l i m a b e l a s.

289 51 4
                                    

"Ryu? Kok bengong? Kenapa?" Yuna menggoyang-goyangkan bahu Ryujin, hingga cewek itu tersentak sedikit. "Nggak, mikir aja."

Sekilas Yuna memasang wajah sedikit khawatir, tapi kemudian ia mengangguk dan izin pergi ke toilet.

"Ryu..."

Ryujin kaget, ia langsung menoleh. Dan betapa dia lebih kaget lagi saat melihat sosok Hyunjin berbicara kepadanya.

"Karena kamaren lo nggak ikut liat tempat shooting kita hari ini, jadi ikut gue dulu habis sarapan nanti, sekalian briefing" Konsistensi tatapannya nggak pernah berubah. Sama seperti hari pertama mereka bertemu.

Ryujin hanya mengangguk canggung. Mereka baru berangkat setelah sarapan selesai.

Hyunjin berjalan duluan, dengan topi dan kaus putihnya. Matanya menyusuri sekitar tempat mereka berjalan. Cahaya matahari terpantul dari lautan yang terhampar disebelah kiri mereka.

Ryujin menatap punggung cowok dihadapannya, tanpa kata tapi tetap mengagumi. Mereka sampai kesebuah dermaga kecil yang sudah tidak terpakai, di sekelilingnyapun sudah ditutup pagar kayu. Tempat sempurna untuk liat matahari terbenam. "Akan ada scene dance disini" Ucap Hyunjin.

"Ini kuatkan kak?" Ryujin menatap ngeri ke lantai kayu yang terlihat sedikit tua. "Kalo jatoh juga ntar gua tolongin" Cowok itu melangkah pergi.

Ryujin berlagak ingin melempar sesuatu ke arah Hyunjin, kesal. Tapi waktu cowok itu menoleh, ia langsung menurunkan kedua tangannya dan menetralkan ekspresinya.

"Harus jatoh dulu biar ditolongin kak Hyunjin" Gumam Ryujin sambil masih mengikuti langkah Hyunjin. "Apa?" Ternyata Hyunjin mendengar tapi tidak jelas. Ryujin buru-buru menggeleng. "Nggak."


Tak seperti bayangan Ryujin, dia ternyata cukup menikmati pemandangan dan perjalanan ini. Meski sama sekali nggak ada obrolan diantara mereka berdua, setidaknya Ryujin bisa lihat Hyunjin dari dekat. "Lo mau mampir beli sesuatu nggak?" Tanya Hyunjin saat mereka sampai di depan sebuah toko souvenir yang lampunya redup.

Ryujin menatap toko itu, sebenarnya dia nggak pengen beli sesuatu dia cuma mau lebih lama bareng Hyunjin aja. "Mau."


Toko itu nggak begitu besar, di dalamnya banyak pernak-pernik untuk hiasan rumah. Ryujin serius menatap beberapa gelas dengan gambar pantai di luarnya sedangkan Hyujin hanya melihat-lihat ke sekitar.

Ryujin sih deg-degan setengah mati, wacananya buat sok cool dan ngelupain Hyunjin kayaknya harus ditunda dulu. Atensinya terarah pada seorang wanita muda yang sedang membuat ukiran pada kayu. Disampingnya ada banyak gelang di dalam rak. Ryujin tertarik dan menuju ke arah meja wanita itu.

"Permisi.." Kata Ryunjin. Wanita itu mengangkat pandangan dan mentap Ryujin lalu tersenyum. "Halo...ada yang bisa saya bantu?."

Ryujin balas tersenyum. "Aku mau buat gelang dengan nama seseorang bisa?."

Wanita itu mengangguk, lalu ia menyuruh Ryujin menulis nama yang akan diukir pada secarik kertas. Hyunjin menghampirinya tak lama kemudian, matanya menatap wanita itu lalu sedikit melirik ke arah Ryujin yang memerhatikan cara pembuatannya dengan seksama. "Kak, agak lama nggak papakan?" Tanya Ryujin saat menyadari keberadaan Hyunjin. Lelaki itu mengangguk, kemudian duduk di kursi sebelah Ryujin.


"Udah pacaran berapa lama Ryujin?" Tanya wanita itu setelah melirik mereka berdua. "Nggak pacaran mba" Dia menggeleng canggung, sedetik kemudian melirik Hyunjin yang ekspresinya masih datar. "Padahal cocok lho."


Ryujin hanya tersenyum.


Sejam kemudian pesanan Ryujin sudah selesai, mereka berdua berjalan keluar dari toko itu sambil membawa tootbag coklat yang berisi gelang. Ryujin membeli tiga gelang, yang satu dengan namanya, yang satu lagi dengan nama 'bubblegum', dan yang terakhir 'cotton candy'.


Mereka sampai di villa lagi. Pergi selama sejam membuat kedatangan mereka menarik semua perhatian. Canggung sih, tapi Ryujin buru-buru menuju Jino yang duduk di meja makan.

"Tadi aku mampir toko souvenir" Katanya sambil menyodorkan gelang bertuliskan 'bubblegum' dengan warna merah tua. Jino menatap gelang itu dan tertawa renyah. "Makasi" Kemudian tangannya bergerak mengacak rambut Ryujin.

Setelah itu ia sempat di protes Yuna karena nggak membelikan gelang itu untuknya, Ryujin tepuk jidat karena beneran lupa sama keberadaan Yuna disana. "Tauk deh! Gue ngambek!" Yuna memalingkan wajah. "Yahh!! Naaa....jangan gitu donggg!! Aku panggilin kak Felix ya??" Yuna langsung noleh setelah mendengar kata Felix. Dasar bucin.


Pangambilan video dilanjutkan, benar kata Hyunjin mereka digiring ke dermaga tua tadi. Langit biru menjadi latar mereka melakukan adegan. Ryujin memasang kaca mata untuk menghalau sinar mentari yang terik.

Lisa dan Seulgi pun fokus memerhatikan tiap coreo yang dibawakan adik tingkat mereka itu, Yeji hanya duduk memerhatikan keseruan anak-anak putih-abu yang dulu pernah jadi masa paling bahagianya dulu.

Disela break, Ryujin menyempatkan diri menghampiri Hyunjin untuk memberi gelang, tentu saja ia harus berperang melawan detak jantungnya yang bergerak sangat cepat.

Lelaki itu menatap gelang bertuliskan 'cotton candy' pemberian Ryujin sejenak, setelah sedikit ragu ia menerimanya dan memasukkannya dalam kantong celananya. "Makasi" Katanya dingin.

Ryujin langsung berbalik dengan jantung yang masih nggak karuan, seenggaknya itu bakal jadi kenang-kenangan terakhir sebelum ia benar-benar bertekad akan melupakan lelaki bermata elang itu.



Mereka baru selesai ketika matahari sudah menuju tempat peristirahatannya, laut di barat sana gemerlap tersinari cahayanya. Sudah sore, tapi Ryujin belum mau beranjak. Dia masih ingin menikmati pemandangan langka ini.

Di balik punggungnya seorang laki-laki tersenyum manis dan berjalan kearahnya.

"Ajarin coreonya dong..." Jino bersandar di pagar dermaga, dia membelakangi lautan. Gadis itu meliriknya. "Harusnya minta kak Losa atau kak Seulgi kak..."

"Kan adanya elo" Cowok itu membalas lirikan Ryujin. Sempat sedikit menarik napas, Ryujin akhirnya mengiyakan.

Ryujin menarik tangan Jino, ia membuat lelaki itu berdiri membelakangi langit sore dan mentari. Kemudian dia mulai bergerak, sesekali memberi arahan yang ditanggapi dengan candaan oleh Jino.

Nggak salah, Jino memang nggak pernah gagal bikin Ryujin ketawa lewat celotehan-celotehan ringannya. Awalnya mereka mau serius belajar dan mengajari, tapi semua itu gagal karena candaan Jino.

"Udah ah! Kak Jino bikin sakit perut!" Ryujin melipat kedua lengannya didepan dada. "Abisnya lo receh sih! Masa becandaan kayak gitu aja ketawanya ampe guling-guling!."

Ryujin nyengir.

Setelah memutuskan untuk berhenti, mereka berdua kembali menatap lautan. Kebetulan, dari sana bisa melihat ke arah halaman belakang villa yang mereka tempati. Mata Ryujin menangkap sesosok lelaki di ujung sana. Berwajah datar dengan tubuh jangkung dan kulit putih bersih tersiram cahaya matahari sore.

Jino menyadari Ryujin melihat sesuatu, kemudian ia segera paham bahwa itu Hyunjin. "Hyunjin. Lo belom nyerah ya?" Kata Jino.

Ryujin menghela napas. "Nggak tau kak, aku denger cerita masa lalu kak Hyunjin dari kak Yeji. Semesta terlalu jahat sama dia" Ryujin menyipitkan mata karena silau.

"Kalau nggak ada cerita itu Ryu, nggak akan ada Hyunjin yang sekuat sekarang" Jino mengikuti tatapn Ryujin. "Kalau cuma lo yang bisa nyembuhin luka itu—gue yakin kak Yeji pengennya gitu, gue ikhlas kok."

Ryujin menoleh, menatap Jino dengan tatapan nggak paham. "Ikhlas apa?."

Thank you see ya next chapt -author ca

Nanti kita satu ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang