d e l a p a n b e l a s: volum 2

291 51 5
                                    

Hanya ada mereka berdua di dalam lift, Jino menekan tombol dengan lambang angka '8' dan lift pun bergerak naik.

Mereka sampai, di koridor pendek lantai delapan. Disana ada taman yang biasa digunakan untuk istirahat para penjenguk ataupun staf.

Angin menyambut mereka berdua, langitpun sedikit lagi gelap.

"Yakin?" Itu adalah kata pertama yang Jino keluarkan setelah mereka bertemu hari itu.

Ryujin mengerutkan kening, dia nggak ngerti maksud pertanyaan Jino barusan.

"Karena lo disini berarti lo yakin. Hyunjin berantem" Ucap Jino, ia duduk di kursi panjang terdekat.

Ryujin terkejut lalu ikut duduk di sebelah Jino. "Sama siapa dan kenapa?."

"Anak sekolah luar. Kayak biasanya kita main bowling bareng, tapi anak-anak itu emang agak kurang ajar ke gue. Hyunjin marah dan suasana hatinya lagi nggak baik. Dia berantem habis-habisan, bahkan gue aja kena pukul dia" Jino menunjuk tulang pipi kanannya yang memar.

"Kok sampe berdarah-darah gitu?" Ryujin menunjuk kaus putih Jino. "Lukanya bukan luka berantem Ryu, dia di tikam pake pecahan botol kaca yang tinggal setengah" Jino yang menceritakan ikut ngilu.

Ryujin mematung diam, dia nggak ngebayangin betapa panik Jino pasti pada saat itu. "Tapi untung aja kita cepet ke rs" Tambah Jino.

"Jadi...itu darahnya kak Hyunjin?" Gadis itu menunjuk baju Jino, si pemilik kaus mengangguk ragu.

Lalu mereka termakan sunyi, langit yang sudah redup dan angin membuat mereka sama-sama diam dan sibuk pada pikiran masing-masing.

"Ganti baju gih kak, nggak enak diliat gitu" Ryujin mengambil paperbag yang Jino letakkan di bawah kakinya.

Cowo itu diam sebentar lalu mengangguk.

Tertinggalah Ryujin sendirian di taman yang kali itu kosong, dia hanya memainkan jemarinya dan membiarkan angin mengacak rambut pendeknya.

Nggak bisa dia bayangin, bahwa setelah tujuh bulan penuh dia berusaha untuk menghapus jejak Hyunjin tiba-tiba nggak ada angin nggak ada hujan semesta membawa kembali cowok bermata elang itu, mana situasinya nggak enak gini lagi.

Bukan karena Hyunjin yang sekarang masih nggak sadar, tapi karena kak Yeji yang sendirian—Ryujin makin susah ninggalin. Itu berarti dia harus kembali lagi, ketemu Hyunjin bahkan berada di ruangan yang sama dengannya.

"Kak Yeji butuh lo Ryu. Iya tau nggak segampang itu putar balik, tapi semua masalah pasti punya jalan keluarnyakan? Nggak selamanya kita terus mati-matian kerja keras untuk penyelesaian itu, kadang cukup biarin semesta berkerja" Jino kembali, dia duduk ditempatnya tadi dengan kaus lengan panjang berwarna biru langit. Rambutnya basah karena air—dan setelah itu Ryujin sadar itu adalah air wudhu.

"Maghrib, ayok" Jino bangkit, tanpa menunggu jawaban dari gadis berambut sebahu disebelahnya.


"Kak, pulang aja biar Jino yang nemenin Hyunjin. Kak Yeji juga baru balik dari kantor" Jino menghampiri Yeji yang duduk di samping ranjang Hyunjin. "Nggak papa No, toh Hyunjin adik kakak."

Jino beralih menatap Ryujin yang terduduk di sofa. Yeji menatap ke arah yang sama, entah bagaimana tapi seperti saling paham maksud satu sama lain mereka memutuskan izin membeli makanan di luar.

Tertinggalah Hyunjin dan Ryujin. Gadis itu belum mendekat, ia masih diam di kursinya menatap tubuh Hyunjin yang nggak bergerak. Lima menit berlalu, ia akhirnya berjalan ke arah lelaki itu.

Matanya menyusuri lekuk wajah Hyunjin, masih ada bekas memar di wajah dinginnya. Hanya mata tajamnya saja yang tak nampak, sebab kelopaknya menyembunyikan.

"Kak Hyunjin...." Ryujin membuka suara. "Pasti lagi ketemu bundanya ya? Wajahnya damai banget gitu" Ryujin tak sadar ia tersenyum.

Cowok itu diam, sebab dia memang tidak disana. Hanya raganya.

"Bunda marah ya kak? Soalnya kak Hyunjin luka gitu? Makanya bangun cepetan! Kak Yeji jadi sedih tuh! Kak Jino juga! Katanya nggak suka liat orang nangis" Tambahnya lagi, lalu dia menempati kursi yang tadi di duduki Yeji.

"Aneh ya? Kita baru ketemu lagi pas keadaannga kayak gini, gara-gara gedung kelas 12 di pisah kita jadi makin jarang tatap muka. Mungkin semesta suka kalau kita bertemu tapi nggak bersatu, aku jadi belajar banyak."

Sunyi, cuma suara jarum jam, alat-alat yang Ryujin kurang pahami dan terhubung ke tubuh Hyunjin, lalu suara detak jantungnya yang masih sama seperti dulu.

Tangan Hyunjin bergerak sesenti, dan itu berhasil membuat Ryujin tersentak dari tempat duduknya. Ia menatap jemari itu, gerakannya semakin kuat. Lalu matanya beralih ke mata Hyunjin yang perlahan membuka. "Kok tahu gue ketemu bunda?" Ucap lelaki itu serak. Suaranya berat, sopan sekali masuk ke telinga Ryujin.

Wajahnya langsung diam membeku, dia nggak akan pernah mampu berada di posisi itu sendirian, bahkan di dalam bayangan.

Hyunjin tersenyum, ia meminta tolong dengan isyarat ke Ryujin untuk menegakkan sandarannya.

"Kenapa?" Tanya cowok itu, rambutnya nggak berubah dan matanya menyipit karena senyum.

Ryujin bisa gila beneran kalau setelah tujuh bulan lamanya dia nggak ketemu wajah manusia ini, tiba-tiba mereka ketemu lagi dengan keadaan si pangeran dan DIA SENYUM SECERAH ITU?!

"Bentar kak aku jantungan" Ryujin menyentuh dadanya yang semakin berdegup kencang. Jawabannya berhasil membuat Hyunjin terkekeh. "Gue udah sadar dari tadi Ryu. Lo nggak tau? Barusan cuma tidur" Dia menjelaskan dengan nada santai.

Ryujin nggak bisa berkata-kata. JADI DIA DIKERJAIN KAK JINO SAMA KAK YEJI?!

Dia ngegeleng. "Aku pikir kak Hyunjin belom sadar. Tapii....Sakitnya beneran kan?! Nggak boongan kan?!" Ryujin menyenggol Hyunjin tidak sengaja, cowok itu langsung meringis ke sakitan terus ngangguk. "Sakitnya beneren!."

"Waa! Sorry kak Hyunjinn."

Setelah itu mereka diam. Ada terlalu banyak hal yang muncul tiba-tiba di kepala Ryujin. Kenapa setelah selama ini Ryujin masih ngerasa baru kemarin ia jadi pacar boongan Hyunjin? Baru kemarin dia jalan-jalan sama Hyunjin? Dan kenapa pula cowok itu berubah kadi murah senyum kayak gitu?

Sunyi lagi sampai Yeji dan Jino masuk sambil membawa kantung plastik.

Ryujin menatap Jino tajam, cowok itu cuma nyengir. "Padahal Hyunjin minta gue bilang ke lo kalau dia koma, parahkan?" Ia membela diri. "Kak Hyunjin yang minta?" Ryujin lebih bertanya-tanya soal itu.

"Yang nggak mau makan kalau Ryujin nggak dikasih tau dia masuk rumah sakit siapa? Ya Hyunjin" Yeji meletakkan bungkusan itu di meja.

Ryujin jadi gila beneran. Dia nggak habis pikir lagi. Tiba-tiba semesta memihak harapan lamanya?!

Hyunjin cuma senyum. IYA SENYUM?! UDAH GILA KAYAKNYA DIA.

"Kak Hyunjin otaknya ke geser waktu berantem? Atau kesambet? Katanya waktu itu senyumnya di sumbangin ke aku?" Ryujin kembali ke Hyunjin, cowok itu sedikit tertawa setelah mendengar pertanyaan lucu adik kelasnya itu.

"Nggak. Makasi ya, udah ngajarin gue satu hal" Cowok itu merubah tatapannya, matanya melembut bukan lagi milik si lelaki dingin.

Ryujin merinding.

Thankyou and see ya next chapt -author ca

Nanti kita satu ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang