tidak gatal. Hyunjin melirik cewek itu, setelahnya tangan kirinya dengan cepat mengambil handphone di genggaman gadis itu. "Aaa kak! Handphonenya" Ryujin merengek. Lelaki itu tak peduli, ia memasukkan handphone bercasing babypink itu kedalam saku celananya.

Gadis itu langsung memasang wajah kesal dan cemberut, ia pun membuka kedua headsetnya. "Tauk ah!" Ryujin melipat kedua tanganya di depan dada.

"Kak Hyunjin yang bener dong! Kalo mau aku pergi ya tinggal suruh pergi! Kalo nggak ya udah nggak! Jangan ditarik ulur kayak layangan! Nanti putus!" Gadis itu memenuhi seisi mobil dengan omelannya. Hyunjin memberi ekspresi yang tidak diduga, ia tersenyum. Sebelum menjawab ia menghentikan mobilnya disisi jalan.

"Lo tuh, bagi gue adek Ryu. Kakak mana yang suka kalo adeknya chat sama cowok lain pas lagi bareng sama dia" Hyunjin menyerongkan tubuh, kali ini ekspresinya lebih bersahabat.

Ryujin diam seribu bahasa, kali ini ia melihat Hyunjin yang lain. Hyunjin dengan senyumnya yang mempesona, lebih dari apapun. "Yah kejebak kakak-adek zone" Ryujin menghela napas. "Dan itu nggak bisa lebih" Hyunjin menambahkan.

"Tau gitu aku nggak usah bantuin dari awal!" Kalimat Ryujin kali ini menyita perhatian lelaki disampingnya. "Yaudah ayo putus" Hyunjin memberi tawaran, wajahnya seperti tak salah apa-apa.

"Katanya nggak suka liat orang nangis! Tapi kerjaannya bikin orang nangis!."

Baru kali ini Ryujin berdebat dengan lelaki sedikit kata itu. Anehnya Hyunjin beberapa kali menanggapi omelan gadis yang dimatanya mulai berubah menjadi adik perempuan itu.

"Lo aja yang cengeng" Lelaki itu melajukan mobil lagi, sepertinya percakapan ini harus disudahi.





Sebelum ketempat tujuan akhir, mereka mampir ke sebuah masjid di jalan yang mereka lewati.

Hyunjin dan Ryujin tentu berpisah untuk mengambil air wudhu dan bergabung dengan safnya masing-masing.

Terpisah kain yang membatasi keduanya, mereka sama-sama meminta di depan Tuhan. Setelah menutup ibadah wajibnya dengan salam, mereka mengangkat kedua tangan, membukanya dan menyejajarkannya didepan dada. Yang satu meminta disatukan dengan pujaan hati, yang satu meminta agar segala rasa yang rumit ini segera berakhir. Mereka bertemu di amin yang sama.

Lucunya langkah mereka bersamaan ketika keluar dari pintu masjid, terpisah sebuah pembatas setinggi pinggang mereka sempat saling bertatap sebelum lanjut melangkah.

"Mas! Jadi imam saya dong" Ryujin menyipitkan matanya karena sinar mentari. Lelaki yang ia panggilpun menoleh. "Maaf mba, saya udah ngimamin orang lain tadi" Hyunjin membuka pintu mobil, membiarkan Ryujin yang bertampang kesal menghentak-hentakkan kakinya keras seperti anak kecil.









Sebuah taman bermain diujung kota, tak seramai tempat-tempat mahal lainnya. Tempat ini sederhana tapi terlihat hangat dan menyenangkan. "Ini ada sejak gue kecil" Hyunjin menatap bianglala yang berada di penghujung senja. Ryujin terpesona, dia melihat jingga diujung cakrawala. "Ayo masukk!" Ryujin refleks menarik tangan Hyunjin, membawanya masuk ke dalam arena taman bermain itu.

Kali ini ia biarkan, bukan karena apa-apa. Hanya karena ia membuat gadis itu menangis tadi. Diam-diam Hyunjin melirik gadis berwajah manis itu, senyum yang tak hilang diwajahnya membuat Hyunjin sedikit lega. Ia menyukai tempat ini.

"Bianglala!!" Ryujin menunjuk bundaran besar berlatar langit senja itu, ia tebak memang itu tujuan mereka hari ini. Bianglala diujung senja bersama pembicaraan ringan, wah seperti di drama.

"Tumben nggak protes" Ryujin menyodorkan tiket pada penjaga sambil melirik Hyunjin. Mereka berdua sedang menunggu untuk naik.

Hyunjin diam saja, setelah lima menit mereka masuk kedalam bilik. Pintu ditutup dan mereka mulai meninggi, dari arah kanan Ryujin mentari senja bersinar walau rupanya tinggal setengah. Lelaki dihadapannya tidak melepas pandangan, hingga ia pun heran ada apa dengan mata lelaki itu. "Kenapa kak?."

Ryujin menyapa mata kakak kelasnya itu, walau jawaban pertanyaannya hanyalah sunyi yang tak kunjung dipecahkan. Bianglala makin meninggi, mentari semakin tenggelam, merekapun semakin diam. Tak ada yang berani membuka suara.

"Gue mau ngomong sesuatu" Hingga lelaki itu menegakkan tubuhnya dan membuka percakapan.

Thankyou and see ya next chapt -author ca

Nanti kita satu ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang